Ketua Umum IKPI Sampaikan Kekosongan Waketum Segera Dibahas dalam Rapat Pleno

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, menyampaikan dinamika internal organisasi dalam acara “Outlook Perpajakan 2025: Pemeriksaan, Pemeriksaan Perpajakan, dan Penyidikan” yang digelar IKPI Cabang Jakarta Timur, Kamis (24/4/2025).

Dalam sambutannya, Vaudy mengungkapkan rasa duka cita atas wafatnya Wakil Ketua Umun IKPI, Jetty, yang juga merupakan anggota IKPI Cabang Jakarta Timur. Bu Jety selama ini dikenal sebagai sosok berdedikasi tinggi dalam organisasi. Kepergiannya menyisakan kekosongan jabatan penting di jajaran pimpinan IKPI.

Menanggapi hal itu, Vaudy menyatakan bahwa berdasarkan Pasal 12 ayat (20) Anggaran Rumah Tangga IKPI, Ketua Umum memiliki kewenangan menunjuk pengganti Wakil Ketua Umum yang berhalangan tetap, setelah mendengar pendapat dari Rapat Pleno.

“Berdasarkan ketentuan tersebut, saya akan meminta pendapat dari Rapat Pleno, yakni rapat antara Pengurus Pusat dan Pengawas—terkait urgensi pengisian jabatan Wakil Ketua Umum. Saya pribadi menilai hal ini penting, mengingat masa kepengurusan masih berlangsung hingga tahun 2029,” ujarnya.

Selain itu, lebih lanjut Vaudy mengungkapkan bahwa acara Outlook Perpajakan 2025 ini menjadi forum penting untuk membahas arah kebijakan perpajakan nasional di tengah tantangan ekonomi global yang terus berkembang.

“Saya sangat mengapresiasi pengurusa cabang IKPI yang aktif menyelenggarakan kegiatan-kegiatan seperti ini. Selain berkontribusi untuk dunia perpajakan, kegiatan seperti ini sekaligus mengukuhkan IKPI sebagai asosiasi konsultan pajak yang aktif berperan membantu pemerintah dalam menyosialisasikan dan melakukan edukasi perpajakan kepada masyarakat serta dunia usaha,” ujarnya.

Sekadar informasi, turut hadir dari IKPI dalam kesempatan antara lain, Ketua Dewan Kehormatan Christian B. Marpaung, perwakilan Ketua Dewan Penasehat Heru R. Hadi, Pengurus Pusat Warsito dan Fadhil, serta perwakilan Ketua Pengda DKJ, Kosasih. (bl)

Dirjen Pajak Minta Pengusaha Dukung dan Sukseskan Implementasi Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus mengakselerasi transformasi digital sektor perpajakan lewat sistem Coretax. Dalam acara AMSC Gathering 2025 yang digelar di Jakarta Pusat, Rabu (23/4/2025), Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo secara terbuka meminta dukungan dari kalangan pengusaha agar sistem ini bisa berjalan maksimal.

Coretax adalah sistem inti administrasi perpajakan berbasis digital yang diyakini mampu menciptakan keadilan dan transparansi lebih besar dalam pengelolaan pajak. “Saya sangat berharap, betul-betul memohon dukungan para pihak. Supaya apa? Coretax ini betul-betul dapat kita jalankan dengan baik,” ujar Suryo.

Ia memaparkan sembilan pilar utama dalam pengembangan Coretax, mulai dari otomasi layanan, transparansi transaksi, hingga penyediaan data kredibel dan penegakan hukum berbasis risiko. Semua itu bertujuan memudahkan wajib pajak dan menekan potensi kecurangan. Tak hanya bicara konsep, Coretax juga telah diuji di lapangan.

Dalam periode 24 Maret–20 April 2025, sistem ini menunjukkan performa cukup stabil, meskipun sempat mengalami lonjakan waktu tunggu saat terjadi peningkatan aktivitas transaksi. Misalnya, proses pendaftaran sempat melambat hingga 1,13 detik, dan pengelolaan SPT Masa pernah mencatat latensi hingga 30,1 detik. Namun, DJP memastikan semuanya kini terkendali dan jauh lebih baik.

“Fluktuasi latensi ini wajar dalam masa transisi, apalagi saat volume transaksi tinggi. Tapi sekarang sudah jauh lebih stabil,” kata Dwi Astuti, Direktur P2Humas DJP.

Sejak awal tahun hingga 20 April 2025, Coretax telah menangani hampir 200 juta faktur pajak dan lebih dari 70 juta bukti potong. Sistem ini juga mengelola lebih dari 2 juta SPT Masa untuk tiga bulan pertama tahun ini.

Suryo menegaskan bahwa Coretax bukan sekadar proyek teknologi, tetapi bagian dari proyek strategis nasional yang bertujuan menurunkan biaya kepatuhan, meningkatkan efisiensi pemungutan, dan meminimalkan risiko fraud. Ia pun menyampaikan terima kasih kepada pengusaha ritel yang terus memberikan masukan konstruktif selama proses implementasi.

“Intinya, kami ingin membuat perpajakan yang lebih mudah, adil, dan terpercaya. Coretax adalah fondasi menuju masa depan itu,” katanya. (alf)

 

DJP Pangkas Latensi Sistem Coretax Jadi 1,18 Milidetik!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan Sistem Coretax yang tengah diimplementasikan terus mengalami penyempurnaan signifikan dan hasilnya mulai terasa nyata. Salah satu buktinya, waktu latensi dalam pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa kini dipangkas drastis hingga hanya 1,18 milidetik!

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, mengungkapkan bahwa kecepatan sistem ini mengalami lompatan luar biasa. Jika pada 26 dan 27 Maret 2025 latensi sempat berada di angka 21,2 hingga 30 detik, maka pada 19 April 2025 turun menjadi hanya 0,00118 detik.

“Penyempurnaan ini hasil dari kerja keras tim DJP dalam menambal bug, memperbaiki proses submit, hingga mengoptimalkan sistem validasi,” kata Dwi dalam keterangannya, Rabu (23/4/2025).

Tak hanya itu, DJP juga menambal sejumlah celah dalam sistem pelaporan SPT Masa, termasuk menghapus masalah status “Draft” yang sempat membingungkan wajib pajak, menghindari duplikasi data kompensasi, serta menyempurnakan proses unduhan dokumen dan pelaporan objek pajak di SPOP.

Hasilnya? Hingga pukul 00.00 WIB, 20 April 2025, tercatat sebanyak 2.080.778 laporan SPT Masa berhasil masuk ke sistem. Angka ini mencakup:

• 933.484 SPT Masa PPN dan PPnBM (Januari–Maret 2025)

• 997.705 SPT Masa PPh Pasal 21/26

• 149.589 SPT Masa PPh Unifikasi

Detail pelaporan PPN dan PPnBM meliputi:

• Januari: 433.563

• Februari: 385.700

• Maret: 114.221

Sementara itu, pelaporan PPh terdiri dari:

• PPh 21/26

• Januari: 368.195

• Februari: 345.964

• Maret: 283.547

• PPh Unifikasi

• Januari: 171.404

• Februari: 173.075

• Maret: 149.589

Kabar baik lainnya, DJP memberikan insentif berupa penghapusan sanksi administratif bagi pelaporan SPT Masa Maret 2025 yang dilakukan tepat waktu. Untuk PPN dan PPnBM, batas waktunya hingga 10 Mei 2025. Sedangkan untuk PPh 21/26 dan PPh Unifikasi, penghapusan sanksi berlaku jika dilaporkan paling lambat 30 April 2025, sesuai dengan KEP-67/PJ/2025. (alf)

 

 

DJP Kembali Ingatkan Modus Penipuan Berkedok Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui akun instagram @pajakjakartapusat, Rabu (23/4/2025)  kembali mengingatkan masyarakat untuk waspada terhadap berbagai modus penipuan yang mengatasnamakan instansi pajak. Modus penipuan terbaru yang marak beredar dikenal dengan istilah “Coretax DJP”, yang bertujuan menipu wajib pajak dengan berbagai cara licik.

Modus Penipuan yang Perlu Diwaspadai:

• Permintaan Pemutakhiran Data

Penipu berpura-pura meminta #KawanPajak melakukan update data dengan dalih verifikasi akun atau kewajiban perpajakan.

• Permintaan Transfer Dana

Modus lain melibatkan permintaan transfer dana untuk pembayaran tunggakan pajak atau kelebihan pembayaran pajak yang diklaim bisa dicairkan.

• Aplikasi Palsu Berformat .apk

Masyarakat diminta mengunduh aplikasi berformat .apk yang sebenarnya adalah perangkat lunak jahat yang dapat mencuri data pribadi.

• Situs Web Palsu

Penipu menyebarkan tautan laman web yang menyerupai situs DJP, namun bukan domain resmi .pajak.go.id.

• Transfer Bea Meterai

Dalam beberapa kasus, penipu meminta transfer dana untuk bea meterai yang diklaim sebagai bagian dari layanan pajak.

• Email Palsu

Waspadai email yang datang dari alamat yang bukan domain resmi DJP seperti @pajak.go.id.

Lakukan Konfirmasi Melalui Saluran Resmi DJP

Jika Anda menerima permintaan mencurigakan, segera lakukan konfirmasi melalui:

• Kantor Pajak terdekat

• Kring Pajak: 1500200

• Email: pengaduan@pajak.go.id

• Akun X (Twitter): @kring_pajak

• Situs Pengaduan: https://pengaduan.pajak.go.id

• Live Chat: www.pajak.go.id

Laporkan Penipuan ke Kominfo

Selain melaporkan ke DJP, #KawanPajak juga bisa membantu memberantas penipuan digital dengan:

• Melaporkan nomor penipu di https://aduannomor.id

• Melaporkan konten, tautan, atau aplikasi penipuan di https://aduankonten.id (alf)

 

 

Pekan Sita Serentak: DJP Jawa Barat II Kedepankan Edukasi dan Pencegahan 

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat II tengah menggelar Pekan Sita Serentak pada 21–25 April 2025. Tidak semata-mata menitikberatkan pada tindakan hukum, kegiatan ini juga mengusung misi edukatif dan preventif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kepatuhan pajak.

Melibatkan 11 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di bawah naungannya, kegiatan ini menyasar berbagai objek sita seperti kendaraan bermotor, logam mulia, saldo rekening, hingga tanah. Namun, menurut Kepala Kanwil DJP Jawa Barat II, Dasto Ledyanto, tujuan utama dari kegiatan ini adalah menciptakan pemahaman yang lebih luas mengenai hak dan kewajiban perpajakan.

“Ini bukan sekadar eksekusi atas hak negara, tetapi juga bentuk edukasi kepada masyarakat bahwa kepatuhan pajak adalah bagian dari kontribusi terhadap pembangunan,” ujar Dasto dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Rabu (23/4/2025).

Dasto menekankan bahwa DJP memiliki komitmen untuk menuntaskan hak dan kewajiban kedua belah pihak negara dan wajib pajak. “Kami pastikan, jika negara memiliki hak, akan kami perjuangkan. Namun, jika wajib pajak memiliki hak, itu juga akan kami selesaikan secara adil,” tambahnya.

Langkah ini diharapkan mampu menciptakan deterrent effect, namun dalam kerangka yang konstruktif. Dengan pendekatan yang juga menekankan sosialisasi, DJP berharap masyarakat dapat lebih proaktif dalam memenuhi kewajiban perpajakan secara tepat waktu.

Melalui Pekan Sita Serentak ini, DJP Jawa Barat II tidak hanya menunjukkan ketegasan, tetapi juga membuka ruang dialog dan edukasi demi terciptanya ekosistem perpajakan yang lebih sehat dan berkelanjutan. (alf)

 

 

 

Ingin Klaim Pajak Lebih Bayar? Hati-hati, PMK 15/2025 Bisa Buat Anda Diperiksa!

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025 yang mempertegas kriteria pemeriksaan perpajakan. Aturan ini menjadi sinyal kuat bagi Wajib Pajak untuk lebih berhati-hati, terutama saat mengajukan klaim pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

Mengacu pada Pasal 4 PMK 15/2025, Wajib Pajak yang menyatakan lebih bayar dalam Surat Pemberitahuan (SPT), baik yang mengajukan pengembalian maupun tidak, menjadi salah satu pihak yang berpotensi diperiksa oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Tak hanya itu, pemeriksaan juga dapat dilakukan dalam kondisi lain, seperti ketika Wajib Pajak melaporkan kerugian, melakukan perubahan tahun buku, restrukturisasi perusahaan (merger, likuidasi), atau tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) meski telah ditegur.

PMK ini juga menegaskan bahwa DJP dapat menggunakan data konkret untuk memicu pemeriksaan, termasuk:

• Faktur pajak yang telah disetujui tapi tidak dilaporkan,

• Bukti pemotongan atau pemungutan pajak yang tidak masuk dalam laporan SPT,

• Data transaksi perpajakan lainnya yang relevan.

“PMK ini bertujuan menjaga integritas sistem perpajakan. Dengan memanfaatkan data dan teknologi, DJP kini lebih cepat mendeteksi ketidaksesuaian,” demikian dikutip dari isi peraturan. (alf)

 

 

 

Gubernur Jakarta Pangkas Pajak BBM jadi 5%

IKPI, Jakarta: Warga Ibu Kota bakal merasakan angin segar di tengah isu kenaikan harga bahan bakar. Gubernur Jakarta, Pramono Anung, resmi menurunkan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dari sebelumnya 10% menjadi 5% untuk kendaraan pribadi. Sementara kendaraan umum mendapatkan tarif lebih ringan, hanya 2%.

“Mulai kemarin saya sudah ambil keputusan. Di Jakarta, kami beri relaksasi atau kemudahan, dari yang dulunya 10%, sekarang jadi 5% untuk kendaraan pribadi, dan 2% untuk kendaraan umum,” kata Pramono di Balai Kota, Rabu (23/4/2025).

Pramono menuturkan bahwa tarif 10% yang selama ini dikenakan sudah berlaku selama lebih dari 10 tahun. Namun kini, seiring hadirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 yang memberi keleluasaan kepada kepala daerah, ia memanfaatkan kewenangan tersebut untuk meringankan beban masyarakat.

Ia memastikan kebijakan ini bakal dituangkan dalam bentuk Peraturan Gubernur (Pergub) dan segera disosialisasikan kepada publik. “Nanti di SPBU, yang bisa ngerasain perubahan ini ya cuma warga Jakarta. Karena sebelumnya memang mereka yang kena pajak 10%,” ujarnya. (alf)

 

Warga Kalselteng Tunjukkan Kepatuhan Tinggi! Laporan SPT Tembus 89,26%

IKPI, Jakarta: Pelaporan SPT Tahunan di Kalimantan Selatan dan Tengah makin mantap! Sampai 11 April 2025 lalu, sebanyak 373.923 Wajib Pajak di wilayah ini sudah melaporkan SPT Tahunannya. Jumlah ini mencakup 362 ribu orang pribadi dan lebih dari 11 ribu badan usaha sudah tembus 89,26% dari target yang ditetapkan.

Secara nasional, pelaporan SPT juga naik 3,26% dibanding tahun lalu. Totalnya? Lebih dari 13 juta SPT sudah masuk ke DJP, menunjukkan bahwa kesadaran pajak masyarakat makin baik.

Buat kamu yang belum tahu, tahun ini DJP memberikan kelonggaran waktu pelaporan sampai 11 April karena tanggal 31 Maret bertepatan dengan libur panjang Idulfitri dan Nyepi.

Jadi, yang telat lapor tapi masih dalam batas itu, aman dari sanksi!

DJP juga bikin makin mudah dengan menghadirkan 414 Pojok Pajak di pusat perbelanjaan, kantor, dan area publik lainnya. Hasilnya? 21.460 Wajib Pajak terbantu tanpa harus capek antre di kantor pajak.

Kepala Kanwil DJP Kalselteng, Syamsinar, pun mengapresiasi warga yang sudah taat.

“Terima kasih kepada Wajib Pajak yang sudah lapor tepat waktu, bagi yang belum, yuk segera lapor via DJP Online,” katanya, Senin (20/4/2025). (alf)

 

 

WP Usaha dan Profesional Wajib Lakukan Pembukuan, Ada Pengecualian Tertentu

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 mempertegas kewajiban pembukuan dan pencatatan bagi Wajib Pajak (WP), khususnya bagi pelaku usaha dan pekerja profesional. Aturan ini tertuang dalam Pasal 448 dan 449 PMK tersebut, yang mulai diterapkan untuk meningkatkan transparansi dan kepatuhan dalam pelaporan pajak.

Pasal 448 ayat (1) menyatakan bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, serta Wajib Pajak Badan, diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Hal ini bertujuan agar penghitungan pajak dilakukan secara akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Meski begitu, terdapat pengecualian tertentu. WP orang pribadi yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, yang tidak memiliki usaha atau pekerjaan bebas, serta yang memenuhi kriteria khusus yang diatur dalam regulasi perpajakan, diperbolehkan untuk hanya melakukan pencatatan, bukan pembukuan penuh.

Pasal 449 mengatur bahwa pencatatan ini harus dilakukan secara teratur dan mendetail, sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang. Pencatatan wajib dilakukan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, dan dalam mata uang Rupiah.

Selain itu, pencatatan harus kronologis dan sistematis, mencerminkan keadaan usaha yang sebenarnya, serta didukung oleh dokumen sah. (alf)

Pengusaha Wajib Daftar PKP, Kecuali Kategori Ini

IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 menegaskan kembali kewajiban para pengusaha yang melakukan penyerahan dan/atau ekspor untuk melaporkan usahanya guna dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Ketentuan ini diatur secara rinci dalam Pasal 60 peraturan perpajakan terbaru.

Dalam Pasal 60 ayat (1), ditegaskan bahwa setiap pengusaha yang melakukan kegiatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Namun, ketentuan ini tidak berlaku bagi pengusaha kecil, sesuai batasan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Meski dikecualikan, pengusaha kecil memiliki opsi untuk secara sukarela melaporkan usahanya sebagai PKP, sebagaimana disebutkan dalam ayat (3). Hal ini memberikan fleksibilitas bagi pelaku usaha skala mikro dan kecil untuk terlibat dalam sistem PPN, kecuali mereka diwajibkan oleh peraturan yang berlaku.

Selain itu, pengusaha yang sejak awal bermaksud melakukan kegiatan penyerahan dan/atau ekspor juga diperbolehkan langsung melaporkan usahanya agar mendapat status PKP, sebagaimana diatur dalam ayat (4).

Kewajiban pelaporan usaha untuk menjadi PKP harus dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang diatur dalam PMK 81/2024.

Keterlambatan atau kelalaian dalam pelaporan ini akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Dengan diberlakukannya PMK ini, pemerintah berharap seluruh pelaku usaha dapat lebih patuh terhadap kewajiban perpajakan, sekaligus mendorong kepatuhan sukarela dan perluasan basis pajak nasional. (alf)

 

en_US