Ini Tarif PPh Transaksi Emas Bullion Sesuai PMK 51/2025 dan Cara Penghitungannya!

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51 Tahun 2025 menetapkan ketentuan baru mengenai pajak penghasilan (PPh) atas transaksi emas bullion. Aturan yang berlaku sejak 1 Agustus 2025 ini menetapkan bahwa tarif PPh Pasal 22 dikenakan sebesar 0,25% dari nilai jual emas.

Pemungutan PPh 22 ini berlaku pada transaksi yang dilakukan oleh:

• Lembaga Jasa Keuangan (LJK) bullion saat membeli emas batangan, kecuali jika nilai transaksinya tidak lebih dari Rp10 juta.

• Pedagang perhiasan atau pabrikan emas batangan yang menjual ke pihak selain konsumen akhir, wajib pajak dengan PPh final, atau wajib pajak yang memiliki surat keterangan bebas (SKB) PPh Pasal 22.

Pemerintah menegaskan bahwa konsumen akhir tidak dipungut PPh Pasal 22 atas pembelian emas. Namun, pembelian emas perhiasan oleh konsumen tetap dikenakan PPN 1,65% dari harga jual sesuai ketentuan di PMK 52/2025.

Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap regulasi pajak emas menjadi lebih sederhana, adil, dan transparan, sekaligus memperkuat penerimaan negara dari sektor perdagangan emas.

Cara Hitung Pajak Emas

Pemerintah juga memberikan contoh perhitungan agar lebih mudah dipahami.

• Emas batangan (pabrikan): jika sebuah perusahaan menjual emas senilai Rp180 juta, maka PPh 22 sebesar 0,25% atau Rp450 ribu wajib dipungut dan disetorkan ke negara.

• Emas perhiasan (pedagang): penjualan ke konsumen senilai Rp75 juta akan dikenakan PPN 1,65%, sehingga total pembayaran menjadi Rp76,237 juta. (alf)

 

Misbakhun Dorong PPN 10% untuk Jaga Daya Beli Rakyat

IKPI, Jakarta: Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengusulkan agar tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diturunkan dari 11% menjadi 10%. Menurutnya, kebijakan fiskal tersebut akan menjadi langkah nyata pemerintah dalam meringankan beban masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah.

“Presiden Prabowo Subianto ingin wong cilik podho gemuyu, rakyat kecil bisa tersenyum. Semangat itu sederhana tetapi sarat makna. Maka harus ada kebijakan yang betul-betul terasa bagi masyarakat,” kata Misbakhun saat berbincang di sebuah kedai kopi kawasan Senayan, Minggu (31/8/2025).

Politisi Golkar yang juga Ketua Umum DEPINAS SOKSI itu menegaskan, konsumsi masyarakat harus tetap terjaga agar daya beli tidak melemah. Karena itu, DPR siap mendorong berbagai kebijakan fiskal yang bisa mempertahankan kekuatan belanja rakyat.

Tidak hanya soal tarif umum PPN, Misbakhun bahkan menyarankan agar beberapa produk turunan pertanian yang kini terkena pajak diberikan tarif lebih rendah, yakni 8%. Menurutnya, hal itu akan mendukung hilirisasi dan industrialisasi sektor pertanian yang tengah digencarkan pemerintah.

“Kalau produk turunan pertanian diberikan tarif lebih rendah, dampaknya akan positif bagi hilirisasi. Memang penerimaan negara bisa tertekan, tapi manfaat jangka panjang bagi sektor riil jauh lebih besar,” ujarnya.

Meski begitu, Misbakhun menilai penurunan PPN dari 11% ke 10% tidak akan menggerus penerimaan secara drastis. Ia yakin, berkurangnya tarif dapat tertutup oleh peningkatan volume transaksi ekonomi.

“Dengan tarif PPN yang lebih rendah, konsumsi masyarakat akan terdorong. Permintaan barang meningkat, dan sektor riil pun akan lebih produktif,” tutupnya. (alf)

 

Afrika Selatan Bidik Orang Kaya dan Influencer untuk Perluas Basis Pajak

IKPI, Jakarta: Afrika Selatan (Afsel) tengah menyiapkan strategi baru dalam memperkuat pendapatan negara melalui sektor perpajakan. Badan Pendapatan Afrika Selatan (South African Revenue Service/SARS) mengumumkan rencana memperluas cakupan pajak bagi individu superkaya sekaligus membidik kalangan influencer yang selama ini dinilai belum maksimal dalam kontribusi pajaknya.

Pajak Kekayaan untuk Individu Tajir

SARS mengungkap tengah memantau warga dengan aset minimal 75 juta rand atau sekitar Rp69,4 miliar. Kelompok ini akan masuk dalam kategori High Wealth Individual (HWI), yang nantinya dikenakan skema pajak khusus.

Langkah ini sejalan dengan upaya Menteri Keuangan Afsel, Enoch Godongwana, yang hingga tiga kali merevisi anggaran negara tahun ini. Ia bahkan menanggalkan wacana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPn) setelah menuai penolakan luas.

Menurut laporan New World Wealth, Afsel masih menjadi rumah bagi lebih dari 37.400 individu dengan kekayaan di atas 1 juta dolar AS (Rp16,3 miliar). Sementara, Knight Frank mencatat setidaknya ada 5.000 orang dengan kekayaan lebih dari 10 juta dolar AS (Rp163 miliar).

Influencer Masuk Radar Pajak

Tak hanya menyasar orang superkaya, otoritas pajak Afsel juga menyoroti kalangan influencer yang mendapatkan penghasilan dari media sosial.

“Influencer memperoleh pendapatan dari konten dan jumlah pengikut, sehingga pada dasarnya mereka adalah pelaku usaha digital yang wajib bayar pajak,” ujar Mohau Lebese, Manager Accountant on Point, dikutip dari Business Tech.

Ia menekankan pentingnya edukasi pajak bagi influencer, sebab mayoritas dari mereka belum memahami kewajiban perpajakan dengan baik.

Meski terus berupaya meningkatkan penerimaan, Afsel menghadapi dilema lain: eksodus orang kaya. Laporan Africa Wealth Report 2025 menyebutkan, dalam 10 tahun terakhir ribuan jutawan meninggalkan negara itu. Populasi orang kaya diperkirakan anjlok hingga 65 persen dalam dekade mendatang.

Meski begitu, Afsel masih menempati posisi puncak di benua Afrika dengan 41.100 jutawan, 112 centi-millionaire (memiliki aset lebih dari 100 juta dolar AS), dan 8 miliarder.

Fenomena hengkangnya orang kaya diyakini akibat keresahan terhadap kondisi politik, tingginya angka kriminalitas, lemahnya layanan pendidikan dan kesehatan, serta instabilitas ekonomi.

Dengan kondisi demikian, ekspansi pajak bagi individu kaya raya dan influencer menjadi salah satu opsi realistis bagi pemerintah Afsel untuk menjaga penerimaan negara. Namun, kebijakan ini juga berisiko menambah arus keluar kalangan tajir bila tidak diimbangi perbaikan iklim investasi dan keamanan domestik. (alf)

 

 

KPK Setor PNBP Rp403 Miliar dari Penindakan Korupsi Semester I-2025

IKPI, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke kas negara mencapai Rp403,02 miliar sepanjang Januari–Juni 2025. Capaian ini bersumber dari penanganan tindak pidana korupsi (TPK), tindak pidana pencucian uang (TPPU), hingga pelaporan gratifikasi.

Ketua KPK Setyo Budianto menegaskan bahwa kontribusi tersebut merupakan bukti nyata dukungan lembaganya terhadap upaya pemerintah dalam memperkuat penerimaan negara. Ia menilai transparansi dalam penyetoran PNBP penting untuk memastikan akuntabilitas sekaligus menjadi indikator kinerja yang dapat dipantau publik.

“PNBP yang dihimpun KPK mencerminkan kinerja konkret pemberantasan korupsi. Tidak hanya dari penanganan perkara, tapi juga dari pencegahan dan pengelolaan aset yang terintegrasi,” ujar Setyo dalam Konferensi Pers Kinerja Semester I-2025 KPK di Gedung Merah Putih, Minggu (31/8/2025).

Dari total Rp403,02 miliar tersebut, perinciannya meliputi uang rampasan TPK dan TPPU sebesar Rp70,13 miliar, uang pengganti Rp253,41 miliar, denda Rp9,44 miliar, hasil lelang barang rampasan Rp61,36 miliar, gratifikasi Rp1,59 miliar, serta penerimaan lain Rp7,09 miliar.

Selain itu, KPK mencatat total asset recovery atau pemulihan keuangan negara mencapai Rp452,88 miliar. Angka tersebut terdiri dari PNBP Rp402,61 miliar dan realisasi hibah atau penetapan status penggunaan (PSP) sebesar Rp50,26 miliar.

“Efektivitas asset recovery tidak hanya diukur dari seberapa besar nilai yang dikembalikan, tetapi juga dari strategi penelusuran dan penyitaan aset yang dijalankan secara proaktif,” tambah Setyo.

Dari sisi penindakan, KPK menangani 186 perkara TPK pada semester pertama 2025. Rinciannya meliputi 31 penyelidikan, 43 penyidikan, 46 penuntutan, 31 perkara inkracht, dan 35 eksekusi.

Lembaga antirasuah ini juga melaksanakan dua operasi tangkap tangan (OTT) di sektor strategis, yakni dugaan suap proyek Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu serta dugaan korupsi pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara dan Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional Wilayah I Sumut.

Tidak hanya menjerat pelaku, KPK turut menyita berbagai aset bernilai tinggi. Antara lain 13 kendaraan dari kasus dugaan TPK pengurusan Tenaga Kerja Asing di Kementerian Tenaga Kerja, 26 kendaraan dari dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank Jabar Banten (BJB), serta 11 kendaraan dan uang tunai Rp56 miliar dari perkara dugaan gratifikasi eks Bupati Kutai Kartanegara. (alf)

 

Jangan Salah! Ini Saat Bea Meterai Harus Dibayar Menurut UU

IKPI, Jakarta: Tidak semua dokumen bisa digunakan begitu saja tanpa kewajiban fiskal. Undang-Undang Bea Meterai menegaskan, setiap dokumen yang termasuk objek bea meterai wajib dilunasi pada saat terutang. Pasal 8 UU Bea Meterai menyebutkan, kewajiban ini dapat timbul pada lima momentum berbeda, mulai dari ketika dokumen ditandatangani hingga saat digunakan di Indonesia.

Pertama, dokumen dibubuhi tanda tangan. Pada tahap ini, begitu dokumen seperti surat perjanjian, akta notaris beserta salinannya, atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah selesai dibuat dan ditandatangani, bea meterai harus segera dilunasi.

Kedua, dokumen selesai dibuat. Ketentuan ini berlaku bagi dokumen yang tidak memerlukan tanda tangan, misalnya surat berharga berupa saham, obligasi, cek, wesel, hingga dokumen transaksi surat berharga. Tanggal atau tanda pembuatan dokumen menjadi dasar penentuan saat terutang bea meterai.

Ketiga, dokumen diserahkan. Apabila surat keterangan, pernyataan, dokumen lelang, atau dokumen yang menyatakan jumlah uang lebih dari Rp5 juta diserahkan kepada pihak yang berkepentingan, maka pada saat itu pula bea meterai terutang.

Keempat, dokumen diajukan ke pengadilan. Dalam praktik, tidak jarang dokumen baru ditempeli meterai ketika digunakan sebagai alat bukti di persidangan. Hal ini dikenal sebagai pemeteraian kemudian, berlaku bagi dokumen yang bea meterainya belum lunas maupun dokumen yang awalnya tidak termasuk objek bea meterai.

Kelima, dokumen digunakan di Indonesia. Bagi dokumen yang dibuat di luar negeri, kewajiban bea meterai muncul ketika dokumen tersebut difungsikan di Indonesia. Misalnya, perjanjian utang piutang yang dibuat di luar negeri akan terutang bea meterai saat dijadikan dasar penagihan, pembukuan, atau lampiran laporan di Indonesia.

Dengan ketentuan ini, pemerintah menegaskan bahwa kewajiban bea meterai tidak hanya berlaku pada dokumen tertentu, tetapi juga pada momen spesifik penggunaannya. Kepatuhan menjadi penting agar dokumen sah secara hukum dan memiliki kekuatan pembuktian yang utuh. (alf)

 

 

JK Ingatkan Aksi Massa Jangan Rusak Fasilitas Publik: Semua Dibiayai dari Pajak Rakyat

IKPI, Jakarta: Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), menyampaikan keprihatinannya atas gelombang aksi massa yang meluas di berbagai daerah dalam beberapa hari terakhir. Ia menyesalkan banyaknya fasilitas publik yang rusak akibat demonstrasi, padahal seluruhnya dibangun menggunakan uang rakyat dari pajak.

“Kita prihatin dengan situasi ini. Saya juga sedih melihat perkembangan satu-dua hari ini. Banyak perusakan fasilitas masyarakat yang tentu merugikan kita semua,” ujar JK, Sabtu (30/8/2025).

Menurut JK, aspirasi masyarakat memang wajar disuarakan, tetapi perusakan justru menambah kerugian karena fasilitas publik dibiayai dari pajak yang dikumpulkan pemerintah.

“Demonya didengar presiden dan pemerintah, tapi jangan kita menambah masalah dengan merusak negara yang semuanya dibayar dengan pajak oleh kita semua,” tegasnya.

Pajak Rakyat Jadi Taruhan

JK mengingatkan bahwa setiap kerusakan fasilitas publik akan menambah beban keuangan negara. Perbaikan infrastruktur yang hancur dalam aksi massa pada akhirnya juga akan menggunakan dana dari APBN dan APBD yang bersumber dari pajak rakyat.

“Kalau kita rusak sendiri, yang rugi ya masyarakat lagi. Karena nanti uang pajak yang seharusnya untuk program lain, terpaksa dipakai untuk memperbaiki kerusakan,” kata JK.

Dorong Pemerintah Lebih Efisien

Meski begitu, JK juga menilai pemerintah perlu segera mengambil langkah efisien untuk menjawab keresahan publik. Ia mendorong Presiden Prabowo Subianto melakukan koreksi internal, terutama pada sikap pejabat publik yang dinilai memicu ketidakpuasan masyarakat.

“Pemerintah juga harus bertindak efisien. Karena koreksi masyarakat itu menyangkut perilaku pejabat, perilaku DPR yang tidak sesuai dengan masyarakat itu harus dikoreksi,” ujarnya.

Tekanan Publik pada DPR

Gelombang aksi awalnya dipicu penolakan terhadap tunjangan rumah anggota DPR RI sebesar Rp50 juta per bulan. Polemik tersebut membuat enam fraksi di DPR menyatakan siap meninjau ulang fasilitas dan tunjangan anggota dewan.

Namun, situasi kian memanas setelah Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, meninggal akibat terlindas kendaraan taktis Brimob saat terjadi kericuhan. Protes pun meluas ke berbagai kota besar, mulai Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, hingga Yogyakarta.

JK menekankan agar masyarakat tetap menjaga ketertiban, sementara pemerintah segera memberi jawaban konkret. “Kita tidak boleh memperluas masalah. Presiden pasti melihat situasi ini dan akan mengambil langkah tegas,” pungkasnya. (alf)

 

Pengadilan Banding AS Nyatakan Tarif Trump Ilegal

IKPI, Jakarta: Pengadilan Banding Amerika Serikat (AS) menyatakan sebagian besar tarif dagang global yang diberlakukan Presiden Donald Trump tidak sah secara hukum. Meski demikian, tarif tersebut tetap berlaku sementara waktu, memberi peluang bagi Trump untuk melanjutkan gugatan hingga ke Mahkamah Agung.

Dalam putusan yang dibacakan Jumat (29/8/2025), Pengadilan Banding untuk Sirkuit Federal menilai Trump telah melampaui kewenangan Undang-undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA). Menurut pengadilan, aturan itu memang memberi presiden wewenang luas dalam menghadapi keadaan darurat nasional, tetapi tidak mencakup hak untuk mengenakan tarif atau pungutan serupa.

Putusan ini memperkuat vonis pengadilan tingkat lebih rendah yang lebih dulu menyatakan kebijakan tarif Trump tidak sah. Jika kelak Mahkamah Agung menolak banding Trump, maka perusahaan-perusahaan diperkirakan akan menuntut ganti rugi atas kerugian akibat tarif tersebut.

Trump langsung bereaksi keras. Melalui akun Truth Social, ia menuding pengadilan banding bersikap “sangat partisan” dan keliru dalam menjatuhkan putusan. “SEMUA TARIF MASIH BERLAKU! Jika tarif ini dihapus, itu akan menjadi bencana besar bagi negara ini,” tulis Trump.

Sejak kembali ke Gedung Putih pada Januari lalu, Trump menetapkan tarif dasar 10 persen untuk hampir semua mitra dagang AS, dengan tarif lebih tinggi bagi sejumlah negara. Ia beralasan kebijakan itu diperlukan untuk melindungi produsen dan petani Amerika dari praktik perdagangan yang tidak adil.

Meski demikian, keputusan pengadilan banding memberi tekanan besar terhadap strategi dagang Trump. Selain mengancam keberlanjutan kesepakatan perdagangan dengan mitra utama seperti Uni Eropa, langkah hukum berikutnya di Mahkamah Agung akan sangat menentukan nasib kebijakan tarif tersebut. (alf)

 

 

 

 

IKPI Kota Malang Gelar Brevet Pajak di Universitas Brawijaya, Diikuti 83 Peserta

IKPI, Malang: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Kota Malang resmi membuka program Brevet Pajak yang bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Brawijaya (UB). Pelatihan dimulai pada Sabtu (24/8/2025) dengan diikuti 83 peserta yang terdiri dari mahasiswa maupun masyarakat umum.

Ketua IKPI Cabang Kota Malang, Dr. Ahmad Dahlan, SH, MSA, Ak, CA, BKP menegaskan bahwa program ini dirancang untuk mencetak sumber daya manusia yang memahami praktik perpajakan secara komprehensif.

“Brevet ini bukan hanya menambah pengetahuan akademis, tetapi juga membekali peserta dengan keterampilan praktis yang sangat dibutuhkan dunia kerja maupun profesi konsultan pajak,” ujarnya.

Diungkapkannya, kegiatan brevet tersebut terbagi ke dalam dua kelas dan akan berlangsung rutin setiap akhir pekan, Sabtu dan Minggu, sejak Agustus hingga Oktober 2025.

“Pada hari pertama, kegiatan dibuka langsung oleh Ketua Program Studi S1 Perpajakan FIA UB, Prof. Dr. Drs. Kadarisman Hidayat, M.Si, didampingi Sekretaris Prodi, Dr. Mirza Maulinarhadi Ranatarisza,SE., MSA., Ak., CA.” kata Dahlan, Minggu (31/8/2025).

Selain itu, turut hadir Dr. Jeni Susyanti, SE, MM, BKP, CBV selaku Koordinator Bidang Pendidikan dan Pengembangan PPL IKPI Malang. Kehadiran para akademisi dan praktisi ini diharapkan dapat memperkuat sinergi antara dunia pendidikan dengan kebutuhan profesional perpajakan di lapangan.

Menurut Dahlan, keberadaan brevet pajak menjadi salah satu cara IKPI berkontribusi dalam meningkatkan kualitas SDM di bidang perpajakan, khususnya di Malang dan sekitarnya.

“Kami berharap peserta bisa memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya untuk menguasai aspek teknis maupun regulasi perpajakan yang terus berkembang,” ujarnya.

Sementara itu, Prof. Dr. Drs. Kadarisman Hidayat, menyatakan akan dilakukan brevet dua kali persemester bagi mahasiswa dan umum (baik untuk sosial humaniora maupun non sosial humaniora).

“Untuk sosial tidak harus berasal dari prodi perpajakan saja namun dapat diikuti oleh prodi lainnya. Serta kedepan brevet juga akan dilakukan secara online,” ujarnya. (bl)

Kepala Kanwil Jabar III Beri Piagam Wajib Pajak untuk IKPI Depok 

IKPI, Depok: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Depok menerima Piagam Wajib Pajak (Taxpayers’ Charter) dalam Forum Konsultasi Publik 2025. Penghargaan diberikan langsung Kepala Kanwil DJP Jawa Barat III, Romadhaniah, di KPP Pratama Depok Cimanggis bersama KPP Depok Sawangan, Jumat (22/8/2025).

Ketua IKPI Cabang Depok, Hendra Damanik, menyampaikan apresiasi atas penghargaan tersebut. Ia menegaskan bahwa piagam ini menjadi pengingat penting bagi konsultan pajak untuk memastikan hak dan kewajiban wajib pajak terlaksana sesuai ketentuan hukum.

Acara ini dihadiri perwakilan 21 wajib pajak, instansi pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan asosiasi profesi. Dari unsur pemerintah, hadir di antaranya Brimob, Badan Keuangan Daerah Depok, dan Dinas PUPR. Tax Center Universitas Gunadarma juga turut berpartisipasi.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Depok)

Kepala Kanwil DJP Jawa Barat III, Romadhaniah, membuka kegiatan dan menjelaskan bahwa Piagam Wajib Pajak merupakan rangkuman hak dan kewajiban wajib pajak sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 dan undang-undang perpajakan.

Ia menekankan piagam ini sebagai komitmen DJP untuk membangun hubungan yang transparan, setara, dan berintegritas dengan wajib pajak.

Forum juga dimanfaatkan DJP untuk menyampaikan arah kebijakan perpajakan nasional, termasuk penguatan pengawasan, peningkatan kualitas pemeriksaan, serta optimalisasi pelayanan digital melalui Coretax Administration System.

Piagam Wajib Pajak yang berisi delapan hak dan delapan kewajiban utama wajib pajak diharapkan mampu memperkuat paradigma cooperative compliance, yaitu kepatuhan yang lahir dari kesadaran dan kepercayaan antara wajib pajak dan otoritas pajak. (bl)

 

 

 

Penerimaan Pajak Digital Tembus Rp40 Triliun hingga Juli 2025

IKPI, Jakarta: Kontribusi sektor ekonomi digital terhadap penerimaan negara kian menunjukkan tren positif. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak dari aktivitas digital mencapai Rp40,02 triliun hingga 31 Juli 2025.

Angka tersebut berasal dari beberapa pos, yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp31,06 triliun, pajak atas aset kripto Rp1,55 triliun, pajak fintech (peer to peer lending) Rp3,88 triliun, serta pajak yang dipungut pihak lain melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (Pajak SIPP) sebesar Rp3,53 triliun.

Dari total penerimaan tersebut, PPN PMSE menjadi penyumbang terbesar. Hingga saat ini, pemerintah telah menunjuk 223 perusahaan sebagai pemungut PPN PMSE. Tercatat ada tiga penunjukan baru, yaitu Scalable Hosting Solutions OÜ, Express Technologies Limited, dan Finelo Limited, sementara tiga perusahaan lainnya dicabut statusnya sebagai pemungut, yakni Evernote GmbH, To The New Singapore Pte. Ltd., dan Epic Games Entertainment International GmbH.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, mengungkapkan dari 223 pemungut yang ditetapkan, sebanyak 201 di antaranya sudah aktif melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE dengan total Rp31,06 triliun. Angka ini terus meningkat dari tahun ke tahun.

“Penerimaan PPN PMSE sejak pertama kali diberlakukan terus tumbuh. Pada 2020 tercatat Rp731,4 miliar, naik menjadi Rp3,90 triliun di 2021, Rp5,51 triliun di 2022, Rp6,76 triliun di 2023, Rp8,44 triliun di 2024, dan Rp5,72 triliun hanya sampai Juli 2025,” jelas Rosmauli dalam keterangan resminya, Kamis (28/8/2025).

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kontribusi pajak dari sektor digital tidak hanya memperkuat ruang fiskal negara, tetapi juga menciptakan level playing field yang adil antara pelaku usaha konvensional dan digital.

“Penerapan pajak digital ini bukanlah pajak baru, melainkan penyempurnaan mekanisme pemungutan agar lebih praktis dan efisien bagi pelaku usaha,” pungkas Rosmauli. (alf)

 

 

 

 

en_US