Pemerintah Fokus Berantas Shadow Economy Demi Kejar Target Pajak 2026

IKPI, Jakarta: Pemerintah menegaskan komitmennya memperkuat penegakan hukum dan reformasi administrasi perpajakan guna menekan aktivitas ekonomi bayangan (shadow economy) yang selama ini menggerus potensi penerimaan negara. Langkah tersebut menjadi bagian dari strategi untuk mencapai target penerimaan pajak 2026 yang ditetapkan tumbuh 13,5 persen.

Dalam Nota Keuangan RAPBN 2026, pemerintah mencatat setidaknya terdapat empat sektor yang memiliki tingkat shadow economy cukup tinggi. Keempat sektor tersebut meliputi perdagangan eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, serta perikanan. Otoritas fiskal berkomitmen memperketat pengawasan terhadap sektor-sektor tersebut karena dinilai rawan praktik ekonomi ilegal yang kerap lolos dari sistem perpajakan formal.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa shadow economy masih menjadi tantangan besar dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Aktivitas ilegal ini, menurutnya, tidak hanya mengurangi penerimaan, tetapi juga menimbulkan ketidakadilan bagi pelaku usaha yang taat pajak.

“Untuk shadow economy, sebetulnya di dalam perekonomian kita, kita akan terus melakukan compliance enforcement plan baik untuk sektor formal maupun informal,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 di Jakarta, Jumat (15/8/2026).

Sejalan dengan itu, pemerintah juga menyiapkan reformasi administrasi perpajakan berbasis digital, mulai dari integrasi data transaksi hingga pemanfaatan teknologi data analytics untuk mempersempit ruang gerak aktivitas ekonomi ilegal.

Kebijakan ini diharapkan mampu mengoptimalkan penerimaan negara, sekaligus menciptakan level playing field yang adil bagi seluruh pelaku usaha. Dengan target penerimaan pajak 2026 sebesar Rp2.576 triliun, strategi pemberantasan shadow economy dipandang sebagai langkah krusial dalam menjaga keberlanjutan fiskal dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan. (alf)

 

 

 

 

 

en_US