In Memoriam Ibu Jetty Binti Sayuti Saman

Teladan dalam Kesederhanaan dan Kasih Sayang

Atas nama pribadi dan sebagai Wakil Sekretaris Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), saya menyampaikan belasungkawa yang sedalam-dalamnya atas wafatnya Ibu Jetty binti Sayuti Saman, Wakil Ketua Umum IKPI 2024-2029.

Bagi saya, beliau bukan hanya pemimpin organisasi beliau adalah sahabat, bunda, sekaligus panutan dalam banyak hal. Sosok yang humble, yang tidak segan menyapa siapa pun terlebih dahulu, dan memiliki ingatan yang luar biasa kuat mengingat hal-hal kecil tentang orang-orang di sekelilingnya, bahkan hingga detik terakhir kami bersama.

Ibu Jetty adalah pribadi yang penuh keceriaan. Beliau suka bercanda, ringan bergaul, dan tidak mudah tersinggung, bahkan idak pernah merasa harus dihormati hanya karena posisi atau senioritas.

Bahkan, sering kali beliau justru menghidupkan suasana dengan canda gaya anak muda, membuat kami merasa dekat, nyaman, dan tidak canggung.

Saya ingat betul, beliau sangat menjaga puasa Senin dan Kamis. Dalam beberapa perjalanan dinas bersama, kami selalu berusaha mencarikan gorengan kesukaannya untuk takjil hal sederhana, tapi sangat berkesan, karena itu adalah bagian dari perhatian kecil kami kepada beliau yang begitu berarti.

Dalam momen-momen menginap bersama, saya belajar banyak dari sikap beliau. Karena tahu saya tidak tahan panas, beliau dengan sukarela menahan dingin, masuk lebih dalam ke dalam selimut, tanpa keluh. Keteladanan kecil yang mencerminkan kebesaran hati.

Dalam ibadah pun, beliau konsisten dan penuh disiplin. Selalu berusaha tepat waktu. Di dini hari, Ibu Jetty selalu bangun lebih dahulu untuk salat Subuh dan berdoa. Saya bahkan tidak perlu menyalakan alarm beliau yang akan membangunkan saya.

Kenangan terakhir saya bersamanya adalah saat mendampingi beliau dalam acara pelantikan Pengda DI Yogyakarta, yang ditutup dengan edukasi pelaporan tahunan konsultan. Saat itu kami satu mobil.

Dalam perjalanan itu, beliau berkata:

“Tetaplah lakukan yang terbaik untuk IKPI. Tidak semua yang baik akan diterima baik, tapi itulah risiko yang harus kita hadapi. Kamu anak baik, dan saya bangga sama kamu.”

Kata-kata itu akan selalu saya simpan dalam hati.

Saat itu juga, karena saya meminta beliau menyumbangkan suara, Ibu Jetty berkenan bernyanyi bersama Bapak Nuryadin, meski awalnya menolak namun karena permintaan dari banyak orang, beliau akhirnya berkenan untuk bernyanyi, seperti itu Beliau menghargai orang lain.

Sebuah kenangan yang kini menjadi harta tak ternilai.

Terima kasih Ibu atas semua ketulusan, cinta, keteladanan, dan kebersamaan yang telah Ibu bagikan kepada saya dan kami semua di Pengurus Pusat.

Selamat jalan, Bunda Jetty.

Doa kami selalu menyertai.

Dengan penuh cinta dan penghormatan,

Salam,

Wakil Sekretaris Umum IKPI, Novalina Magdalena

IKPI Padang Dorong Sinergi Profesi dan Akademisi Lewat Seminar dan MoU Strategis

IKPI, Padang: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Padang menunjukkan komitmen kuat dalam mendorong kolaborasi antara dunia profesi dan akademik. Hal ini ditunjukkan melalui partisipasi aktif dalam acara Halal Bihalal, Seminar Profesi, serta Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) yang diselenggarakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Wilayah Sumatera Barat bekerja sama dengan 17 perguruan tinggi se-Sumatera Barat. Acara ini berlangsung di Aula Kantor BPK RI Perwakilan Sumatera Barat, Jalan Khatib Sulaiman, Padang.

Kegiatan ini dihadiri berbagai unsur profesi, akademisi, dan mahasiswa, dengan tujuan mempererat hubungan sinergis antara dunia pendidikan dan profesi, khususnya di bidang akuntansi dan perpajakan. Salah satu sorotan utama dalam acara ini adalah sesi Seminar Profesi yang menghadirkan Osra David dari IKPI Cabang Padang sebagai narasumber.

Dalam paparannya berjudul “Konsultan Pajak: Peran Strategis dalam Sistem Perpajakan Nasional,” Osra menjelaskan secara komprehensif mengenai profesi konsultan pajak, mulai dari definisi, ruang lingkup kerja, persyaratan menjadi konsultan pajak, hingga tanggung jawab profesional dan fungsinya dalam sistem hukum perpajakan.

Ia juga menekankan pentingnya peran IKPI sebagai wadah profesional yang mendukung pengembangan kualitas konsultan pajak di Indonesia.

“Melalui forum seperti ini, kami ingin memberikan gambaran yang utuh kepada mahasiswa dan akademisi tentang bagaimana dunia perpajakan berjalan secara profesional, dan bagaimana mereka bisa berkontribusi ke dalamnya,” ujarnya.

Ketua IKPI Cabang Padang, Prakarsa Salim, juga menyampaikan pandangannya terkait peran strategis kegiatan ini. “Keterlibatan kami dalam kegiatan ini bukan hanya sebagai bentuk partisipasi, tetapi sebagai langkah nyata memperkuat fondasi pengetahuan dan pemahaman mahasiswa mengenai dunia perpajakan. Sinergi dengan perguruan tinggi adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan profesional pajak yang berintegritas dan adaptif terhadap dinamika global,” ujar Prakarsa, Jumat (25/4/2025).

Ia juga menambahkan bahwa IKPI terbuka untuk berperan aktif dalam kegiatan akademik seperti kuliah tamu, pelatihan, hingga magang mahasiswa, sebagai bagian dari kontribusi nyata terhadap peningkatan kapasitas SDM perpajakan Indonesia. (bl)

 

 

IKPI Sleman Gelar BIMTEK SPT, Dorong Wajib Pajak Lebih Paham dan Patuh di Era Digital

IKPI, Sleman: Dalam upaya meningkatkan kesadaran dan kepatuhan perpajakan, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Sleman menggelar Bimbingan Teknis (BIMTEK) tentang pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Acara ini diikuti oleh sekitar 60 peserta dari berbagai latar belakang, dengan harapan dapat memberikan pemahaman mendalam mengenai kewajiban perpajakan di era digital yang semakin kompleks.

Ketua IKPI Sleman, Hersona Bangun, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen IKPI dalam memperkuat edukasi pajak kepada masyarakat.

“Harapan utama kami adalah agar peserta BIMTEK dapat memahami dengan baik kewajiban perpajakan mereka, khususnya dalam hal pelaporan SPT. Kepatuhan pajak adalah kunci, dan kesalahan kecil bisa berujung pada sanksi yang merugikan,” ujarnya, Jumat (25/4/2025).

Lebih lanjut, Hersona menekankan pentingnya peran konsultan pajak dalam membantu wajib pajak badan menjalankan kewajiban mereka sesuai dengan regulasi terkini. “Konsultan pajak tidak hanya mengisi SPT, tetapi juga memberi arahan strategis dan teknis, serta membantu merencanakan pajak secara efisien,” jelasnya.

Di tengah gempuran digitalisasi, Hersona tak menampik bahwa tantangan perpajakan kian berat. “Transaksi elektronik yang masif dan sistem yang terus berubah menuntut kesiapan semua pihak. Adaptasi teknologi jadi kunci agar pelaporan tetap akurat dan tepat waktu,” tambahnya.

Untuk itu, IKPI Sleman berencana memperluas akses edukasi dengan memanfaatkan platform digital. “Kami ingin menjangkau lebih banyak peserta, terutama generasi muda, melalui pelatihan online yang interaktif dan mudah diakses.”

BIMTEK ini juga menjadi momentum untuk memperkuat sinergi antara konsultan pajak dan wajib pajak.

“Kolaborasi yang erat akan menghasilkan kepatuhan yang lebih baik dan mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan,” tegas Hersona.

Hersona berpesan kepada para peserta untuk tidak ragu belajar dan bertanya. “Pajak bukan sekadar kewajiban, tapi kontribusi nyata kita untuk negeri. Mari kita jalani dengan penuh tanggung jawab,” katanya.

Kegiatan ini dibuka oleh Ketua IKPI Sleman, Hersona Bangun. Serta hadir sebagai pemateri pada BIMTEK tersebut adalah: Arif Nurman Hakim, Muhammad Yudhika Elrifi, Erni Krisnawati, dan Agus Priyono. Kegiatan ini juga dimoderatori oleh Indah Citraningtyas. (bl)

Jakarta Serius Tagih Pajak! Surat Paksa Kini Dikirim Lewat Aplikasi

IKPI, Jakarta: Tak ada lagi ruang untuk sembunyi dari kewajiban pajak di Ibu Kota. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, lewat Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), kini memanfaatkan teknologi untuk menagih pajak dengan cara yang lebih cepat, transparan, dan tegas. Lewat fitur baru di aplikasi Pajak Daerah, penunggak kini bisa langsung menerima Surat Paksa bukan lewat pos, tapi secara elektronik!

Program ini diberi nama Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP), yang mulai aktif sejak Maret 2024 berdasarkan SK Kepala Bapenda No. 255 Tahun 2024. Tidak hanya lebih cepat, sistem ini memungkinkan seluruh proses tagih-menagih dari awal imbauan sampai tahap penyitaan dipantau secara real-time oleh pimpinan Bapenda. Tak ada celah untuk alasan “tidak tahu” lagi!

“Dengan digitalisasi, semua proses tercatat rapi dan bisa diawasi lintas divisi, mulai dari petugas UPPPD, kantor suku badan, hingga Juru Sita Pajak. Jadi lebih bersih dan profesional,” ujar pihak Bapenda dalam keterangan resminya, Kamis (24/4/2025).

Ada enam langkah dalam skema PPSP ini, mulai dari imbauan awal, pemasangan stiker penunggak, hingga pembacaan Surat Paksa dan penyitaan aset jika diperlukan. Hasilnya? Sejauh ini sudah 1.289 Surat Teguran yang diterbitkan dan lebih dari Rp384 miliar tunggakan berhasil dikumpulkan.

Tak hanya soal mengejar angka, sistem ini juga hadir membawa misi keadilan. Wajib Pajak yang taat jadi lebih dihargai, sementara yang menunggak mendapat perlakuan tegas dan setara. “Kami ingin ini jadi contoh nasional bahwa pajak bisa ditagih dengan cara modern, transparan, dan tetap berkeadilan,” tegas Bapenda.

Selain itu, literasi perpajakan pun jadi perhatian. Lewat pendekatan digital, Bapenda ingin masyarakat dan pelaku usaha makin paham hak dan kewajibannya. Dengan sistem yang tercatat secara otomatis, potensi manipulasi pun bisa ditekan. (alf)

 

Pemprov DKI Jakarta Pertimbangkan Hapus Pajak Progresif Kendaraan, Ini Alasannya

IKPI, Jakarta : Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah mempertimbangkan penghapusan pajak progresif kendaraan bermotor sebagai bagian dari upaya penertiban administrasi dan optimalisasi pelayanan Samsat. Wacana ini diungkapkan dalam pertemuan antara Pemprov DKI dengan pembinaan Samsat nasional, Kamis (24/4/2025), yang juga membahas berbagai kebijakan untuk meningkatkan kepatuhan pajak kendaraan bermotor.

Direktur Jenderal Keuangan Daerah, Agus Fatoni, menjelaskan bahwa penghapusan pajak progresif bertujuan untuk memastikan keakuratan data kepemilikan kendaraan. “Pajak progresif dalam rangka ketertiban, administrasi yang baik, kemudian penegakan hukum ini dipertimbangkan untuk dihapus sehingga pemilik kendaraan adalah benar-benar yang terdaftar,” ujarnya.

Saat ini, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024, tarif pajak kendaraan bermotor (PKB) bersifat progresif, dimulai dari 2% untuk kendaraan pertama hingga 6% untuk kendaraan kelima dan seterusnya.

Tarif ini dikenakan berdasarkan nama, NIK, dan/atau alamat yang sama, kecuali untuk kendaraan dengan jumlah roda berbeda, seperti satu motor dan satu mobil, yang dihitung sebagai kepemilikan pertama masing-masing.

Selain menghapus pajak progresif, Pemprov DKI juga menyiapkan kebijakan insentif bagi wajib pajak yang taat, sebagai bentuk apresiasi dan penerapan prinsip keadilan. “Insentif diberikan kepada yang benar-benar taat, tetapi tidak kepada yang melanggar,” tambah Agus. (alf)

 

 

SPT Tahunan Tembus 13 Juta, DJP Genjot Layanan Digital Lewat Coretax

IKPI, Jakarta: Antusiasme masyarakat untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan kian terasa. Hingga 24 April 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat lonjakan signifikan sebanyak 13,46 juta wajib pajak telah menunaikan kewajibannya untuk tahun pajak 2024.

Dari jumlah itu, 12,89 juta merupakan wajib pajak orang pribadi dan 569 ribu sisanya adalah badan usaha. Data ini mencerminkan kesadaran pajak yang makin tumbuh di kalangan masyarakat.

Di balik peningkatan ini, DJP terus bergerak memperkuat infrastruktur digital melalui sistem Coretax. Perbaikan dan pembaruan sistem terus digencarkan demi menjamin kelancaran pelaporan serta pembayaran pajak secara daring.

“Direktorat Jenderal Pajak terus melakukan perbaikan dan memastikan kelancaran pada sistem Coretax DJP,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, Jumat (25/4/2025).

Menurutnya, hal ini dilakukan dalam rangka memberikan pelayanan terbaik kepada wajib pajak agar mereka bisa membayar dan melaporkan pajak dengan lebih mudah.

Dwi juga menambahkan bahwa DJP aktif memberikan update seputar implementasi Coretax. Terbaru, pembaruan tersebut disampaikan melalui KT-12/2025 yang dirilis pada 23 April 2025. (alf)

 

Pelunasan Pajak Kini Bisa Diperpanjang Hingga Dua Bulan, Ini Aturannya!

IKPI, Jakarta: Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta Wajib Pajak di daerah tertentu kini dapat bernapas lebih lega. Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 memberikan fasilitas baru berupa perpanjangan waktu pelunasan pajak hingga dua bulan.

Dalam Pasal 99 ayat (1) PMK 81/2024 dijelaskan, “Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1) dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal penerbitan.”

Kebijakan ini menjadi langkah strategis pemerintah untuk memberikan ruang gerak lebih besar kepada UMKM dalam mengelola arus kas mereka, khususnya dalam menghadapi tantangan ekonomi dan keterbatasan akses pembiayaan.

Adapun yang termasuk dalam kategori Wajib Pajak usaha kecil adalah:

• Wajib Pajak Orang Pribadi yang “menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas” dan memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam satu tahun pajak (Pasal 99 ayat 3).

• Wajib Pajak Badan, dengan syarat “tidak termasuk bentuk usaha tetap dan menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam 1 (satu) Tahun Pajak” (Pasal 99 ayat 4).

Untuk memperoleh fasilitas perpanjangan ini, Wajib Pajak usaha kecil atau Wajib Pajak di daerah tertentu wajib mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak. Permohonan tersebut harus diajukan paling lambat 9 hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo pelunasan pajak, sebagaimana diatur dalam Pasal 99 ayat (5).

Direktorat Jenderal Pajak wajib memberikan keputusan atas permohonan tersebut dalam waktu 7 hari kerja sejak diterimanya surat permohonan. “Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berupa: a. menyetujui; atau b. menolak permohonan Wajib Pajak,” bunyi Pasal 99 ayat (7).

Menariknya, jika dalam waktu 7 hari kerja Direktorat Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan apa pun, maka permohonan dianggap dikabulkan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 99 ayat (10): “Apabila jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan suatu keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.”

Keputusan persetujuan atas permohonan yang dianggap diterima tersebut harus diterbitkan paling lama 5 hari kerja setelahnya.(alf)

 

In Memoriam Ibu Jetty Binti Sayuti Saman

Humble dan Penuh Kasih: Warisan Tak Tertulis dari Ibu Jetty

Secara pribadi mewakili keluarga besar IKPI Cabang Jakarta Barat, turut berduka cita sedalam-dalamnya atas berpulangnya Ibu Jetty binti Sayuti Saman.

Yang saya kenal, beliau sosok yang humble, rendah hati, tidak pernah sombong. Kami di cabang cukup dekat dengan beliau. Sering ngobrol, sering bercanda, bahkan bersendau gurau dengan penuh kehangatan.

Terakhir kami bertemu kalau tidak salah di acara Halal Bihalal di Aston Katika, Grogol, Jakarta Barat dalam kegiatan Halalbihalal IKPI belum lama ini. Saat itu tidak ada tanda-tanda beliau sedang sakit. Kami masih sempat bersalaman, ngobrol sebentar seperti biasa. Hangat, seperti biasa.

Beliau meninggalkan kesan yang sangat baik, bukan hanya sebagai pengurus pusat, tapi sebagai pribadi yang benar-benar dekat dengan para anggota. Beliau dikenal banyak orang, dan disayangi banyak kalangan di IKPI. Sosok yang dekat, bisa diajak bicara, dan selalu membawa suasana positif di mana pun berada.

Kepergian beliau tentu meninggalkan duka yang mendalam. Tapi nama baik dan kebaikan beliau akan selalu kami kenang.

Selamat jalan, Bu Jetty. Terima kasih atas teladan dan kehangatan yang Ibu berikan selama ini.

Salam

Ketua IKPI Cabang Jakarta Barat, Teo Takismen

 

PMK 15/2025 Atur Ulang Kategori dan Waktu Pemeriksaan Pajak: Lengkap, Terfokus, dan Spesifik

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kembali menegaskan komitmennya untuk menciptakan proses pemeriksaan pajak yang lebih efisien, akuntabel, dan memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Kewajiban Perpajakan.

Dalam aturan baru tersebut, pemerintah menetapkan pengelompokan pemeriksaan pajak menjadi tiga kategori utama, yakni Pemeriksaan Lengkap, Pemeriksaan Terfokus, dan Pemeriksaan Spesifik. Klasifikasi ini diikuti dengan penetapan batas waktu pelaksanaan yang tegas, guna menghindari ketidakpastian yang selama ini dikeluhkan oleh pelaku usaha.

Pasal 6 PMK 15/2025 merinci bahwa:

• Pemeriksaan Lengkap memiliki batas waktu maksimal 5 bulan;

• Pemeriksaan Terfokus dilakukan selama 3 bulan;

• Pemeriksaan Spesifik hanya memerlukan waktu 1 bulan.

Jangka waktu tersebut dihitung sejak diterimanya surat pemberitahuan pemeriksaan oleh wajib pajak hingga penyampaian hasil pemeriksaan resmi. Selain itu, pemerintah memberikan waktu tambahan maksimal 30 hari kerja untuk penyelesaian pembahasan akhir dan pelaporan hasil pemeriksaan.

Untuk kategori Pemeriksaan Spesifik yang berkaitan dengan indikasi tertentu, prosesnya bahkan lebih ringkas, yakni masing-masing tahap pemeriksaan dan pelaporan diselesaikan dalam 10 hari kerja. Hal ini mencerminkan upaya pemerintah dalam mempercepat pelayanan tanpa mengurangi kualitas pengawasan.

PMK ini juga memberikan ruang bagi perpanjangan waktu pemeriksaan, seperti dalam kasus pemeriksaan transfer pricing dalam grup usaha yang bisa diperpanjang hingga 4 bulan, dengan syarat pemberitahuan resmi harus disampaikan kepada wajib pajak.

Tidak hanya itu, PMK 15/2025 turut mengatur batas waktu pemeriksaan untuk keperluan khusus seperti permohonan pengembalian pajak, penghapusan NPWP, dan pencabutan PKP. Ketentuan tersebut tetap merujuk pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, termasuk Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Satu pengecualian penting dalam aturan ini adalah untuk pemeriksaan Pajak Penghasilan (PPh) dari sektor minyak dan gas bumi. Pemeriksaan pada sektor ini tetap tunduk pada peraturan menteri yang mengatur pelaksanaan kontrak kerja sama dengan skema cost recovery. (alf)

 

Sri Mulyani Bidik Kegiatan Usaha yang Luput Radar Pajak

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan terus memerangi sektor-sektor ilegal untuk mencegah kebocoran penerimaan negara. Kali ini, sang bendahara negara menyasar sektor yang selama ini bak “hantu” di perekonomian beroperasi secara ilegal, mengeruk keuntungan besar, namun luput dari radar pajak.

Dalam konferensi pers di Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang digelar secara virtual pada Kamis (24/4/2025), Sri Mulyani menegaskan bahwa strategi ekstensifikasi pajak menjadi senjata utama untuk mendongkrak rasio pajak yang stagnan di angka 10 persen selama lebih dari satu dekade.

“Langkah-langkah ekstensifikasi dilakukan dari sisi pemungutan yang berpotensi atau yang selama ini memang belum terkumpul secara memadai,” ujarnya.

Target utamanya, sektor-sektor yang selama ini bermain di bawah permukaan hukum seperti illegal fishing, illegal logging, dan illegal mining. Ketiganya disebut Sri Mulyani sebagai ladang subur yang belum tergarap maksimal dalam sistem perpajakan nasional.

“Ini bukan kerja satu kementerian saja,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa kolaborasi lintas kementerian dan lembaga—termasuk sektor perikanan dan energi menjadi kunci penguatan pengawasan dan penegakan hukum atas aktivitas-aktivitas ilegal tersebut.

Namun bukan hanya memburu yang “gelap-gelap”, Sri Mulyani juga mendorong penggunaan teknologi digital untuk menutup celah penghindaran pajak. Penerapan sistem core tax, digitalisasi pencatatan transaksi, hingga penyederhanaan proses restitusi pajak menjadi langkah konkret demi sistem perpajakan yang lebih modern dan akurat.

“Ini bagian dari upaya sistemik kita memperbaiki administrasi perpajakan, mempercepat pemeriksaan, dan memperkuat regulasi,” katanya.

Meski kondisi fiskal Indonesia dinilai sehat dengan tingkat utang terkendali, namun Sri Mulyani tak mau terlena. Rasio pajak terhadap PDB tercatat hanya 10,21% di tahun 2023 dan turun tipis menjadi 10,08% di tahun 2024. Angka yang menurutnya belum cukup kuat untuk menopang visi pembangunan jangka panjang Indonesia. (alf)

 

en_US