Target Penerimaan Pajak 2025 Berat, Pemerintah Diminta Lakukan Perbaikan

IKPI, Jakarta: Target penerimaan pajak tahun 2025 yang ditetapkan sebesar Rp2.189,3 triliun diperkirakan sulit dicapai, mengingat berbagai tantangan yang dihadapi. Meski demikian, ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Rijadh Djatu Winardi, mengajak masyarakat dan para pengamat ekonomi untuk tetap optimis.

Menurut Rijadh, pemerintah telah menyiapkan berbagai strategi guna mencapai target penerimaan pajak, antara lain dengan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak, serta perbaikan administrasi perpajakan. “Penting bagi kita semua untuk mendukung pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak. Dengan penerimaan yang kuat, pemerintah dapat menjalankan program pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya baru-baru ini.

Namun, ia menyoroti beberapa faktor yang dapat menghambat penerimaan pajak di awal tahun 2025. Salah satunya adalah implementasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau Core Tax Administration System (Coretax). Meskipun Coretax bertujuan memperbaiki tax gap dan manajemen basis data perpajakan, sistem ini masih menghadapi berbagai kendala sejak diluncurkan.

Rijadh menilai, kapasitas dan arsitektur sistem Coretax belum siap untuk menangani skalabilitas tinggi, sehingga rentan mengalami gangguan saat volume data melonjak. “Infrastruktur server yang digunakan nampaknya belum dioptimalkan untuk menangani pemrosesan data dalam jumlah besar serta kompleksitas transaksi perpajakan,” jelasnya.

Sebagai perbandingan, ia menyebut MyTax Portal Inland Revenue Authority of Singapore (MyTax IRAS) yang telah digunakan sejak 2007 tanpa kendala berarti. “Skala pengguna antara Indonesia dan Singapura memang berbeda, sehingga perlu perbaikan agar Coretax bisa lebih stabil dan informatif seperti MyTax IRAS,” tambahnya.

Selain itu, Rijadh juga mengkhawatirkan dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap inflasi dan daya beli masyarakat menengah ke bawah. Namun, ia melihat bahwa penerapan Tarif Efektif Rata-Rata (TER) untuk penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) 21 dapat memberikan kemudahan dalam perhitungan pajak karyawan serta meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Meskipun saat ini terlalu dini untuk menilai dampak penurunan penerimaan pajak terhadap perekonomian nasional, Rijadh memperingatkan bahwa kegagalan mencapai target pajak bisa berdampak serius. “Konsekuensinya bisa berupa penurunan belanja pemerintah, defisit anggaran yang melebar, meningkatnya rasio utang, perlambatan pertumbuhan ekonomi, menurunnya daya beli masyarakat, hingga ketidakstabilan ekonomi negara,” tuturnya.

Sebagai solusi, Rijadh mengusulkan beberapa sumber penerimaan pajak alternatif. Pertama, pajak kekayaan yang dikenakan pada nilai aset seseorang, yang di beberapa negara diterapkan dengan tarif di bawah 3,5%. Kedua, pajak produksi batu bara berdasarkan volume produksi. Ketiga, windfall tax atau pajak atas keuntungan tidak terduga yang diperoleh perusahaan akibat lonjakan harga komoditas, seperti yang diterapkan Inggris pada perusahaan minyak dan gas sebesar 25% pada 2022.

“Tentu semua alternatif ini memerlukan kajian mendalam, kecermatan kebijakan, dan political will yang kuat,” ujarnya. (alf)

en_US