Barcelona Manfaatkan Pajak Pariwisata untuk Atasi Dampak Perubahan Iklim dan Tantangan Overtourism

IKPI, Jakarta: Barcelona, salah satu destinasi wisata terpopuler di Eropa, kini menghadapi tantangan serius akibat overtourism. Pada musim panas tahun lalu, penduduk setempat menggelar protes terhadap dampak negatif pariwisata yang berlebihan. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah kota berencana memanfaatkan pajak pariwisata guna mendukung berbagai inisiatif lingkungan dan memperbaiki infrastruktur publik.

Sebagai rumah bagi 1,6 juta penduduk, Barcelona menyambut jutaan turis setiap tahun, yang tertarik dengan arsitektur ikonis, budaya semarak, dan pesona Mediterania. Namun, lonjakan jumlah wisatawan memicu sejumlah persoalan, seperti kekurangan perumahan, kenaikan harga kebutuhan, dan tekanan besar pada infrastruktur publik, terutama selama musim panas yang ekstrem akibat perubahan iklim.

Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah Barcelona mengalokasikan pendapatan dari pajak pariwisata untuk mendanai proyek-proyek berkelanjutan. Wakil Walikota Laia Bonet menjelaskan bahwa pajak ini dipungut dari wisatawan yang menginap di hotel atau apartemen wisata. “Penggunaan pajak pariwisata sangat penting agar kota kita dapat menerima pariwisata secara berkelanjutan,” ujar Bonet seperti dikutip dari CBS News.

Dana tersebut digunakan untuk berbagai program, termasuk:

1.Meningkatkan infrastruktur publik, seperti menambahkan sistem pendingin udara di sekolah-sekolah umum.

2. Menanam pohon dan memperluas ruang hijau, untuk mengurangi efek pulau panas perkotaan.

3. Memasang panel surya di gedung publik, guna mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

4. Mengembangkan sistem penangkapan air hujan, untuk menghadapi kekeringan yang berkepanjangan.

Langkah ini menunjukkan komitmen Barcelona dalam menangani dampak perubahan iklim sekaligus meningkatkan kualitas hidup warganya.

Meskipun pemerintah melihat langkah ini sebagai solusi, tidak semua pihak setuju. Aktivis antipariwisata Agnes Rodriguez menilai kebijakan ini keliru. “Pemerintah seharusnya melakukan ini tanpa bergantung pada pariwisata. Ini adalah masalah kesehatan masyarakat,” ujarnya.

Menurut Rodriguez, warga Barcelona harus menjadi prioritas utama, bukan wisatawan. “Kami bukan taman hiburan. Kami ingin tetap menjadi kota yang layak huni bagi penduduknya,” tegasnya.

Masa Depan Pariwisata di Barcelona

Kebijakan ini menunjukkan upaya Barcelona dalam mencari keseimbangan antara menjaga daya tarik wisata dan melindungi lingkungan serta kesejahteraan penduduk. Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam memastikan keberlanjutan langkah-langkah ini tanpa mengorbankan kebutuhan warga lokal.

Dengan berbagai langkah inovatif ini, Barcelona mungkin dapat menjadi model bagi kota-kota lain yang menghadapi tantangan serupa akibat overtourism. (alf)

Setoran Pajak Crazy Rich Indonesia Baru 1,54% dari Total Penerimaan, Pemerintah Diminta Lakukan Optimalisasi

IKPI, Jakarta: Setoran pajak penghasilan (PPh) dari kelompok super kaya atau crazy rich Indonesia hingga Agustus 2024 masih terbilang minim. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, kelompok ini hanya menyumbang Rp 18,5 triliun ke kas negara.

Angka tersebut berasal dari 11.268 Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang membayar pajak dengan lapisan tarif tertinggi sebesar 35%. Jika dibandingkan dengan total penerimaan pajak yang mencapai Rp 1.196,54 triliun pada periode yang sama, kontribusi mereka hanya sekitar 1,54%.

Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto, menilai bahwa potensi pajak dari kelompok super kaya ini sebenarnya masih sangat besar. “Peningkatan penerimaan pajak dari individu super kaya dapat dilakukan melalui penguatan dan optimalisasi kebijakan eksisting,” ujarnya kepada media baru-baru ini.

Wahyu menyarankan pengenaan pajak atas pemberian fasilitas perusahaan untuk para pejabat serta memperkuat pengawasan melalui Automatic Exchange of Information (AEoI) dengan akses data perbankan. Untuk jangka panjang, pemerintah juga diusulkan untuk mempertimbangkan kebijakan baru seperti pajak atas warisan dan pajak atas kekayaan (wealth tax).

Ia juga menekankan pentingnya menggunakan indikator lain, seperti kepemilikan aset, untuk mengukur kepatuhan pajak kelompok super kaya. “Kepemilikan aset juga bisa menunjukkan seberapa besar penghasilan mereka,” kata Wahyu.

Dengan adanya langkah-langkah strategis ini, diharapkan penerimaan pajak dari kalangan crazy rich dapat lebih optimal, sejalan dengan potensi besar yang mereka miliki. (alf)

Pengusaha Apresiasi Penerapan Coretax, Tetapi Perlu Sosialisasi dan Persiapan Matang

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sanny Iskandar, menyampaikan pandangannya terkait penerapan sistem administrasi perpajakan digital terbaru (Coretax) yang dirancang oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Meskipun mengapresiasi langkah DJP dalam memulai penerapan sistem ini, Sanny menilai ada beberapa tantangan yang harus segera ditangani, terutama dalam hal sosialisasi dan persiapan.

“Menurut saya, DJP memulai ini sudah cukup baik, tetapi persiapan dan sosialisasinya harus lebih ditekankan,” ujar Sanny saat ditemui di Jakarta, Selasa (14/1/2025).

Sanny menyoroti masih adanya banyak pertanyaan yang belum terjawab dari para pengusaha, terutama terkait prosedur penerbitan faktur dan aspek lain dalam sistem perpajakan. Ketidakpastian ini menimbulkan keraguan di kalangan wajib pajak.

“Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab mengenai penerbitan faktur dan lain-lain. Ini menjadi pekerjaan rumah yang harus segera ditangani, khususnya oleh Kementerian Keuangan,” jelasnya.

Ia juga menekankan bahwa keberhasilan Coretax tidak hanya bergantung pada perangkat keras dan perangkat lunak, tetapi juga pada infrastruktur pendukung lainnya, seperti kesiapan petugas pajak dan pelatihan dalam digitalisasi. Menurutnya, dukungan Kementerian Keuangan sangat penting untuk memastikan kelancaran implementasi sistem ini.

“Coretax adalah sistem terpadu yang bagus untuk memperluas basis wajib pajak. Namun, pemerintah perlu memastikan infrastruktur, baik hardware, software, maupun petugasnya, siap mendukung digitalisasi ini,” tambah Sanny.

Meski begitu, Sanny mengapresiasi komunikasi yang dilakukan DJP dengan para pengusaha. Dirjen Pajak Suryo Utomo sebelumnya telah melakukan dialog langsung dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk mendapatkan masukan terkait Coretax.

“Pak Dirjen baru saja bertemu dengan Apindo, membahas banyak hal terkait perpajakan secara menyeluruh. Ini langkah yang baik, tetapi tetap ada hal-hal yang perlu diperbaiki,” ujarnya.

Layanan Coretax dan Kendala Awal

Sebagai informasi, Coretax resmi diperkenalkan DJP pada 1 Januari 2025. Sistem ini bertujuan untuk memudahkan wajib pajak dalam berbagai layanan, termasuk registrasi, pembayaran, hingga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT). Meski demikian, implementasi awal sistem ini sempat terkendala downtime pada Sabtu (11/1/2025), yang memicu keluhan dari beberapa pengguna. DJP segera melakukan perbaikan untuk mengatasi masalah tersebut.

Dengan potensi besar yang dimiliki Coretax, Sanny berharap sistem ini dapat membawa perubahan positif bagi sistem perpajakan Indonesia, asalkan tantangan dalam implementasinya segera diatasi. (alf)

Kementerian UMKM Siapkan Rp 20 Triliun untuk KUR Peralatan Produksi

IKPI, Jakarta: Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tengah menyiapkan kebijakan strategis untuk mendukung ketahanan pangan nasional melalui pembiayaan penyediaan peralatan produksi. Salah satu langkah yang diambil adalah mengalokasikan dana sebesar Rp 20 triliun untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus peralatan produksi.

Menteri UMKM Maman Abdurrahman menyatakan bahwa upaya ini bertujuan untuk memastikan keberlangsungan dan peningkatan kontribusi UMKM dalam mendukung ketahanan pangan. “Kami sedang menyiapkan Peraturan Menteri (Permen) untuk mengalokasikan Rp 20 triliun khusus untuk penyaluran KUR peralatan produksi,” ujar Maman di Jakarta, Selasa (14/1/2025).

Program ini dirancang untuk membantu petani, peternak, dan pelaku UMKM di sektor perikanan mendapatkan akses peralatan usaha dengan plafon pinjaman hingga Rp 2 miliar. Pembiayaan ini akan disalurkan melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dengan bunga rendah sebesar 4 persen, khusus untuk pembiayaan UMKM non-KUR.

“Dukungan ini juga mencakup Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk memperluas akses pembiayaan di tingkat desa,” kata Maman.

Saat ini, dari 46 lembaga penyalur KUR, sebanyak 75% penyaluran dilakukan oleh Bank Himbara. Untuk memperluas jangkauan ke UMKM di daerah, Kementerian UMKM juga berencana melibatkan Bank Pembangunan Daerah (BPD) dalam proses penyaluran.

“Ini adalah langkah afirmatif untuk memastikan UMKM di seluruh pelosok tanah air mendapatkan akses pembiayaan yang adil dan merata,” ujarnya.

Langkah ini diharapkan dapat menjadi pendorong bagi UMKM untuk lebih produktif dan mendukung ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan. (alf)

Kemendag Minta Kelonggaran PPN untuk Menurunkan Harga Minyakita

IKPI, Jakarta: Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan bahwa salah satu tantangan utama dalam menurunkan harga Minyakita adalah kewajiban pungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus dibayar oleh produsen sebelum akhirnya dibebankan kepada konsumen. Kewajiban ini, yang diatur dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 2009, memberi beban tambahan pada perusahaan minyak goreng, yang berimbas pada biaya distribusi dan harga jual produk di pasar.

Menurut Staf Ahli Bidang Manajemen dan Tata Kelola Kemendag Iqbal Sofwan, pihaknya telah mengajukan permohonan kepada Kementerian Keuangan pada Senin (6/1/2025) untuk meminta kelonggaran terkait kewajiban PPN bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan. Permohonan ini diharapkan dapat memperlancar distribusi Minyakita dan menekan biaya tambahan yang menyebabkan harga Minyakita di pasaran terus meroket.

“Jika Kementerian Keuangan menyetujui, rantai distribusi akan lebih pendek, volume distribusi dapat ditingkatkan, dan harga Minyakita bisa kembali sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET),” kata Iqbal kepada media di kantornya, Senin (13/1/2025). Saat ini, Kemendag masih menunggu tanggapan dari Kementerian Keuangan atas surat tersebut.

Sekadar informasi, harga Minyakita sendiri mengalami kenaikan signifikan, meskipun pada Agustus 2024 pemerintah sempat menaikkan HET Minyakita dari Rp 14.000 menjadi Rp 15.700 per liter. Namun, data terbaru Kemendag menunjukkan bahwa harga rata-rata nasional Minyakita per Senin (13/1/2025) telah mencapai Rp 17.400 per liter, jauh melampaui HET yang ditetapkan. Kenaikan harga ini, menurut Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag Rusmin Amin, disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah panjangnya rantai distribusi.

Rusmin menjelaskan, harga Minyakita di tingkat distributor utama (D1 dan D2) masih sesuai dengan HET, namun harga melonjak setelah melewati pengecer dan grosir, terutama akibat praktik penjualan kembali yang terjadi sebelum minyak sampai ke konsumen akhir. Selain itu, lonjakan permintaan menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru juga turut memperburuk keadaan. Banyak konsumen yang beralih dari minyak goreng premium ke Minyakita, sehingga permintaan meningkat tajam.

“Terjadi semacam migrasi konsumen, yang memicu kenaikan harga,” kata Rusmin.

Meski harga Minyakita terus mengalami kenaikan, Rusmin menegaskan bahwa stok Minyakita tetap tersedia secara nasional. Ia juga memastikan bahwa minyak goreng kemasan premium dan minyak curah masih mudah diakses oleh masyarakat. “Dari sisi produksi maupun stok, sebenarnya tidak ada masalah,” ujarnya.

Kemendag terus berupaya untuk memastikan ketersediaan stok Minyakita sepanjang tahun dan berkoordinasi dengan produsen untuk menjaga kestabilan pasokan. Pemerintah juga akan terus memantau rantai distribusi untuk memastikan bahwa harga minyak goreng tetap terjangkau dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.

Kemendag berharap agar kelonggaran terkait PPN dapat diterima untuk mempercepat perbaikan situasi harga dan distribusi Minyakita yang kian membebani konsumen. (alf)

Airlangga Hartarto Bantah Pemerintah Bahas Tax Amnesty Jilid III

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membantah adanya pembahasan mengenai program tax amnesty atau pengampunan pajak jilid III. Dalam pernyataannya setelah acara Business Competitiveness Outlook 2025 di Raffles Hotel, Jakarta Selatan, Airlangga menyebut hingga saat ini belum ada rapat atau pembicaraan terkait hal tersebut.

“Belum, belum (belum ada pembahasan dan rapat tax amnesty jilid III),” ujar Airlangga singkat pada Senin (13/1/2025).

Pernyataan ini bertolak belakang dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan, yang sebelumnya mengungkapkan bahwa pemerintah tengah merumuskan program tax amnesty jilid III. Bahkan, Budi menyebut Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan sebagai pihak yang terlibat dalam pembahasannya.

“Tax amnesty sedang dirumuskan. Kita tahu ada tax amnesty 1 dan 2. Ke depan, ini salah satu mekanisme yang sedang disiapkan untuk memberi ruang sebagaimana disampaikan bapak presiden, bagi mereka yang ingin mengembalikan kekayaan mereka, baik di dalam maupun luar negeri, melalui mekanisme tax amnesty,” ujar Budi.

Isu tax amnesty jilid III mencuat setelah pemerintah dan DPR RI sepakat memasukkan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2025.

Sejarah Pelaksanaan Tax Amnesty

Program pengampunan pajak bukan hal baru. Pada 2016-2017, pemerintah melaksanakan tax amnesty pertama dengan tujuan menarik pengungkapan aset wajib pajak yang belum dilaporkan. Program ini berhasil menarik 956.793 wajib pajak, dengan total harta yang diungkap mencapai Rp4.854,63 triliun. Negara berhasil mengumpulkan uang tebusan sebesar Rp114,02 triliun, atau 69 persen dari target Rp165 triliun.

Kemudian, pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022, pemerintah menggelar Program Pengungkapan Sukarela (PPS), yang dianggap sebagai kelanjutan dari tax amnesty. Program ini diikuti oleh 247.918 wajib pajak, dengan total harta yang diungkap sebesar Rp594,82 triliun, dan menghasilkan penerimaan pajak penghasilan (PPh) sebesar Rp60,01 triliun.

Hingga kini, polemik terkait rencana tax amnesty jilid III masih terus bergulir. Pemerintah diharapkan segera memberikan kejelasan agar tidak menimbulkan spekulasi di kalangan masyarakat dan pelaku usaha. (alf)

Sebanyak 1,67 Juta Faktur Pajak Berhasil Diterbitkan di Sistem Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaporkan pencapaian terbaru dalam implementasi sistem Coretax. Hingga Senin (13/1/2025) pukul 10.00 WIB, sebanyak 1.674.963 faktur pajak telah berhasil diterbitkan melalui sistem ini, dengan 670.424 faktur di antaranya telah divalidasi atau disetujui.

Selain itu, 167.389 wajib pajak telah mendapatkan sertifikat digital atau elektronik untuk menandatangani faktur pajak. Sebanyak 53.200 wajib pajak juga tercatat telah berhasil membuat faktur pajak.

Melalui keterangan tertulisnya yang diterima Selasa (14/1/2025) DJP menyampaikan bahwa sejumlah perbaikan telah dilakukan untuk meningkatkan aksesibilitas dan keandalan sistem. Perbaikan mencakup proses pendaftaran seperti pengiriman kode OTP, pendaftaran NPWP bagi WNI maupun WNA, serta pembaruan profil wajib pajak, termasuk data penanggung jawab perusahaan.

Untuk layanan pelaporan SPT, DJP juga memperbaiki pengelolaan faktur pajak berbentuk file *.xml. Selain itu, proses penandatanganan faktur menggunakan Kode Otorisasi DJP atau sertifikat elektronik telah ditingkatkan melalui sistem manajemen dokumen yang lebih optimal.

DJP menegaskan komitmennya untuk terus memperbaiki layanan agar wajib pajak dapat mengakses sistem Coretax tanpa hambatan. Bagi wajib pajak yang masih mengalami kendala, DJP menyediakan dukungan melalui laman resmi di www.pajak.go.id atau Kring Pajak 1500 200.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, menegaskan pihaknya akan memberikan pembaruan berkala terkait implementasi Coretax. “Kami mengucapkan terima kasih atas kerja sama dan kesabaran wajib pajak dalam mendukung pengembangan sistem informasi perpajakan yang lebih maju,” ujar Dwi. (alf)

Kendala Registrasi dan Pengajuan Banding di Aplikasi e-Tax Court? Ini Solusinya!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan, memberikan panduan mudah untuk mengatasi kendala yang sering dialami oleh wajib pajak saat menggunakan aplikasi e-Tax Court, baik pada tahap registrasi akun maupun pengajuan banding.

Kendala Registrasi Akun

Pada proses registrasi akun e-Tax Court, sistem secara otomatis memverifikasi data NPWP yang diinput untuk meminimalkan kesalahan. Namun, beberapa pengguna melaporkan pesan error seperti “data tidak ditemukan”, meskipun NPWP yang diinput sudah benar. Untuk mengatasinya, ikuti langkah berikut:

1. Masukkan kembali NPWP dengan format 15 digit yang benar, lalu klik tombol Periksa NPWP.

2. Jika error tetap muncul setelah tiga kali penginputan, sistem akan menampilkan notifikasi:

“NPWP yang Anda input tidak ditemukan di dalam database. Apakah Anda yakin akan melanjutkan dengan data ini?”

3. Klik Ya, lalu isi formulir registrasi secara manual dengan data yang benar, termasuk nama, alamat, dan email aktif. Setelah selesai, simpan data tersebut untuk melanjutkan proses.

Kendala Pengajuan Banding: Data Keputusan Keberatan Tidak Ditemukan

Masalah lain yang kerap dialami adalah ketika data keputusan keberatan tidak muncul saat penginputan Nomor Keputusan Keberatan pada pengajuan banding. Untuk mengatasinya:

1. Masukkan kembali Nomor Keputusan Keberatan dan klik Cari Keputusan Keberatan.

2. Jika error tetap terjadi setelah tiga kali penginputan, sistem akan otomatis menampilkan formulir manual untuk melengkapi data keputusan keberatan, seperti nomor dan tanggal keputusan, jenis pajak, hingga dokumen pendukung dalam format PDF.

Kementerian Keuangan memastikan langkah-langkah tersebut dirancang agar pengguna tetap dapat melanjutkan proses dengan nyaman meskipun ada kendala teknis. Wajib pajak hanya perlu memastikan pengisian data dilakukan dengan benar dan dokumen pendukung sesuai persyaratan.

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi setpp.kemenkeu.go.id. (alf)

Mengawali 2025, IKPI Pekanbaru Kunjungi Panti Jompo Embun Kehidupan Bangsa

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Pekanbaru kembali mengadakan kegiatan sosial. Kali ini, kegiatan itu dilakukan di Panti Jompo Embun Kehidupan Bangsa, pada Sabtu, (11/1/2025) yang terletak di Jalan Garuda II Pekanbaru.

Ketua IKPI Pekanbaru Rubialam S Pane mengatakan, kegiatan sosial ini telah menjadi agenda rutin bagi IKPI Pekanbaru, sebagai wujud rasa empati dan pengingat untuk selalu bersyukur serta berbagi dengan sesama.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Pekanbaru)

Ia mengungkapkan, panti jompo Embun Kehidupan Bangsa saat ini dihuni oleh 34 lansia, dengan penghuni tertua berusia 90 tahun. Mereka berasal dari berbagai latar belakang agama, suku, dan daerah, sehingga menjadikan panti ini sebagai tempat yang penuh keberagaman.

Sebagian besar penghuni panti mengalami kesulitan berjalan, dan beberapa di antaranya menderita stroke. Meskipun demikian, suasana haru dan kebahagiaan tetap terasa selama acara berlangsung.

“Kegiatan ini diisi dengan penampilan solois dari para lansia yang membawakan lagu-lagu kebangsaan seperti Indonesia Raya, lagu Mandarin, lagu Batak, hingga lagu Minang,” ujarnya.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Pekanbaru)

Menurut Rubi (sapaan akrab Rubialam) penampilan mereka memberikan momen haru bagi para anggota IKPI yang hadir, terutama ketika mendengar cerita dan menyaksikan ekspresi wajah polos para lansia.

Selain itu, IKPI Pekanbaru juga berkesempatan mengunjungi para penghuni yang tidak dapat bergabung karena kondisi kesehatan. Kehadiran mereka disambut dengan senyuman hangat dan tatapan teduh dari para lansia yang bersemangat menerima kunjungan ini.

Sebagai bagian dari kegiatan, IKPI memberikan berbagai bantuan kebutuhan panti, seperti handuk, kaos kaki, dan bahan makanan. Semua bantuan tersebut berasal dari sumbangan spontanitas para anggota, sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama.

(Foto: DOK. IKPI Cabang Pekanbaru)

Selanjutnya, acara ditutup dengan ucapan terima kasih dari kedua belah pihak, disertai pembacaan pantun oleh pemilik panti, yang menciptakan suasana akrab dan penuh kekeluargaan. Momen ini diakhiri dengan foto bersama sebagai kenang-kenangan.

Melalui aksi sosial ini, Rubi berharap dapat terus memberikan dampak positif bagi masyarakat, khususnya bagi mereka yang membutuhkan perhatian dan dukungan. (bl)

OJK Pantau Dampak PPN 12% dan Opsen Pajak Kendaraan terhadap Perusahaan Pembiayaan

IKPI, Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan komitmennya untuk terus memantau dan mengevaluasi dampak penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% dan opsen pajak kendaraan terhadap kinerja perusahaan pembiayaan.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman. “OJK akan terus melakukan monitoring dan mencermati dampak atas adanya PPN 12% dan opsen pajak kendaraan terhadap kinerja perusahaan pembiayaan,” ujar Agusman dalam keterangannya, Minggu (12/1/2025).

Industri otomotif, yang menyumbang sekitar 70% dari pangsa pasar perusahaan pembiayaan, disebut sebagai salah satu sektor yang paling terdampak. Penerapan PPN 12% dan opsen pajak kendaraan dikhawatirkan dapat memengaruhi daya beli masyarakat dan permintaan pembiayaan kendaraan. “Hampir 70% dari pangsa pasar perusahaan pembiayaan ditopang oleh pertumbuhan industri otomotif,” kata Agusman.

Meski demikian, OJK memastikan stabilitas sektor keuangan tetap menjadi prioritas utama. OJK juga akan mencermati implementasi kebijakan ini agar tidak mengganggu pertumbuhan industri otomotif maupun daya beli masyarakat.

Sebagai langkah antisipatif, OJK akan melakukan evaluasi menyeluruh terkait kebijakan tersebut. Evaluasi ini bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap konsumen dan pelaku industri, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Dengan upaya ini, ia berharap regulasi yang ada dapat menciptakan keseimbangan antara kepentingan penerimaan negara dan keberlanjutan sektor pembiayaan di Indonesia. (alf)

en_US