IKPI, Jakarta: Ancaman penegakan hukum yang dilontarkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) beberapa waktu lalu bukan isapan jempol belaka. Kini, pengusaha asal Bali ditangkap dan diserahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Badung dengan ancaman penjara.
Pengusaha berinisial KT tersebut merupakan penanggung jawab pada CV RJ, bergerak dalam bidang usaha penyewaan alat konstruksi.
Diduga kuat telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yaitu dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN); dan/atau dengan sengaja menyampaikan SPT Masa PPN dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; dan/atau dengan sengaja tidak menyetorkan PPN yang telah dipotong atau dipungut pada kurun waktu 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Maret 2016.
KT secara langsung melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c, d, dan i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP).
“Akibat tindakan yang dilakukan oleh Tersangka ini menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sekurang-kurangnya Rp1.092.730.070,00” ungkap Pelaksana Harian (Plh.) Kepala Kanwil DJP Bali I Made Artawan dalam siaran persnya, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (13/2/2023).
KT terancam pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Namun demikian, untuk kepentingan penerimaan negara sesuai Pasal 44B (1) UU KUP, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan. Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud di atas hanya dilakukan apabila KT melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
“Dalam melakukan penanganan perkara pidana pajak, pihak Direktorat Jenderal Pajak selalu mengedepankan asas ultimum remedium yakni hukum pidana akan dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum,” jelasnya.
Sebelumnya Kanwil DJP Bali melalui KPP Pratama Badung Selatan telah menyampaikan himbauan pada KT terkait pelaporan kewajiban perpajakannya. Kemudian eskalasi berlanjut ke proses pemeriksaan bukti permulaan (penyelidikan), KT juga telah diberikan hak untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (3) UU KUP, namun sampai dengan dilakukan proses penyidikan serta pelaksanaan penyerahan tersangka dan barang bukti (P-22) KT tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar.
“Saya mengharapkan dengan adanya proses penegakan hukum ini dapat menimbulkan efek gentar (deterrent effect) terhadap Wajib Pajak lainnya agar senantiasa melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya. (bl)