Mahasiswa S3 UNPAD Apresiasi Ketum IKPI di Webinar “Pemahaman Konsep TER”

IKPI, Jakarta: Peserta webinar dari Program Studi S3 Ilmu Akuntansi Universitas Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung memberikan apresiasi kepada Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan, atas partisipasinya sebagai narasumber Webinar bertema “Pemahaman Konsep Tarif Efektif Rata-rata (TER)” dalam perspektif wajib pajak dan konsultan pajak, Sabtu (15/6/2024) pagi.

Pasalnya, apresiasi tersebut diberikan atas materi dan penyampaian Ruston yang dinilai jelas, lugas, berisi, serta mudah dipahami peserta.

“Setuju Pak Ruston. Penjelasan mengenai PPh 21 luar biasa dan mudah dipahami. Top,” kata Yulia, dalam komentarnya melalui kolom komentar Zoom Meeting.

Apresiasi serupa juga disampaikan Muzdalifah dan Credo. Pada kolom komentarnya mereka menuliskan kata “Mantap Pematerinya”. Komentar itu disampaikan saat Ruston memberikan paparan mengenai penerapan TER atas pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.

Dalam paparannya Ruston mengatakan, pemberlakuan TER adalah memberikan kemudahan dan kesederhanaan bagi Wajib Pajak pemotong (pemberi kerja) dalam melakukan penghitungan atas pemotongan PPh Pasal 21. Pada dasarnya ketentuan baru pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi menerapkan 2 (dua) jenis tarif yaitu tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a UU PPh dan Tarif Efektif.

Terhadap siapa dan atas penghasilan apa dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a UU PPh dan siapa serta dalam hal apa dipotong dengan Tarif Efektif Rata-rata ( TER) telah diatur dalam PP dan PMK yang terbit akhir Desember 2023 dan berlaku mulai 1 Januari 2024. Ruston menegaskan bahwa Penerapan TER bukan merupakan opsional. Misalnya terhadap Pegawai Tetap, Masa Januari sd November, pemberi kerja wajib menerapkan TER, sedangkan perhitungan PPh Pasal 21 Masa Desember dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung PPh Pasal 21 terhutang dalam setahun dengan tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a UU PPh atas akumulasi penghasilan bruto satu tahun dengan memperhitungkan pengurang yaitu biaya jabatan, iuran pensiun uang dibayar pegawai, zakat (jika ada) dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Selisih antara PPh Pasal 21 terhutang setahun dengan akumulasi PPh Pasal 21 yang telah dipotong dengan TER sebelumnya untuk Masa Januari sd November merupakan PPh Pasal 21 yang dipotong untuk Masa Desember. Namun demikian, terdapat juga kemungkinan posisi Lebih Bayar pada Masa Desember terutama jika selama Masa Januari – November, pegawai tetap memperoleh THR, bonus dan semacamnya dimana pada saat menerima dipotong dengan TER yang lebih tinggi dari bulan-bulan dimana pegawai tidak menerima extra penghasilan selain gaji.

Dikatakan Ruston, TER bukanlah jenis pajak baru dan tentunya tidak menambah beban pajak pegawai karena tidak terdapat perbedaan atas besarnya PPh terhutang dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya, sebab pada akhirnya secara akumulasi setahun PPh Terhutang dihitung dengan tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a UU PPh. Perbedaannya hanya dari sisi cara menghitung pemotongan PPh Pasal 21 setiap bulannya. Beban PPh terhutang oleh pegawai tetap mengikuti konsep ability to pay yang dicerminkan oleh besanyar Penghasilan Kena Pajak. Semakin besar penghasilan seseorang, maka semakin besar pula pajak yang akan dibayarnya. Pemotongan PPh Pasal 21 yang lebih besar pada saat memperoleh THR dan Bonus telah sesuai dengan salah atau asas perpajakan yang baik menurut Adam Smith, yaitu Convenience of Payment dimana seseorang membayar pajak pada saat yang nyaman yakni pada saat dia memperoleh penghasilan. Konsep ini dikenal juga dengan istilah Pay As You Earn (PAYE).

Penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 cukup sederhana. Yang pertama diperhatikan adalah besaran PTKP seorang pegawai sesuai statusnya pada awal tahun atau pada saat awal seseorang menjadi pegawai. Hal ini sangat mendasar untuk menentukan kategori TER A, TER B atau TER C. Setelah itu baru dilihat jumlah penghasilan bruto setiap bulannya untuk melihat tarif yang mana yang akan diterapkan. Tarifnya sendiri disajikan dalam persentase pada tabel yang sudah diatur dalam ketentuan untuk masing-masing kategori TER.

Selain itu kata Ruston, kebijakan ini juga memudahkan penerima penghasilan (pegawai) sebagai pihak yang dipotong untuk melakukan pengecekan kebenaran pemotongan PPh atas penghasilannya, sehingga dapat tercipta mekanisme check and balance.

Terakhir, sistem TER juga merupakan sistem administrasi perpajakan yang mampu melakukan validasi atas perhitungan wajib pajak. “Dengan demikian, akan terwujud sistem administrasi perpajakan yang efektif, dan akuntabel yang dapat mendorong terciptanya kepatuhan sukarela,” kata Ruston.  (bl)

 

 

 

 

 

 

 

 

en_US