IKPI, Jakarta: Penerimaan perpajakan Indonesia mengalami penurunan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2024, rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hanya mencapai 10,07%. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan tax ratio tahun 2023 yang tercatat sebesar 10,31% PDB.
Secara historis, rasio perpajakan Indonesia pernah mencapai 20% PDB pada dekade 1980-an. Namun, sejak saat itu, terjadi tren penurunan yang berlanjut hingga sekarang. Penurunan tersebut menggambarkan adanya penurunan kapasitas fiskal Indonesia, yang semakin terbatas dalam mendukung pembangunan dan berbagai program ekonomi.
Dalam dokumen Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 yang dirilis pada Jumat (28/2/2025), dinyatakan bahwa kondisi ini mencerminkan terbatasnya ruang fiskal Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan, khususnya dalam upaya keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap) dan menuju status negara maju.
“Ruang fiskal Indonesia saat ini relatif terbatas di tengah upaya Indonesia untuk keluar dari middle income trap dan menjadi negara maju. Hal tersebut tercermin dari indikator penerimaan perpajakan Indonesia yang terus menurun secara historis,” tulis dokumen tersebut.
Dibandingkan dengan negara-negara lain, rasio perpajakan Indonesia tergolong rendah. Pada 2023, Indonesia hanya mencapai rasio penerimaan perpajakan sebesar 10,3 persen PDB, jauh tertinggal dari negara-negara maju seperti Inggris (27,3%), dan bahkan negara-negara berkembang seperti Meksiko (14,3%), Brasil (14,2%), dan Kanada (14,0%). Di kawasan ASEAN, Indonesia juga tertinggal jauh, bahkan dibandingkan dengan negara seperti Kamboja, Vietnam, Filipina, Thailand, Singapura, Laos, Malaysia, dan Timor Leste.
Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan negara melalui kebijakan fiskal yang lebih kuat menjadi salah satu syarat utama untuk keluar dari middle income trap. Sebagai contoh, Korea Selatan berhasil melompat ke kategori negara maju pada 1995 dengan rasio penerimaan negara sebesar 17,6% PDB. Chile juga berhasil mencapai status negara maju setelah rasio penerimaan negara mereka mencapai 20,6% PDB pada 2013.
Sementara itu, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam hal pendanaan pembangunan. Berdasarkan RPJMN 2025-2029, kebutuhan investasi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7-6,0% per tahun diperkirakan mencapai Rp35.212,4 triliun hingga Rp35.455,6 triliun. Namun, pemerintah hanya mampu menyumbang 8,4-10,1% dari total investasi yang dibutuhkan. Sebagian besar diharapkan berasal dari masyarakat dan sektor swasta, serta badan usaha milik negara (BUMN) yang berkontribusi 8,5-8,8%.
Selain itu, defisit anggaran negara yang tercatat selama periode 2020-2024 mencapai Rp3.192 triliun, atau sekitar Rp638 triliun per tahun, semakin mempersempit ruang fiskal Indonesia. Dengan tax ratio yang terus menurun, tantangan pendanaan pembangunan semakin membesar.
“Tantangan tersebut juga tampak pada kondisi defisit yang mencapai Rp3.192 triliun selama periode tahun 2020-2024,” ujar dokumen tersebut.
Secara keseluruhan, kondisi fiskal Indonesia menghadapi berbagai tantangan besar yang memerlukan reformasi perpajakan dan peningkatan kapasitas fiskal agar dapat mendukung upaya Indonesia untuk tumbuh menjadi negara maju. (alf)