Ketika SPT Lebih Bayar, Berkah atau Bencana?

Mengelola SPT lebih bayar memerlukan pemahaman yang tepat agar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. SPT merupakan Surat Pemberitahuan Tahunan bagi wajib pajak, di mana kelebihan pembayaran pajak yang tercatat dalam SPT ini disebut PPh Pasal 28A1 UU N0 6 tahun 2023.

Sebelum tahun 2008, SPT lebih bayar merupakan “aip” bagi Fiskus, sehingga wajib pajak sangat ketakutan jika statusnya lebih bayar. Padahal yang menjadi konsen adalah apakah SPT tersebut isinya benar, lengkap dan jelas sesuai amanat Pasal 3 UU KUP.  Kebanyakan wajib pajak menyatakan lebih bayar ketika diperiksa “babak belur” bahkan dari lebih bayar menjadi kurang bayar. Lantas bagaimana menyikapinya? apakah aman jika dibuat kurang bayar?

Apa itu status lebih bayar?

Lebih bayar umumnya merupakan kondisi dimana PPh yang dipotong oleh pihak lain lebih besar dari perhitungan PPh terutang. Hal ini kebanyakan terjadi wajib pajak dibidang distributor terutama elektronik, dan dealer kendaraan bermotor. Mengapa demikian? wajib pajak-wajib pajak ini sering menerima penghasilan berupa price protection, penghargaan dan hadiah, dimana atas penghasilan tersebut PPh nya dipotong sebesar 15%.

Apa persiapan wajib pajak jika lebih bayar tidak bisa dihindari?

Dalam mengisi SPT Tahunan tetap berpedoman pada pengisian SPT harus benar lengkap dan jelas (pasal 3 UU KUP), langkah nya adalah wajib pajak harus mereview kembali apa yang membuat lebih bayar, pastikan laporan keuangan disusun sesuai dengan keadaan sebenarnya, lakukan tax review sebelum melaporkan SPT tersebut. Karena apa, wajib pajak yang menyatakan lebih bayar secara otomatis minta “diperiksa”.

Apakah boleh lebih bayar dibuat kurang bayar?

Sebenarnya hal ini merupakan pandangan “lama” dimana dulu SPT lebih bayar adalah “aip”, bahkan saat itu fiskus tidak jarang mengarahkan wajib pajak menjadi lebih bayar. Kembali lagi prinsip Self Assessment System lebih menitikberatkan kepada kemandirian wajib pajak.  Artinya, penentuan besar kecilnya pajak terutang yang harus dibayarkan dilakukan secara mandiri oleh wajib pajak. Namun jangan lupa Dalam mengisi SPT Tahunan.

_______________

  1. Pasal 28 A UU N0 6 Tahun 2023
  2. https://artikel.pajakku.com/mengenal-spt-kuranglebih-bayar diunduh 24 Maret 2025
  3. https://pajak.go.id/id/artikel/asas-dan-tiga-sistem-pemungutan-pajak-indonesia

tetap berpedoman pada Pengisian SPT harus benar lengkap dan jelas (pasal 3 UU KUP).

Apakah kondisi lebih bayar wajib pajak akan diperiksa?

Berdasarkan UU Pajak Penghasilan Pasal 28A, PPh lebih bayar terjadi apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya. Selain itu, wajib pajak juga dapat memilih untuk mengkompensasikannya dengan utang pajak tahun berikutnya.

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk mengadakan pemeriksaan sebelum dilakukan pengambilan atau perhitungan kelebihan pajak. Maksud pemeriksaan ini untuk memastikan bahwa uang yang akan dibayar kembali kepada Wajib Pajak sebagai restitusi itu adalah benar merupakan hak wajib pajak.

Tujuan dari proses pemeriksaan ini adalah untuk memastikan bahwa uang pajak yang akan dibayar kembali kepada wajib pajak sebagai restitusi itu adalah benar merupakan hak wajib pajak.

Kriteria wajib pajak yang akan diperiksa

Berdasarkan PMK Nomor 15 Tahun 2025, berikut adalah beberapa kategori wajib pajak yang akan diperiksa DJP:

  • Wajib pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan
  • Pembayaran pajak (restitusi), sesuai Pasal 17B Undang-Undang
  • Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
  •  Wajib pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan atau masa yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan restitusi.
  •  Wajib pajak yang melaporkan rugi dalam SPT tahunannya.
  •  Wajib pajak yang telah mendapatkan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
  •  Wajib pajak yang melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan.
  •  Wajib pajak yang melakukan penilaian kembali aktiva tetap.
  •  Wajib pajak yang mengalami penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia secara permanen.

________________

https://ikpi.or.id/ini-kriteria-wajib-pajak-yang-diperiksa-berdasarkan-pmk-15-2025/

  •  Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang tidak melakukan penyerahan barang/jasa kena pajak tetapi mengajukan pengembalian pajak masukan.
  •  Wajib pajak yang dipilih untuk diperiksa berdasarkan risiko kepatuhan pajak.
  •  Pihak lain yang tidak melaksanakan kewajiban pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 32A ayat (1) UU KUP.
  •  Terdapat data konkret yang menunjukkan pajak terutang tidak atau kurang dibayar.
  •  Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT Objek Pajak meskipun telah ditegur secara tertulis.
  •  Terdapat indikasi bahwa jumlah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang lebih besar dari yang dilaporkan dalam SPT Objek Pajak berdasarkan hasil analisis dan penilaian lapangan.

Dari paparan diatas penulis mengajak wajib pajak bersikap hati-hati apabila kondisi SPT Tahunan lebih bayar, selanjutnya pada akhirnya wajib pajak yang harus memilih apakah berani menyatakan lebih bayar atau tidak?

Penulis: Ketua Departemen Bantuan Hukum dan Advokasi, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)

Andreas Budiman

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

en_US