IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menunjukkan ketegasan dalam mengawasi kepatuhan pajak platform digital. Marketplace yang lalai menjalankan kewajiban sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 kini terancam bukan hanya sanksi administratif, tapi juga pemutusan akses secara teknis.
Ketentuan ini ditegaskan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2025, yang memberi DJP wewenang mencabut penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh 22, baik atas permintaan platform itu sendiri maupun secara jabatan apabila tak lagi memenuhi syarat.
Namun, sikap DJP lebih tegas terhadap platform yang tetap ditunjuk tetapi tidak menjalankan kewajibannya. Setelah proses teguran sesuai regulasi, DJP dapat mengenakan sanksi administratif hingga pemutusan akses terhadap platform tersebut.
“Pihak yang tidak memenuhi ketentuan dalam peraturan perpajakan dapat dikenai sanksi berupa pemutusan akses setelah diberi teguran,” bunyi aturan dalam Diktum KETIGA beleid tersebut.
Langkah ini menjadi peringatan keras bagi seluruh pelaku usaha digital, baik lokal seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, maupun global seperti Amazon dan Alibaba. Selama platform memenuhi kriteria tertentu salah satunya memiliki omzet di atas Rp600 juta per tahun maka mereka wajib menjalankan tugas sebagai pemungut PPh Pasal 22.
Penunjukan ini bukan status permanen. Jika trafik atau omzet turun di bawah batas yang ditetapkan, DJP dapat mengakhiri penunjukan tersebut. Namun jika kewajiban tetap diabaikan selama masa penunjukan, konsekuensinya bisa fatal.
Langkah ini sekaligus menunjukkan transformasi DJP dalam menyikapi dinamika ekonomi digital yang terus berkembang, serta upaya untuk menciptakan level playing field yang adil antara pelaku bisnis konvensional dan digital. (alf)