Kepala Grup Tax BCA Singgung Maraknya Penghindar Pajak yang Nikmati Fasilitas Negara

IKPI, Jakarta: Kepala Grup Tax PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Yuandri Martua Philip, menyampaikan kritik tajam terhadap rendahnya kepatuhan pajak di Indonesia. Ia mengibaratkan sistem perpajakan seperti sebuah teko penerimaan negara hanya akan penuh apabila “diisi” dengan wajib pajak yang taat, sekaligus tidak “bocor” karena praktik penghindaran pajak.

“Bayangkan kalau di dunia ini ada 100 orang, hanya 11 yang benar-benar membayar pajak. Sisanya, 89 orang, menikmati fasilitas yang dibangun dari pajak, tetapi tidak ikut menanggung beban. Ini kondisi yang tidak adil,” ujarnya dalam Seminar Perpajakan di Perbanas Institute, Selasa (16/9/2025).

Yuandri, yang juga tercatat sebagai anggota tetap dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mengungkapkan ada dua hal mendasar yang harus dikejar pemerintah. Pertama, menutup celah kebocoran pajak, terutama praktik profit shifting oleh perusahaan multinasional yang memindahkan keuntungan ke luar negeri. Ia menilai penerapan Global Minimum Tax 15 persen melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 136 menjadi salah satu senjata penting.

Kedua, memperluas basis data wajib pajak, agar pemerintah tidak hanya tahu siapa “11 orang” yang sudah bayar, tetapi juga bisa mengidentifikasi “nomor 12 sampai 100” yang belum tersentuh.

“Kalau hanya fokus pada yang sudah membayar, penerimaan pajak tidak akan pernah optimal. Data base yang lebih luas sangat penting. Pasca tax amnesty 2017, perbankan diwajibkan melaporkan saldo rekening setiap April, termasuk laporan cross border untuk rekening warga negara asing. Itu semua memperkaya basis data, dan harus dimanfaatkan maksimal oleh DJP,” jelas Yuandri.

Ia menegaskan bahwa meningkatkan penerimaan pajak bukan semata-mata soal menciptakan jenis pajak baru atau menaikkan tarif. Justru yang lebih mendesak adalah memastikan seluruh potensi ekonomi tercatat dalam sistem perpajakan. “Kalau semua sektor terdata dengan benar, yang nomor 12 sampai 100 itu bisa ikut menanggung beban, sehingga tidak hanya segelintir orang saja yang menopang negara,” katanya.

Ia juga menyinggung soal rasa keadilan. “Kalau 11 orang saja yang bayar, sementara yang lain tidak, itu ibarat segelintir orang memikul beban untuk 100 orang. Yang membayar jadi terbebani, sementara yang lain enak-enak saja. Itu sebabnya perlu ada reformasi basis pajak yang serius,” tandasnya.(bl)

en_US