New Haven Bongkar Ratusan Mobil ‘Sembunyikan’ Pajak, Indonesia Juga Hadapi Masalah Serupa

IKPI, Jakarta: Pemerintah Kota New Haven berhasil membongkar ratusan kendaraan yang diduga sengaja menghindari pajak kendaraan bermotor. Modusnya, mobil diparkir setiap hari di kawasan New Haven, namun terdaftar di luar kota dengan beban pajak lebih ringan.

Mengutip Carscoops, Senin (18/8/2025), tim gabungan pemerintah kota bersama perusahaan swasta menggunakan data pajak dan alamat, lalu menyisir langsung ke lingkungan warga. Hasilnya, lebih dari 500 mobil diduga “bersembunyi” dari kewajiban pajak.

Setelah diverifikasi, sebanyak 180 pemilik kendaraan akhirnya mengakui tinggal di New Haven dengan pelat nomor dari luar daerah. Mereka sepakat membayar tunggakan, sehingga pemerintah kota langsung mengantongi tambahan pemasukan lebih dari US$27.000 atau sekitar Rp430 juta.

Namun, tidak semua pemilik mobil mau mengaku. Sebagian pengemudi tetap bersikeras bukan warga New Haven, meski mobil mereka setiap hari terlihat terparkir di halaman rumah di kawasan kota tersebut.

Wali Kota New Haven, Justin Elicker, menegaskan bahwa pajak kendaraan sangat penting karena menjadi sumber utama pembiayaan layanan publik.

“Pajak membayar semua layanan yang setiap hari diminta penduduk kepada saya, apakah itu jalan yang beraspal, lebih banyak guru di sekolah, atau polisi di lingkungan sekitar,” tegas Elicker.

Kondisi di Indonesia

Fenomena serupa juga terjadi di Indonesia, meski dengan skala yang jauh lebih besar. Data Korlantas Polri pada Desember 2022 mencatat hampir 43,8% kendaraan bermotor di Indonesia belum membayar pajak. Artinya, hanya sekitar separuh pemilik kendaraan yang patuh membayar pajak tahunan.

Dampaknya sangat signifikan. Menurut sejumlah perhitungan, rendahnya kepatuhan ini membuat potensi penerimaan pajak kendaraan di Indonesia berkurang hingga Rp200 triliun.

Berbeda dengan New Haven yang menindak langsung sampai ke lingkungan rumah, penegakan di Indonesia lebih banyak mengandalkan sistem administrasi dan layanan digital seperti e-Samsat dan Samolnas.

Meski demikian, birokrasi mutasi kendaraan antar-provinsi yang masih rumit serta rendahnya kesadaran masyarakat membuat tingkat kepatuhan tetap rendah.

Kasus New Haven menunjukkan bahwa kombinasi data digital dan patroli lapangan dapat langsung menghasilkan tambahan penerimaan dalam hitungan hari. Sementara di Indonesia, pendekatan berbasis teknologi sudah berjalan, tetapi belum cukup menekan angka tunggakan yang masih sangat besar.

Dengan potensi kerugian triliunan rupiah, Indonesia bisa meniru langkah New Haven:

• Integrasi data alamat dan STNK untuk mendeteksi kendaraan dengan pelat luar daerah tetapi domisili nyata berbeda.

• Verifikasi lapangan terbatas untuk kasus mencurigakan.

• Simplifikasi birokrasi mutasi kendaraan agar pemilik tidak enggan memindahkan data ke kota tempat tinggal sebenarnya. (alf)

 

Pemerintah Fokus Berantas Shadow Economy Demi Kejar Target Pajak 2026

IKPI, Jakarta: Pemerintah menegaskan komitmennya memperkuat penegakan hukum dan reformasi administrasi perpajakan guna menekan aktivitas ekonomi bayangan (shadow economy) yang selama ini menggerus potensi penerimaan negara. Langkah tersebut menjadi bagian dari strategi untuk mencapai target penerimaan pajak 2026 yang ditetapkan tumbuh 13,5 persen.

Dalam Nota Keuangan RAPBN 2026, pemerintah mencatat setidaknya terdapat empat sektor yang memiliki tingkat shadow economy cukup tinggi. Keempat sektor tersebut meliputi perdagangan eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, serta perikanan. Otoritas fiskal berkomitmen memperketat pengawasan terhadap sektor-sektor tersebut karena dinilai rawan praktik ekonomi ilegal yang kerap lolos dari sistem perpajakan formal.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa shadow economy masih menjadi tantangan besar dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Aktivitas ilegal ini, menurutnya, tidak hanya mengurangi penerimaan, tetapi juga menimbulkan ketidakadilan bagi pelaku usaha yang taat pajak.

“Untuk shadow economy, sebetulnya di dalam perekonomian kita, kita akan terus melakukan compliance enforcement plan baik untuk sektor formal maupun informal,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 di Jakarta, Jumat (15/8/2026).

Sejalan dengan itu, pemerintah juga menyiapkan reformasi administrasi perpajakan berbasis digital, mulai dari integrasi data transaksi hingga pemanfaatan teknologi data analytics untuk mempersempit ruang gerak aktivitas ekonomi ilegal.

Kebijakan ini diharapkan mampu mengoptimalkan penerimaan negara, sekaligus menciptakan level playing field yang adil bagi seluruh pelaku usaha. Dengan target penerimaan pajak 2026 sebesar Rp2.576 triliun, strategi pemberantasan shadow economy dipandang sebagai langkah krusial dalam menjaga keberlanjutan fiskal dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan. (alf)

 

 

 

 

 

DPR Ingatkan Kenaikan Pajak Daerah Bisa Hantam Daya Beli

IKPI, Jakarta: Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, mengingatkan bahwa gelombang kenaikan pajak daerah yang melonjak drastis di sejumlah wilayah berpotensi menggerus daya beli masyarakat. Ia menilai kebijakan tersebut tidak tepat, apalagi jika diterapkan tanpa sosialisasi yang memadai.

“Yang paling penting sekarang adalah pemerintah pusat perlu memberikan peringatan kepada daerah. Cara meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bukan dengan serta-merta menaikkan pajak berkali-kali lipat,” ujar Dede Yusuf di Jakarta, Minggu (17/8/2025).

Menurutnya, lonjakan tarif pajak hingga ratusan bahkan ribuan persen bisa menekan kondisi ekonomi masyarakat yang masih rentan. “Kalau naik sampai 400 persen bahkan 1.000 persen, kita khawatir daya beli masyarakat makin menurun,” tegasnya.

Dede mendorong Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera mengumpulkan kepala daerah untuk diberi arahan agar mencari solusi lain dalam meningkatkan PAD. “Kepala daerah harus dibimbing lagi oleh Kemendagri. Sambil menunggu kepastian transfer anggaran ke daerah, jangan dulu masyarakat yang jadi korban,” jelasnya.

Komisi II DPR juga berencana memanggil Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam waktu dekat guna meminta penjelasan sekaligus mencari jalan keluar. “Kalau ini dampak efisiensi anggaran, kita ingin tahu solusi apa yang bisa diberikan Mendagri,” tambahnya.

Polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mencuat di berbagai daerah. Di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, kenaikan tarif hingga 250 persen memicu aksi demonstrasi besar dan mendorong DPRD setempat membentuk pansus pemakzulan bupati. Di Kota Cirebon, Jawa Barat, tarif PBB bahkan melonjak 1.000 persen hingga memicu gelombang protes warga menolak Perda No.1/2024.

Tak kalah heboh, di Jombang, Jawa Timur, warga melakukan aksi unik dengan membayar pajak menggunakan ratusan koin receh sebagai simbol penolakan.

Sementara itu, sejumlah daerah lain buru-buru mengklarifikasi. Pemkab Semarang menepis kabar kenaikan hingga 400 persen, sedangkan Pemkab Banyuwangi memastikan tidak ada rencana menaikkan PBB pada 2026.

Situasi ini semakin menjadi sorotan karena terjadi bersamaan dengan kebijakan efisiensi anggaran pusat melalui PMK No.56/2025, yang memangkas sejumlah pos belanja daerah.

Menanggapi polemik tersebut, Istana menegaskan bahwa kenaikan pajak daerah sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota. “Kenaikan-kenaikan PBB itu adalah kebijakan di tingkat daerah, bukan akibat kebijakan pusat,” kata Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.

Ia mengingatkan kepala daerah agar lebih bijak dalam mengambil keputusan. “Menjadi pemimpin itu harus berhati-hati, usahakan jangan menyusahkan rakyat,” katanya. (alf)

 

DPRD Jombang Pastikan PBB-P2 2026 Lebih Ringan

IKPI, Jakarta: Ketua DPRD Jombang, Hadi Atmaji, menegaskan akan mengawal pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tahun 2026 agar tidak menjadi beban bagi masyarakat.

Menurut Hadi, kenaikan signifikan PBB-P2 yang ramai dikeluhkan warga pada 2024–2025 dipicu penggunaan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun 2022. “Saat itu tarifnya mengacu NJOP 2022, sehingga kenaikannya tinggi sekali. Tapi untuk 2026, dengan NJOP baru, jelas turun,” ujarnya, Jumat (16/8/2025).

Ia menegaskan, penurunan tarif PBB-P2 memang akan berpengaruh pada pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak, namun hal itu bukan prioritas utama. “Semangat kami bukan persoalan PAD, tapi bagaimana masyarakat terfasilitasi secara adil dan menyeluruh,” ujarnya.

Hadi juga meluruskan isu bahwa kenaikan tajam PBB-P2 adalah hasil kebijakan pemerintahan saat ini. Menurutnya, lonjakan tersebut berakar dari penetapan NJOP 2022 melalui metode appraisal berbasis sistem online. Sistem itu menetapkan tarif tunggal dalam satu zona, sehingga lahan di depan jalan utama dan di belakang gang kecil memiliki nilai NJOP sama.

“Contohnya, ada wilayah yang NJOP-nya sebelum 2022 hanya sekitar Rp250 ribu, melonjak menjadi Rp1,4 juta. Kenaikan ini otomatis mempengaruhi nilai pajak yang harus dibayar masyarakat,” jelasnya.

Sebagai langkah perbaikan, Pemkab Jombang kini menetapkan empat lapis tarif baru PBB-P2, mulai 0,1 persen hingga 0,2 persen, dengan basis NJOP sesuai harga pasar. Aturan tersebut akan diberlakukan mulai 2026.

“Warga yang merasa keberatan silakan berkoordinasi dengan bapenda agar penyesuaian bisa dilakukan,” kata Hadi.

Ia menambahkan, meskipun penurunan tarif PBB-P2 akan berdampak pada berkurangnya PAD, pemerintah daerah dan DPRD tetap mengutamakan keadilan sosial. “Itu pasti. Kami di pemerintahan sudah berupaya sedemikian rupa untuk menjawab keresahan masyarakat,” pungkasnya. (alf)

 

 

India Pangkas Pajak Konsumsi, Dorong Ekonomi Hadapi Tekanan Tarif AS

IKPI, Jakarta: Pemerintah India optimistis kebijakan pemangkasan pajak barang dan jasa (Goods and Services Tax/GST) yang diumumkan Perdana Menteri Narendra Modi akan menjadi penopang baru pertumbuhan ekonomi, sekaligus meredam dampak dari ancaman tarif tinggi Amerika Serikat.

Menurut pejabat pemerintah, penyederhanaan struktur GST akan menguntungkan sektor konsumsi dan usaha kecil tanpa menimbulkan guncangan besar pada penerimaan negara. Langkah ini dinilai krusial mengingat Presiden AS Donald Trump berencana menggandakan tarif impor India hingga 50% pada akhir Agustus 2025, sebagai sanksi atas pembelian minyak dari Rusia.

Sejumlah lembaga keuangan memproyeksikan dampak positif kebijakan tersebut. IDFC First Bank memperkirakan penurunan GST dapat menambah pertumbuhan ekonomi sekitar 0,6 poin persentase dan menekan inflasi hingga 0,8 poin. Sementara Emkay Global menilai pengaruhnya terhadap kas negara relatif kecil, yakni sekitar 0,4% dari PDB.

Ekonom Emkay, Madhavi Arora, menyebut reformasi pajak ini sebagai terobosan penting setelah bertahun-tahun hanya menjadi wacana. “Penyederhanaan tarif akan meningkatkan konsumsi domestik di saat beban pajak semakin berat,” ujarnya.

Kebijakan Modi juga datang beriringan dengan kabar positif dari S&P Global Ratings yang baru saja menaikkan peringkat kredit India ke level BBB, pertama kalinya dalam 18 tahun. Peringkat itu dinilai bisa memperkuat citra India sebagai tujuan investasi di tengah perlambatan global.

India saat ini memiliki empat lapisan tarif GST: 5%, 12%, 18%, dan 28%. Dalam usulan terbaru, jumlahnya akan dipangkas menjadi dua kategori: 5% dan 18%. Barang-barang kebutuhan sehari-hari yang sebelumnya terkena tarif tinggi akan dialihkan ke tarif yang lebih rendah, sehingga diprediksi memicu lonjakan konsumsi rumah tangga.

Rencana ini masih harus melewati pembahasan panel menteri keuangan negara bagian sebelum dibawa ke Dewan GST yang dipimpin Menteri Keuangan Nirmala Sitharaman pada September atau Oktober mendatang. Jika disetujui, penerapan aturan baru akan dimulai dalam tahun fiskal berjalan. (alf)

 

Pahami Cara Hitung PPN 11% dan 12% , Ini Contohnya!

IKPI, Jakarta: Mulai 2025, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia resmi berubah. Pemerintah menetapkan tarif baru 12% khusus untuk barang dan jasa mewah, sementara transaksi umum tetap dikenakan PPN 11%.

Artinya, pelaku usaha maupun masyarakat perlu memahami cara menghitung kedua tarif ini agar tidak salah saat bertransaksi maupun melaporkan pajak. Yuk, kita pelajari bersama!

Cara Hitung PPN 11%

Rumus dasar perhitungan PPN sangat sederhana:

PPN = Tarif PPN x DPP (Dasar Pengenaan Pajak)

Di mana DPP adalah harga barang/jasa sebelum PPN.

Contoh:

• Beli motor Rp15.000.000

PPN = 11% x Rp15.000.000 = Rp1.650.000

Total bayar = Rp16.650.000

• Jasa desain Rp25.000.000

PPN = 11% x Rp25.000.000 = Rp2.750.000

Total bayar = Rp27.750.000

• Harga sudah termasuk PPN (tas Rp500.000)

DPP = (100/111) x Rp500.000 = Rp450.450

PPN = Rp49.550

Cara Hitung PPN 12%

Untuk barang dan jasa mewah, berlaku tarif baru 12%. Namun, perhitungannya sempat mengalami dua tahap:

• Sampai 31 Januari 2025 → dihitung dari 11/12 harga jual

• Mulai 1 Februari 2025 → dihitung dari harga jual penuh

Contoh:

• TV Rp3.000.000 (7 Juli 2025)

PPN = 12% x Rp3.000.000 = Rp360.000

• Komputer Rp15.000.000

PPN = 12% x (11/12 x Rp15.000.000) = Rp1.650.000

Ringkasan Perbedaan

Jenis Barang/JasaTarif PPNDasar HitungBarang/jasa umum11%Harga jual (DPP)Barang/jasa mewah (s.d 31 Jan 2025)12%11/12 harga jualBarang/jasa mewah (mulai 1 Feb 2025)12%Harga jual penuh

Kenapa Penting Dikuasai?

Memahami cara hitung PPN membantu:

• Pelaku usaha → menghindari salah setor dan melaporkan pajak dengan benar.

• Konsumen → lebih paham saat melihat struk belanja.

• Manajemen keuangan → menjaga transparansi dan perencanaan finansial.

Jadi, meski tarif 12% sudah berlaku untuk barang mewah, jangan lupa bahwa perhitungan PPN 11% tetap digunakan untuk transaksi sehari-hari. (alf)

 

 

 

 

Tak Naikkan Tarif, Pemko Banjarmasin Pilih Petakan Objek Pajak untuk Genjot PAD

IKPI, Jakarta: Di tengah polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di berbagai daerah, Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin menegaskan tidak akan menaikkan tarif PBB pada tahun anggaran 2024/2025.

Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPKPAD) Banjarmasin, Edy Wibowo, mengatakan fokus utama pemerintah kota saat ini adalah pemetaan ulang objek pajak yang dianggap belum tergarap optimal.

“Tahun ini tidak ada kenaikan PBB. Kami lebih memilih memetakan lokasi-lokasi objek pajak serta memaksimalkan potensi yang sudah ada,” ujarnya, Minggu (17/8/2025).

Alih-alih menambah beban masyarakat, Pemko Banjarmasin menyiapkan strategi intensifikasi pada sektor lain, seperti pajak hotel, restoran, rumah makan, reklame, dan parkir. “Potensinya masih cukup besar, sehingga akan kami dorong agar lebih optimal,” jelas Edy.

Untuk tahun 2025, Pemko menargetkan penerimaan PBB sebesar Rp40 miliar, naik dari target tahun sebelumnya yang sebesar Rp30 miliar dan berhasil tercapai. Namun, kenaikan tersebut bukan dari tarif, melainkan dari penertiban dan pemetaan objek pajak.

Menurut Edy, masih banyak potensi yang belum tergarap akibat rendahnya kepatuhan wajib pajak. “Ada tanah kosong, bangunan baru yang belum terdata, hingga pemilik yang berdomisili di luar daerah. Semua ini sedang kami tindaklanjuti,” tegasnya.

Pemko menargetkan pemetaan selesai pada Oktober 2025. Dengan begitu, awal 2026 diharapkan tambahan pendapatan bisa terealisasi tanpa memunculkan gejolak di masyarakat. (alf)

 

Pajak Masih Jadi Motor APBN 2026, Sri Mulyani Akui Target Tumbuh 13,5% Cukup Ambisius

IKPI, Jakarta: Pemerintah menegaskan bahwa Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 dirancang sebagai instrumen utama untuk memperkuat fondasi pembangunan nasional. Dalam paparannya pada Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan di Jakarta, Jumat (25/8), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan bahwa sektor perpajakan kembali menjadi motor utama penerimaan negara.

Postur RAPBN 2026 menargetkan pendapatan negara sebesar Rp3.147,7 triliun, tumbuh 9,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, penerimaan pajak diproyeksikan mencapai Rp2.357,7 triliun atau naik 13,5 persen. Sri Mulyani mengakui bahwa target tersebut sangat menantang.

“Untuk penerimaan pajak Rp2.357,7 triliun itu artinya harus tumbuh 13,5%. Itu cukup tinggi dan ambisius,” ujar Menkeu, Jumat (15/8/2025).

Selain pajak, pemerintah juga mengandalkan penerimaan kepabeanan dan cukai yang ditaksir Rp334,3 triliun, naik 7,7 persen. Namun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) justru terkoreksi 4,7 persen menjadi Rp455 triliun, terutama akibat berkurangnya setoran dividen BUMN.

Sementara pada sisi belanja, pemerintah menyiapkan Rp3.786,5 triliun, naik 7,3 persen dari outlook 2025. Belanja kementerian/lembaga melonjak signifikan 17,5 persen menjadi Rp1.498,3 triliun, sedangkan belanja non-KL naik 18 persen menjadi Rp1.638,2 triliun. Anggaran tersebut diarahkan untuk mendanai agenda prioritas Presiden, mulai dari ketahanan pangan, energi, pendidikan, kesehatan, hingga pertahanan dan percepatan investasi.

Dengan postur itu, defisit APBN 2026 diperkirakan sebesar Rp638,8 triliun atau 3,5 persen dari PDB, lebih rendah dari defisit tahun sebelumnya. Defisit primer juga makin terkontrol dengan perkiraan Rp39,4 triliun.

Menurut Sri Mulyani, keberhasilan menjaga kesehatan APBN sangat bergantung pada kemampuan pemerintah mengamankan target perpajakan. “Kita akan terus menjaga agar APBN tetap bisa sehat,” pungkasnya. (alf)

 

 

 

 

Kanwil Perbendaharaan Bekali UMKM Sulbar Ekspor dengan Literasi Pajak

IKPI, Jakarta: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Sulawesi Barat (Sulbar) mendorong UMKM lokal agar mampu menembus pasar internasional dengan bekal literasi perpajakan yang memadai. Upaya ini diwujudkan lewat Workshop Persiapan Ekspor dan Literasi Perpajakan UMKM yang digelar bersama Dinas Koperindag Sulbar dan Rumah BUMN BNI Mamuju pada Jumat (15/8/2025).

Workshop yang berlangsung di Ruang Rapat Lantai 3 Kanwil Perbendaharaan tersebut menyasar UMKM potensial ekspor, khususnya pelaku usaha madu dan aren. Agenda ini juga merupakan bagian dari program Quick Wins Sulbar Berdaya yang diinisiasi Gubernur Suhardi Duka dan Wakil Gubernur Salim S. Mengga.

Kepala Bidang P2A Kanwil Perbendaharaan, Taufik Damhuri, menegaskan bahwa literasi pajak harus menjadi bagian dari strategi ekspor UMKM.

“Produk boleh berkualitas, tapi keberlanjutan usaha ditopang oleh kepatuhan administrasi, termasuk pajak. Ekspor harus menguntungkan sekaligus tertib fiskal,” ujarnya saat membuka acara.

Materi pertama menghadirkan Muh. Rusdin dari Dinas Koperindag Sulbar yang memaparkan strategi persiapan ekspor, termasuk pemenuhan standar produk seperti sertifikasi halal, BPOM, SNI, HACCP, dan food grade. Ia menekankan pentingnya konsistensi kualitas serta kemitraan dengan buyer internasional.

Pada sesi berikutnya, narasumber dari Kanwil Perbendaharaan mengulas aspek perpajakan yang wajib dipahami UMKM ekspor. Mulai dari pencatatan keuangan sederhana, pelaporan SPT Tahunan, hingga insentif fiskal yang bisa dimanfaatkan.

“Banyak fasilitas pajak yang justru memberi keuntungan bagi UMKM. Kalau dipahami dengan baik, pajak tidak akan menjadi beban, melainkan penopang daya saing,” jelasnya.

Dalam sesi tanya jawab, UMKM Golla Mandar menyampaikan harapan agar ada pendampingan berkelanjutan. Mereka menekankan perlunya dukungan teknis dan akses pasar sehingga UMKM Sulbar benar-benar bisa merealisasikan ekspor perdana.

Workshop ini akan ditindaklanjuti dengan pembentukan task force kolaboratif antara Kemenkeu, Koperindag, dan Rumah BUMN BNI. Tim ini akan mendampingi UMKM hingga proses ekspor berjalan, sekaligus memastikan pelaku usaha tetap patuh pada kewajiban perpajakan.

Dengan semangat “Sulbar Berdaya Go Global”, Kanwil Perbendaharaan menargetkan UMKM Sulbar tidak hanya siap menembus pasar dunia, tetapi juga menjadi kontributor fiskal yang kuat bagi pembangunan daerah maupun nasional. (alf)

 

 

Modi Umumkan Reformasi Besar GST, Harga Kebutuhan Pokok Bakal Turun

IKPI, Jakarta: Perdana Menteri India Narendra Modi mengumumkan rencana reformasi besar-besaran terhadap sistem Goods and Services Tax (GST) saat menyampaikan pidato Hari Kemerdekaan ke-79 di Red Fort, New Delhi, Jumat (15/8/2025).

Dalam sambutannya, Modi menegaskan pemerintah akan menurunkan tarif GST pada Oktober mendatang, bertepatan dengan perayaan Diwali. Kebijakan itu ditujukan untuk meringankan beban pajak masyarakat sekaligus menurunkan harga barang kebutuhan sehari-hari.

“Selama delapan tahun terakhir, kami telah menyederhanakan sistem GST. Kini saatnya melakukan tinjauan menyeluruh, dan reformasi baru akan kami umumkan menjelang Diwali,” ujar Modi, dikutip dari India Today.

Pemerintah India menilai struktur GST saat ini terlalu rumit, dengan banyak lapisan tarif yang menyulitkan pelaku usaha maupun masyarakat umum. Untuk itu, sebuah panitia khusus yang melibatkan menteri keuangan negara bagian telah dibentuk guna merancang penyederhanaan sistem.

Salah satu langkah utama adalah penghapusan tarif 12 persen dan pemindahan sebagian besar barang dari kategori tersebut ke tarif 5 persen. Perubahan ini diperkirakan akan membuat harga makanan kemasan, pakaian, hingga jasa hotel lebih murah.

“Ini akan menjadi hadiah Diwali bagi rakyat. Barang kebutuhan pokok akan lebih terjangkau, sementara pajak yang dibayar masyarakat berkurang drastis,” kata Modi, dilansir NDTV.

Meski kebijakan itu berpotensi mengurangi penerimaan negara hingga 500 miliar rupee (sekitar Rp92,2 triliun), pemerintah optimistis peningkatan konsumsi dan aktivitas ekonomi mampu menutup potensi kekurangan tersebut.

Bagi pelaku usaha kecil dan menengah (MSME), reformasi ini disebut akan menjadi angin segar karena memberi ruang efisiensi sekaligus memperluas daya saing pasar. “MSME akan sangat diuntungkan, produk kebutuhan harian lebih murah, dan ekonomi kita semakin kuat,” tambah Modi.

Langkah ini sekaligus menjadi bagian dari strategi pemerintah India untuk memperluas partisipasi wirausaha, merangsang pertumbuhan konsumsi domestik, serta menjaga momentum ekonomi menjelang musim perayaan besar nasional. (alf)

 

en_US