Kemplang Pajak Rp 4,3 Miliar Bos Industri Logam Diseret ke Kejaksaan

Ilustrasi (Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Seorang bos perusahaan yang bergerak di industri logam ditangkap Otoritas Pajak dan Polda Jawa Barat, karena diduga menjadi pengemplang pajak.

Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat III bersama Polda Jabar telah menyerahkan pengusaha berinsial BMS itu ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat melalui Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor.

“BMS adalah penanggungjawab PT IPK yang bergerak di industri logam. BMS merugikan negara sebesar Rp4,3 miliar sepanjang 2017 hingga 2018,” ucap Romadhaniah, Kepala kanwil DJP Jawa Barat III, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (15/12/2023).

Otoritas Pajak, telah menetapkannya sebagai tersangka tindak pidana di bidang perpajakan yaitu modus tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dan/atau menyampaikan SPT yang isinya tidak benar atau tidak lengkap. Ia juga diduga tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut.

“Atas perbuatannya, tersangka terancam dipenjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun. Denda paling sedikit dua kali hingga empat kali dari jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar,” ucap Romadhaniah.

BMS diduga melanggar ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf c, d dan huruf i Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pada 4 April 2023 lalu, Penyidik Kanwil DJP Jawa Barat III telah menyita rumah dan dua mobil milik BMS di Cilendek, Bogor. Tersangka juga telah diinformasikan mengenai hak dan kewajibannya sebagai tersangka dalam proses penyidikan.

“Kami memberikan kesempatan kepada tersangka untuk mengajukan permohonan penghentian penyidikan sesuai Pasal 44B UU KUP. Setelah melunasi kerugian pada pendapatan negara beserta sanksi administratif berupa denda sebesar tiga kali jumlah kerugian pada pendapatan negara,” kata Romadhaniah.

Sampai dengan kegiatan penyerahan tersangka dan barang bukti, wajib pajak tidak memanfaatkannya permohonan penghentian penyidikan. Akibatnya, penyitaan dilakukan untuk memberikan efek jera kepada tersangka dan wajib pajak lain yang memiliki tendensi untuk melakukan tindak pidana perpajakan.

“Selain itu, proses penegakan hukum sebagai bentuk imbauan tidak langsung kepada wajib pajak untuk mematuhi hukum yang berlaku,” ucap Romadhaniah. (bl)

id_ID