IKPI, Jakarta: Kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% bagi barang mewah yang akan diterapkan mulai tahun 2025 dikritisi mantan Dirjen Pajak periode 2001-2006 Hadi Poernomo. Menurutnya, langkah ini bukanlah solusi yang tepat untuk meningkatkan rasio pajak Indonesia yang masih rendah.
Anggota Kehormatan dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) ini mengungkapkan bahwa menaikkan tarif PPN justru bisa menjadi jalan terakhir untuk mendongkrak penerimaan negara. Sebaliknya, ia menilai tarif PPN seharusnya tetap dipertahankan pada 10%.
“Idealnya, rasio pajak seharusnya meningkat seiring dengan penurunan tarif pajak, bukan sebaliknya,” ujar pria yang akrab di sapa Pung seperti dikutip dari podcast Cuap-Cuap Cuan yang disiarkan oleh CNBC Indonesia, Jumat (13/12/2024).
Menurut Pung, solusi yang lebih efektif untuk meningkatkan rasio pajak adalah dengan memperbaiki sistem kepatuhan pajak. Salah satu cara yang disarankan adalah dengan memperkuat pengawasan atau monitoring terhadap pembayaran pajak secara mandiri oleh Wajib Pajak (WP) melalui sistem self-assessment.
Dalam sistem ini, setiap transaksi keuangan dan non-keuangan WP harus dilaporkan secara transparan, sehingga dapat mengurangi potensi kebocoran pajak dan praktek korupsi yang sering terjadi. “Sistem ini bagaikan CCTV bagi penerimaan negara,” kata Pung.
Dengan adanya transparansi, lanjutnya, petugas pajak tidak akan semena-mena dalam menjalankan tugasnya, dan WP pun diharapkan lebih patuh dalam melaporkan kewajiban pajaknya. Melalui penerapan sistem digitalisasi yang lebih ketat, data transaksi keuangan, rekening bank, hingga transaksi luar negeri dapat terhubung langsung dengan sistem pajak.
Pemerintah Indonesia menurut Pung, sudah memiliki dasar hukum yang kuat untuk menerapkan sistem ini, yaitu Undang-Undang (UU) No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan Perpu Nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Bahkan, ia menambahkan, lembaga jasa keuangan dan perbankan wajib menyampaikan data transaksi kepada otoritas pajak secara otomatis.
Dengan demikian, Pung meyakini bahwa sistem pengawasan pajak yang lebih transparan dan digital dapat meningkatkan kepatuhan WP, yang pada gilirannya dapat mendongkrak penerimaan pajak.
Ia optimistis bahwa target rasio pajak Indonesia yang sebesar 16% yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto bisa tercapai dalam beberapa tahun ke depan. “Monitoring self-assessment bisa meningkatkan rasio pajak antara 1-2%, yang setara dengan Rp 250 triliun hingga Rp 500 triliun,” ujarnya.
Dengan demikian, Pung meyakini, meskipun kebijakan peningkatan tarif PPN dapat memberikan tambahan penerimaan pajak dalam jangka pendek, pendekatan yang lebih berkelanjutan melalui peningkatan kepatuhan pajak dan transparansi sistem perpajakan diharapkan bisa menjadi kunci utama dalam mengoptimalkan rasio pajak Indonesia di masa depan. (alf)