DJP Luncurkan Simulator Coretax untuk Edukasi Wajib Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi meluncurkan sistem uji coba interaktif (Simulator Coretax) yang dapat diakses oleh masyarakat sejak September 2024 melalui situs resmi pajak.go.id.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, mengungkapkan bahwa simulator ini bertujuan untuk mengenalkan berbagai fitur aplikasi Coretax kepada wajib pajak secara lebih mudah dan interaktif.

“Simulator Coretax dapat diakses dari mana saja dan kapan saja menggunakan internet, sehingga lebih banyak wajib pajak dapat memanfaatkan sistem ini,” ujar Dwi Astuti pada Rabu (25/9/2024).

Untuk mengakses simulator ini kata Dwi, wajib pajak diwajibkan melakukan pendaftaran melalui akun DJP Online. Setelah pendaftaran berhasil, sistem akan mengirimkan notifikasi melalui email yang berisi tautan, nama pengguna, dan kata sandi untuk mengakses simulator, paling lambat tiga hari kerja setelah pendaftaran.

Ia juga menekankan bahwa wajib pajak tidak perlu khawatir mengenai keamanan data pribadi, karena data yang digunakan dalam simulator ini bersifat khusus untuk tujuan edukasi dan bukan merupakan data pribadi wajib pajak yang sesungguhnya.

Sekadar informasi, selain menyediakan simulator, DJP juga mengadakan sesi edukasi langsung dengan metode hands-on di seluruh unit kerja untuk memberikan pemahaman lebih mendalam kepada wajib pajak prioritas. DJP juga menyediakan sarana belajar mandiri berupa video tutorial dan handbook.

Menurut Dwi, saat ini ada 55 video tutorial dan 19 handbook telah diproduksi dan dapat diakses oleh wajib pajak.

“Video tutorial dapat ditemukan di kanal YouTube @DitjenpajakRI, sementara handbook tersedia di tautan https://pajak.go.id/reformdjp/coretax/,” ujarnya.

Menurutnya, langkah ini merupakan bagian dari upaya DJP untuk memberikan kemudahan dalam penggunaan aplikasi Coretax dan mempercepat proses edukasi kepada wajib pajak di seluruh Indonesia. (alf)

Kemenkeu Tingkatkan Target Penerimaan Pajak Dalam Negeri pada 2025

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan target penerimaan pajak dalam negeri untuk tahun 2025 sebesar Rp 2.433,5 triliun. Angka ini mengalami kenaikan signifikan dibandingkan dengan target penerimaan pajak tahun 2024 yang diperkirakan sebesar Rp 2.234,95 triliun.

Mengutip Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 201 Tahun 2024 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, rincian target penerimaan pajak dalam negeri terungkap sebagai berikut:

Pajak Penghasilan (PPh)

Target penerimaan dari PPh untuk tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp 1.209,27 triliun, yang meningkat dari target 2024 sebesar Rp 1.139,78 triliun. PPh migas diperkirakan akan mencapai Rp 62,84 triliun, meskipun lebih rendah dibandingkan target 2024 yang sebesar Rp 76,37 triliun.

Sementara itu, PPh non-migas ditargetkan mencapai Rp 1.146,43 triliun, lebih tinggi dibandingkan target tahun ini yang sebesar Rp 1.063,4 triliun. Rinciannya antara lain PPh pasal 21 sebesar Rp 313,51 triliun, PPh pasal 22 sebesar Rp 36,81 triliun, dan PPh pasal 25/29 orang pribadi sebesar Rp 15,14 triliun.

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM)

Untuk PPN dan PPnBM, target penerimaan pada 2025 ditetapkan sebesar Rp 945,12 triliun, mengalami peningkatan signifikan dibandingkan target tahun ini yang hanya Rp 811,36 triliun. Penerimaan PPN dalam negeri diproyeksikan sebesar Rp 609,04 triliun, sementara PPN impor mencapai Rp 308,74 triliun.

Penerimaan PPnBM dalam negeri dan impor masing-masing ditargetkan sebesar Rp 10,78 triliun dan Rp 5,8 triliun.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Penerimaan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ditargetkan sebesar Rp 27,11 triliun pada 2025, sedikit menurun dibandingkan dengan target PBB tahun 2024 yang mencapai Rp 27,18 triliun.

Rincian target PBB tersebut antara lain PBB perkebunan Rp 3,04 triliun, PBB perhutanan Rp 702,77 miliar, dan PBB migas sebesar Rp 15,04 triliun.

Kenaikan target penerimaan pajak ini mencerminkan optimisme pemerintah dalam meningkatkan pendapatan negara, yang diharapkan dapat mendukung pembiayaan program pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada tahun 2025. (alf)

DPR: PPN 12% Tetap Berlaku 2025, Tetapi hanya Dikenakan pada Barang Mewah

IKPI, Jakarta: Pimpinan dan anggota DPR bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Presiden, Jakarta, Kamis (5/12/2024). Pertemuan itu membahas rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, yang direncanakan berlaku pada 1 Januari 2025.

Dalam diskusi tersebut, DPR mengusulkan agar kenaikan PPN 12% hanya diberlakukan pada barang-barang mewah, sementara barang pokok dan layanan yang menyentuh langsung masyarakat tetap dikenakan PPN 11%.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa PPN 12% akan diterapkan secara selektif, hanya pada komoditas barang mewah. “Yang pertama, untuk PPN 12% akan dikenakan hanya kepada barang-barang mewah, jadi pengenaannya dilakukan secara selektif,” ujar Dasco.

Ia menambahkan, sedangkan untuk barang-barang pokok yang menjadi kebutuhan utama masyarakat, seperti sembako, akan tetap dikenakan PPN 11%.

Terkait hal itu, Dasco menyampaikan bahwa Presiden Prabowo akan segera berkomunikasi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mengkaji usulan dari masyarakat, yang menginginkan penurunan PPN pada barang-barang pokok.

“Mungkin dalam satu jam ini Pak Presiden akan meminta menteri keuangan dan beberapa menteri untuk rapat dalam mengkaji usulan dari masyarakat maupun dari DPR tentang beberapa hal pajak yang harus diturunkan,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun, mengonfirmasikan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% tetap akan berlaku mulai Januari 2025, namun akan diterapkan secara selektif.

“Kita akan tetap ikuti UU jika PPN berjalan (sesuai) jadwal waktu yakni 1 Januari 2025, tapi kemudian diterapkan secara selektif,” kata Misbakhun.

Sementara itu, nantinya penerapan PPN 12% akan menyasar barang-barang mewah, sedangkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, tarif PPN akan tetap pada angka 11%.

Misbakhun juga menekankan bahwa kebutuhan dasar seperti bahan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan jasa perbankan tidak akan dikenakan PPN.

“Jadi PPN tak berada dalam satu tarif. Dan ini nanti masih dipelajari,” ujarnya.

Menurutnya, pemerintah dan DPR sebelumnya telah menyepakati kenaikan PPN menjadi 12% melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang menjadwalkan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% pada 2025.

Meski demikian, rencana kenaikan PPN ini menuai penolakan dari berbagai kalangan, termasuk pekerja, pengusaha, dan ekonom, yang khawatir akan semakin menurunkan daya beli masyarakat di tengah situasi ekonomi yang belum pulih. (alf)

Menkeu Sebut APBN Bantu Pemulihan Perekonomian di Bali

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat meninjau Kantor Kementerian Keuangan Wilayah Bali menyatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah membantu pemulihan ekonomi di wilayah Pulau Dewata.

“Ekonomi Bali dan sektor pariwisata mulai pulih. APBN dan transfer ke daerah (TKD) ikut mendukung pemulihan ekonomi daerah,” kata Sri Mulyani dalam akun Instagram @smindrawati di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Kamis (5/12/2024).

Dalam kunjungannya itu, Sri Mulyani menerima laporan performa empat direktorat jenderal, di antaranya Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).

“Menjelang akhir tahun anggaran, seluruh Kanwil Kemenkeu sibuk menjalankan tugas, baik dari sisi penerimaan, belanja, dan pengelolaan kekayaan negara dan lelang,” tutur dia.

APBN per Oktober 2024 mengalami defisit sebesar Rp309,2 triliun atau 1,37 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Defisit ini masih lebih kecil dari yang ditetapkan bersama DPR pada UU APBN, yakni sebesar 2,29 persen.

Defisit diperoleh lantaran belanja negara lebih tinggi daripada pendapatan negara. Belanja negara tercatat sebesar Rp2.556,7 triliun atau 76,9 persen dari pagu, tumbuh 14,1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Sementara pendapatan negara tercatat sebesar Rp2.247,5 triliun atau 80,2 persen dari target, tumbuh 0,3 persen yoy.

Secara rinci, realisasi belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat (BPP) sebesar Rp1.834,5 triliun dan transfer ke daerah (TKD) Rp722,2 triliun.

Realisasi BPP setara 74,3 persen dari target APBN Rp2.467,5 triliun, tumbuh 16,7 persen. Sementara realisasi TKD setara 84,2 persen APBN Rp857,6 triliun, tumbuh 8 persen.

 

Pemerintah Siapkan Insentif untuk Pelaku Industri Terkait Kenaikan UMP 6,5%

IKPI, Jakarta: Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan bahwa pihaknya sedang membahas berbagai insentif dan stimulus untuk membantu pelaku industri, seiring dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5% yang baru-baru ini diumumkan. Pembahasan ini bertujuan untuk memastikan dunia usaha dapat beradaptasi dengan kebijakan tersebut.

“Kemarin kita membahas bantuan atau insentif yang perlu dan akan disiapkan oleh pemerintah untuk membantu dunia usaha, khususnya industri,” ujar Menperin Agus dalam keterangan pers di Jakarta pada Kamis (5/12/2024).

Sebagai contoh, salah satu insentif yang dibahas adalah yang berkaitan dengan sektor otomotif. Pemerintah akan memberikan stimulus berupa pengurangan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPn DTP), tidak hanya untuk kendaraan listrik, tetapi juga untuk kendaraan hybrid dan jenis mobil lainnya. Hal ini diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat serta membantu industri otomotif.

Menperin menjelaskan bahwa kenaikan UMP yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, yang menurutnya sangat penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.

“Kenaikan ini perlu dilakukan untuk menciptakan daya beli yang lebih baik di masyarakat,” ujarnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Eko Cahyanto juga menyatakan bahwa para pelaku industri akan menyesuaikan kebijakan tersebut dengan memperhatikan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Ia berharap kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan dapat mendukung peningkatan daya saing industri di Indonesia.

Pemerintah terus mendorong sektor industri untuk beradaptasi dengan berbagai kebijakan baru yang akan diterapkan dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (alf)

DJP Uji Coba Implementasi Coretax di Kanwil Jakarta Pusat dan Batam

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan bahwa sistem pajak digital terbaru, Coretax, akan mulai diterapkan pada awal Januari 2025. Saat ini, sistem tersebut sedang menjalani tahap akhir pengujian untuk memastikan kelancaran operasional sebelum digunakan oleh seluruh wajib pajak.

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, pengujian akhir dilakukan melalui proses Uji Operasional/Operational Acceptance Test (OAT). Dua kantor wilayah (kanwil) yaitu Kanwil Jakarta Pusat dan Batam, saat ini sedang menjalankan uji coba implementasi Coretax.

“Setelah OAT ini selesai, barulah kemudian Coretax akan go live di awal Januari 2025. Mudah-mudahan tesnya bisa berjalan dengan baik, tinggal sedikit lagi dan segera bisa diimplementasikannya,” ujar Dwi kepada media, Kamis (5/12/2024)

Dwi menambahkan, Coretax akan mempermudah wajib pajak dengan mengintegrasikan berbagai layanan perpajakan dalam satu platform digital. Layanan-layanan yang sebelumnya terpisah seperti DJP Online, e-Nofa, e-Faktur, e-Filing, e-Billing, e-Reg, hingga e-Bupot, kini dapat diakses dalam satu aplikasi dengan menggunakan satu akun dan password.

“Ini yang saya katakan menurunkan cost of compliance. Yang tadinya harus mengakses berbagai aplikasi dengan berbagai password, sekarang semuanya bisa dilakukan dalam satu platform, Coretax,” ujarnya.

Lebih lanjut Dwi menjelaskan, bahwa implementasi Coretax juga akan memberikan dampak positif bagi DJP. Coretax akan meningkatkan kemampuan DJP dalam mengelola administrasi perpajakan berbasis data dan pengetahuan yang lebih akurat, yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.

Selain itu, sistem ini juga diharapkan dapat menurunkan biaya administrasi bagi DJP melalui digitalisasi layanan, peningkatan kredibilitas data, dan penyederhanaan proses bisnis.

Dengan demikian, DJP berharap Coretax dapat membawa kemudahan bagi wajib pajak dan efisiensi dalam pengelolaan administrasi perpajakan. Implementasi ini diharapkan dapat dimulai pada awal tahun 2025 setelah pengujian selesai. (alf)

DJP Ungkap Pemadanan NIK-NPWP Capai 99,32 Persen

IKPI, Jakarta: Menjelang implementasi sistem Core Tax Administration System (Coretax) pada awal 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan bahwa pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) telah hampir rampung. Dari data yang dihimpun tercatat, per 3 Desember 2024 pemadanan NIK-NPWP telah mencapai 75.939.355 dari total 76.460.637 NIK, atau sekitar 99,32 persen.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, menyampaikan bahwa hanya sekitar 0,68 persen atau sekitar 521 ribu data yang belum dipadankan. Pemadanan ini dilakukan dengan dua cara, yakni melalui sistem yang telah mengakomodasi 71,34 juta NIK-NPWP, dan secara mandiri oleh wajib pajak yang berjumlah 4,6 juta.

Dwi mengimbau kepada wajib pajak untuk segera menyelesaikan proses pemadanan NIK-NPWP, mengingat sistem Coretax yang rencananya akan diimplementasikan pada awal 2025.

Sekadar informasi, Coretax sendiri merupakan sistem administrasi perpajakan inti yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak. Selain itu, Coretax akan mengotomasi layanan administrasi pajak dan memberikan analisis data berbasis risiko untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Ia mengungkapkan, menunggu peluncuran Coretax, Kementerian Keuangan baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024, yang mengatur ketentuan perpajakan terkait implementasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan. PMK 81/2024 ini mencabut 42 peraturan perpajakan yang ada sebelumnya. Salah satu perubahan signifikan dari peraturan baru ini adalah penyeragaman tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak, meskipun tidak semua jenis pajak memiliki tanggal jatuh tempo yang sama.

Penjelasan teknis mengenai implementasi Coretax kata Dwi, juga tercantum dalam Pasal 464 hingga 467 PMK 81/2024, yang mengatur tentang pelaksanaan hak dan kewajiban wajib pajak mulai masa pajak Januari 2025, serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun pajak 2025 yang dilakukan secara terpusat menggunakan NPWP.

Selain itu, PMK ini juga mengatur tata cara pembayaran pajak dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS), penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, serta imbalan bunga yang akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Perbendaharaan. Untuk beberapa ketentuan lainnya, seperti pengecualian pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pajak serta Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Namun kata Dwi, sejumlah ketetapan terkait dengan kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) oleh wajib pajak masih dalam pembahasan dan akan ditetapkan lebih lanjut.

Artinya, dengan hampir rampungnya pemadanan NIK-NPWP dan penerapan PMK 81/2024, implementasi sistem Coretax diharapkan dapat meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan serta mendorong kepatuhan pajak yang lebih baik di seluruh Indonesia.(alf)

DJP Umumkan Pengisian SPT PPh 2024 Masih Menggunakan DJP Online, Coretax Baru Berlaku 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan bahwa pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) untuk tahun 2024, yang akan disampaikan pada awal 2025, masih akan menggunakan sistem lama melalui DJP Online. Keputusan ini diambil meskipun DJP memiliki Coretax Administration System, sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) yang akan mulai berlaku pada Januari 2025.

Demikian dikatakan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Kemenkeu Dwi Astuti kepada media, Kamis (5/12/2024).

Dwi menjelaskan, bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memudahkan wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan 2024. “Demi kemudahan dan keberlanjutan wajib pajak, jadi SPT Tahunan 2024 untuk wajib pajak orang pribadi atau badan, kita masih menggunakan saluran yang lama,” kata Dwi.

Ia menjelaskan, data transaksi wajib pajak pada 2024 belum tercatat dalam sistem Coretax, sehingga sistem tersebut baru dapat digunakan untuk pelaporan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2025, yang akan dilaporkan pada 2026. “Secara transaksi kan belum tercatat ya, nanti baru tercatatnya itu di 2025,” ujarnya.

Dijelaskan Dwi, dalam pelaporan SPT Tahunan 2024, wajib pajak orang pribadi akan melaporkan SPT melalui e-filing di DJP Online, sementara wajib pajak badan atau perusahaan akan menggunakan e-Form DJP Online.

Sementara itu lanjutnya, untuk SPT Tahunan PPh 2025 baik untuk orang pribadi maupun badan, wajib pajak akan mulai menggunakan sistem Coretax, yang akan diberlakukan pada pelaporan tahun 2026.

Dwi menegaskan bahwa kebijakan transisi ini dimaksudkan untuk memastikan kelancaran pelaporan pajak tanpa gangguan terkait sistem yang masih dalam tahap implementasi. (alf)

Pemerintah Targetkan Pembahasan Investasi Apple Selesai Sebelum Akhir 2024

IKPI, Jakarta: Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza, mengungkapkan pihaknya menargetkan pembahasan mengenai rencana investasi Apple di Indonesia dapat diselesaikan sebelum akhir tahun 2024. Hal ini disampaikannya saat menghadiri acara AI for Indonesia di Jakarta, Rabu (4/12/2024).

“Segera kami bahas tuntas, mudah-mudahan sebelum akhir tahun ini sudah bisa beres,” kata Faisol, mengacu pada proses pembahasan investasi Apple yang tengah berlangsung.

Faisol juga mengungkapkan bahwa nilai investasi yang diajukan oleh Apple mengalami peningkatan signifikan, dari semula sebesar 100 juta dolar AS menjadi 1 miliar dolar AS. Meski demikian, dia menekankan bahwa hal tersebut bukanlah fokus utama.

Menurut Faisol, yang lebih penting adalah bagaimana investasi tersebut dapat memberikan manfaat dalam memperkuat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan mendukung rencana besar industri Indonesia.

“Saya dengar ada tambahan investasi, tapi yang lebih penting adalah pemanfaatan dan bagaimana investasi itu masuk dalam rencana besar kita untuk memperkuat TKDN,” ujar Faisol.

Sebelumnya, Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani sebelumnya mengungkapkan bahwa komitmen investasi Apple di Indonesia diperkirakan mencapai 1 miliar dolar AS untuk tahap pertama. Rosan berharap dalam waktu dekat, pihaknya dapat menerima pernyataan tertulis dari Apple mengenai komitmen tersebut.

“Mudah-mudahan dalam waktu sepekan ini, saya sudah mendapatkan komitmennya dari mereka,” ujar Rosan dalam Rapat Kerja bersama Komisi XII DPR di Jakarta pada Selasa (3/12/2024).

Menurut Rosan, proses diskusi antara pemerintah Indonesia dan Apple masih berlangsung, dan mereka terus berupaya agar komitmen investasi ini segera terwujud. Setelah mendapatkan pernyataan tertulis, komitmen tersebut akan diserahkan kepada Kementerian Perindustrian untuk diproses lebih lanjut. (alf)

Pemerintah Siapkan Insentif Baru Terkait Pengenaan Pajak Minimum Global

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Investasi dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tengah menyiapkan alternatif insentif bagi investor seiring dengan implementasi pajak minimum global yang akan diberlakukan pada akhir 2025. Pajak minimum global ini mengatur tarif efektif pajak minimal 15%, yang berpotensi mempengaruhi sektor investasi Indonesia.

Staf Ahli Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM Andi Maulana, menjelaskan bahwa pemerintah mempersiapkan insentif tambahan untuk mengimbangi kebijakan global ini. Menurutnya, meskipun pemerintah akan menerapkan pajak minimum global, insentif bagi pelaku usaha akan tetap diberikan, termasuk fasilitas tax holiday.

“Sejalan dengan regulasi pajak minimum global yang mulai berlaku pada akhir 2025, kita perlu menyiapkan insentif untuk menarik lebih banyak investor. Ini akan melengkapi kebijakan tax holiday yang sudah ada,” kata Andi dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia pada Selasa (3/12/2024).

Ia juga menambahkan, saat ini pemerintah masih memiliki waktu sekitar satu tahun untuk memformulasikan insentif tersebut.

Selain itu, Andi juga menyoroti upaya Presiden Prabowo Subianto, yang aktif menarik investor besar dari luar negeri. “Pak Prabowo juga keliling ke luar negeri untuk menarik investor besar, dan ketika investor besar masuk, pasti ada investasi turunan yang akan kita bantu,” ungkapnya.

Sekadar informasi, sebelumnya Menteri Investasi dan Kepala BKPM Rosan Roeslani, mengungkapkan bahwa pengenaan pajak minimum global akan berdampak pada sektor investasi. Meski demikian, ia menekankan bahwa Indonesia harus mengikuti kebijakan internasional ini untuk memastikan agar penghasilan wajib pajak yang tidak dikenakan pajak di Indonesia tidak dibebani pajak tambahan oleh negara asalnya.

“Pemerintah tidak ingin Indonesia kehilangan hak atas pajak, sehingga meskipun global minimum tax diterapkan, kita tetap bisa memperoleh manfaat dari pajak tersebut,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Rosan juga meyakinkan para investor bahwa pemerintah akan memberikan insentif dalam bentuk lain untuk mengimbangi kebijakan pajak minimum global. “Investor tidak perlu khawatir, kita akan memberikan insentif lain untuk menggantikan tax holiday yang mungkin terpengaruh kebijakan ini,” kata Rosan.

Dengan adanya persiapan insentif ini, pemerintah berharap dapat menjaga daya tarik Indonesia bagi para investor, meskipun ada perubahan besar dalam kebijakan pajak global. (alf)

en_US