Pemerintah Didorong Perkuat UMKM dan Industri Berbahan Baku Lokal Hadapi Perang Dagang AS

IKPI, Jakarta: Pemerintah diminta untuk memperkuat sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta industri berbahan baku lokal agar mampu naik kelas dan lebih tangguh menghadapi tekanan eksternal. Dorongan ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M Hanif Dhakiri, menanggapi kebijakan perang dagang Amerika Serikat (AS) yang menaikkan tarif kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Hanif menegaskan bahwa langkah AS harus direspons dengan keberanian dalam industrialisasi. “Tarif AS harus kita jawab dengan keberanian industrialisasi. Produk lokal tak boleh hanya bertahan, harus maju dan menembus pasar baru,” ujarnya, Jumat (4/4/2025).

Selain penguatan sektor UMKM, Hanif juga mendorong diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) serta kawasan Afrika. Menurutnya, langkah ini penting untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar AS yang kini menerapkan kebijakan tarif yang lebih tinggi terhadap Indonesia.

Mantan Menteri Ketenagakerjaan ini juga menyoroti pentingnya investasi pada sumber daya manusia, termasuk pekerja migran yang tahun lalu menyumbang devisa sebesar 14 miliar dolar AS. “Mereka bukan beban, tapi kekuatan. Kalau dikelola serius, lima hingga sepuluh tahun ke depan mereka bisa jadi pilar ekonomi nasional,” kata Hanif.

Hanif, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum PKB, menegaskan bahwa tekanan global ini merupakan ujian bagi arah kebijakan nasional agar lebih baik ke depannya. “Ini saatnya melangkah dengan strategi yang berani dan keberpihakan yang nyata,” tambahnya.

Sebagaimana diketahui, Presiden AS Donald Trump secara resmi mengumumkan keadaan darurat ekonomi nasional dengan menerapkan kebijakan tarif timbal balik (Reciprocal Tariffs). Indonesia termasuk dalam daftar 10 besar negara yang terkena dampak dari kebijakan ini, dengan tarif baru sebesar 32 persen. Kenaikan tarif tersebut diberlakukan karena nilai impor AS dari Indonesia dinilai lebih tinggi sebesar 18 miliar dolar AS dibandingkan ekspor AS ke Indonesia.

Sejumlah sektor utama ekspor Indonesia ke AS yang terkena dampak kebijakan ini antara lain tekstil dan rajutan (termasuk jersey), sepatu, minyak sawit, udang dan ikan, serta peralatan elektrik. Dengan kebijakan ini, Indonesia perlu segera mengambil langkah strategis untuk mempertahankan daya saing dan memperluas pasar ekspornya ke kawasan lain yang lebih potensial. (alf)

 

DPR: Kebijakan Tarif Tambahan AS Jadi Sinyal Kuat bagi Strategi Fiskal dan Perpajakan Indonesia

IKPI, Jakarta: Kebijakan Pemerintah Amerika Serikat (AS) yang menetapkan tarif impor tambahan sebesar 32 persen terhadap berbagai produk asal Indonesia menimbulkan keprihatinan mendalam, khususnya bagi stabilitas sektor fiskal dan perpajakan nasional. Wakil Ketua Komisi XI DPR, M. Hanif Dhakiri, menyampaikan bahwa langkah ini bukan sekadar dinamika perdagangan internasional, melainkan ancaman langsung terhadap sektor industri padat karya dan penerimaan negara.

“Pemerintah tidak boleh pasif. Ini menyangkut keberlangsungan jutaan pekerja, industri strategis, dan secara langsung memengaruhi penerimaan negara, termasuk dari sisi perpajakan. Harus ada langkah terarah dan nyata,” tegas Hanif dalam pernyataannya, Jumat (4/4/2025).

Produk-produk yang dikenai tarif tambahan oleh AS antara lain alas kaki, tekstil dan garmen, minyak nabati, serta peralatan listrik — sektor-sektor yang selama ini menyumbang besar terhadap basis pajak nasional. Hanif menilai tekanan terhadap ekspor Indonesia yang pada 2023 mencapai 31 miliar dolar AS ke AS, berpotensi menurunkan aktivitas produksi dan, secara domino, memengaruhi setoran pajak dari sektor korporasi dan karyawan.

“Jika tidak diantisipasi, kita akan menghadapi penurunan penerimaan pajak, kenaikan PHK, serta tekanan fiskal secara umum. Inflasi bisa naik, dan belanja negara harus bekerja lebih keras untuk menjaga daya beli masyarakat,” ujarnya.

Ia juga menyinggung kondisi nilai tukar rupiah yang kini menyentuh Rp16.675 per dolar AS. Meskipun Bank Indonesia telah mengintervensi dengan cadangan devisa sebesar 4,5 miliar dolar AS, menurut Hanif, strategi moneter saja tidak cukup.

“Tanpa penguatan sektor riil dan dukungan fiskal yang tepat, termasuk insentif dan perlindungan pajak yang selektif, ekonomi bisa goyah,” tambahnya.

Kebijakan tarif AS ini mulai berlaku per 2 April 2025 di bawah administrasi Presiden Donald Trump, dengan pemberlakuan tarif dasar 10 persen dan tambahan berdasarkan evaluasi praktik perdagangan negara mitra. Indonesia dikenakan tarif tambahan sebesar 32 persen, berbeda dengan Vietnam (46 persen) dan China (34 persen). Penetapan tarif tersebut mempertimbangkan faktor hambatan perdagangan, manipulasi mata uang, dan akses pasar.

Dalam konteks fiskal, kebijakan ini menjadi sinyal kuat bagi pemerintah untuk mengevaluasi strategi optimalisasi penerimaan pajak sekaligus mempertimbangkan insentif fiskal sebagai bentuk keberpihakan terhadap sektor terdampak. (alf)

Masa Berlaku PER-1/PJ/2025 Berakhir, Pembuatan Faktur Pajak Kembali Mengacu Pada PMK 131/2024

IKPI, Jakarta: Masa transisi pelaksanaan kebijakan baru Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2025 telah resmi berakhir pada 31 Maret 2025. Peraturan yang diterbitkan sebagai pedoman teknis pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 ini memberikan ruang penyesuaian bagi pelaku usaha dalam menyusun Faktur Pajak selama tiga bulan pertama tahun 2025.

Dalam ketentuan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengatur bahwa selama masa transisi, Faktur Pajak dan dokumen tertentu yang dipersamakan dengan Faktur Pajak tetap dianggap sah, meskipun mencantumkan tarif PPN 11% atau 12%, sepanjang dilengkapi dengan keterangan sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengakomodasi potensi perbedaan penerapan tarif selama penyesuaian terhadap ketentuan baru yang diberlakukan melalui PMK 131 Tahun 2024.

Selain itu, ketentuan dalam Pasal 4 dan 5 PER-1/PJ/2025 juga memberikan pedoman bagi pengusaha dalam mengelola dokumen perpajakan yang belum mencantumkan dasar pengenaan pajak secara lengkap, selama informasi lain yang dipersyaratkan telah tersedia.

Dengan berakhirnya masa transisi tersebut, maka sejak 1 April 2025, seluruh pelaksanaan pembuatan Faktur Pajak dan dokumen yang dipersamakan harus sepenuhnya mengacu pada ketentuan PMK 131 Tahun 2024 tanpa toleransi sebagaimana yang diberikan selama masa transisi.

DJP menyampaikan apresiasi kepada seluruh wajib pajak dan Pengusaha Kena Pajak yang telah menyesuaikan sistem administrasi dan pelaporan perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Evaluasi terhadap pelaksanaan masa transisi juga menjadi bahan penting untuk memastikan kelancaran implementasi penuh kebijakan PPN ke depannya. (alf)

 

Ini Aturan Status Subjek Pajak WNI di Luar Negeri Menurut PMK 18/2021

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021 yang mengatur pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di bidang perpajakan. Salah satu poin penting dalam aturan ini adalah ketentuan mengenai status subjek pajak luar negeri bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri.

Kriteria Subjek Pajak Luar Negeri

Berdasarkan Pasal 3 PMK 18/2021, seseorang dapat dikategorikan sebagai subjek pajak luar negeri jika memenuhi salah satu dari ketentuan berikut:

• Tidak bertempat tinggal di Indonesia.

• Warga Negara Asing (WNA) yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan.

• WNI yang berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam 12 bulan, serta memenuhi sejumlah persyaratan tambahan, seperti:

• Memiliki tempat tinggal tetap di luar Indonesia.

• Sumber penghasilan berasal dari luar Indonesia.

• Menjadi anggota organisasi keagamaan, pendidikan, sosial, atau kemasyarakatan di negara setempat.

• Menjadi subjek pajak dalam negeri negara atau yurisdiksi lain.

Proses Pengajuan Status Subjek Pajak Luar Negeri

Untuk memperoleh Surat Keterangan WNI Memenuhi Persyaratan Menjadi Subjek Pajak Luar Negeri, WNI harus mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan melampirkan dokumen yang membuktikan bahwa mereka memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Permohonan ini dapat dilakukan secara elektronik atau secara langsung melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar.

Dalam permohonan ini, pemohon harus menyertakan surat keterangan domisili atau dokumen lain dari otoritas pajak negara tujuan, yang minimal mencantumkan nama WNI, tanggal penerbitan, periode berlaku, serta tanda tangan pejabat berwenang.

Regulasi ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi WNI yang tinggal di luar negeri, sehingga mereka tidak dikenakan pajak ganda. Di sisi lain, aturan ini juga memastikan bahwa WNI yang tetap memiliki keterikatan ekonomi dengan Indonesia tetap menjalankan kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan yang berlaku.

Dengan adanya PMK 18/2021 ini, diharapkan sistem perpajakan Indonesia menjadi lebih transparan dan adil bagi seluruh wajib pajak, baik di dalam maupun luar negeri. (alf)

 

 

Wajib Pajak Bisa Ajukan Perpanjangan Waktu Pelaporan SPT Tahunan , Ini Prosedurnya!

IKPI, Jakarta: Batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi untuk masa pajak 2024 semakin dekat, yakni pada 31 Maret 2025. Namun, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan perpanjangan waktu pelaporan SPT Tahunan.

Direktur P2Humas DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa pengajuan perpanjangan waktu pelaporan SPT tahunan, baik untuk Wajib Pajak orang pribadi maupun badan, telah diatur dalam Pasal 4 (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 21/PJ/2009 dan Pasal 14 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 243/PMK.03/2014.

Ini syarat dan prosedurnya:

• Alasan Perpanjangan

Wajib Pajak harus menyampaikan alasan perpanjangan waktu pelaporan. Contohnya, usaha yang tersebar di lebih dari satu kota sehingga laporan keuangan belum dikonsolidasi atau Kantor Akuntan Publik (KAP) belum menyelesaikan audit laporan keuangan perusahaan.

• Pengajuan Secara Tertulis

Permohonan harus disampaikan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar dengan formulir yang telah ditentukan:

• Formulir 1771-Y untuk SPT Tahunan PPh badan,

• Formulir 1770-Y untuk SPT Tahunan PPh orang pribadi,

• Formulir 1771-$Y untuk SPT Tahunan PPh badan yang menggunakan mata uang dolar AS.

• Dokumen Pendukung

Wajib Pajak wajib melampirkan:

• Penghitungan sementara pajak terutang dalam satu tahun pajak,

• Laporan keuangan sementara,

• Surat Setoran Pajak (SSP) atau dokumen administrasi lain yang memiliki kedudukan setara dengan SSP.

Batas Waktu Perpanjangan 

Berdasarkan Pasal 13 PMK Nomor 243/PMK.03/2014, Wajib Pajak badan dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama dua bulan setelah batas waktu penyampaian SPT Tahunan dengan syarat telah menyampaikan pemberitahuan dan mendapat persetujuan dari DJP.

• Wajib Pajak orang pribadi dapat memperpanjang waktu pelaporan hingga 31 Mei 2025. Jika melewati batas waktu ini, akan dikenakan sanksi keterlambatan sebesar Rp100 ribu, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

• Wajib Pajak badan dapat memperpanjang waktu pelaporan hingga 30 Juni 2025. Jika melewati batas waktu ini, akan dikenakan sanksi keterlambatan sebesar Rp1 juta sesuai dengan UU KUP.

DJP mengimbau Wajib Pajak untuk segera mengajukan perpanjangan jika mengalami kendala dalam pelaporan SPT guna menghindari sanksi administratif. (alf)

 

Trump Umumkan Tarif Baru, Indonesia Kena Dampak Besar

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif baru yang akan dikenakan pada hampir semua barang impor ke AS. Langkah ini mencakup tarif dasar sebesar 10% serta kebijakan ‘Tarif Timbal Balik’ yang diberlakukan terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia.

“Ini adalah deklarasi kemerdekaan ekonomi kami,” ujar Trump dalam pidatonya saat mengumumkan kebijakan tersebut. Ia menegaskan bahwa pendapatan dari tarif ini akan digunakan untuk mengurangi pajak dan membayar utang nasional AS.

Dalam konferensi pers tersebut, Trump mengangkat sebuah bagan besar berjudul ‘Tarif Timbal Balik’. Bagan ini menampilkan daftar negara beserta tarif yang dikenakan terhadap barang-barang AS serta tarif balasan yang kini diberlakukan AS terhadap negara-negara tersebut.

Indonesia Terkena Dampak Besar

Indonesia termasuk dalam daftar negara yang dikenakan tarif balasan. Menurut bagan tersebut, Indonesia menerapkan tarif sebesar 64% terhadap barang-barang dari AS. Sebagai tanggapan, AS akan mengenakan tarif sebesar 32% terhadap barang-barang asal Indonesia yang masuk ke pasar Amerika.

“Mereka mengenakan biaya kepada kami, kami mengenakan biaya kepada mereka. Bagaimana mungkin ada orang yang marah?” kata Trump. Ia juga menyoroti China dan Uni Eropa yang disebutnya telah “menipu” AS dengan tarif yang tidak proporsional.

Lebih lanjut, Trump menyatakan bahwa banyak negara telah memperlakukan AS dengan tidak adil dalam perdagangan internasional. Oleh karena itu, AS akan mengenakan tarif balasan dengan besaran sekitar setengah dari tarif yang dikenakan negara lain terhadap AS. “Saya bisa saja menerapkan tarif yang sama besar, tetapi itu akan sulit bagi banyak negara,” ujar Trump.

Tarif Tambahan untuk Mobil Luar Negeri

Selain tarif umum, Trump juga mengumumkan kebijakan khusus untuk impor mobil. Ia menyoroti ketidakseimbangan dalam perdagangan otomotif, terutama dengan Korea Selatan dan Jepang.

Menurut Trump, lebih dari 80% mobil di Korea Selatan dan lebih dari 90% mobil di Jepang adalah buatan lokal, sedangkan mobil buatan AS hanya memiliki pangsa kecil di negara-negara tersebut. “Ford menjual sangat sedikit,” keluh Trump, seraya menyatakan bahwa ketimpangan ini telah “menghancurkan” industri otomotif AS.

Sebagai langkah tegas, AS akan mulai memberlakukan tarif 25% pada semua mobil buatan luar negeri mulai 3 April, pukul 00:00 waktu AS bagian timur (13:00 WIB). Kebijakan ini merupakan bagian dari rangkaian tarif baru yang akan diterapkan secara bertahap:

• 3 April, 00:00 EST (13:00 WIB): Tarif 25% untuk semua mobil buatan luar negeri.

• 5 April, 12:01 EST (13:01 WIB): Tarif dasar 10% untuk semua negara.

• 9 April, 12:01 EST (13:01 WIB): Tarif timbal balik yang lebih tinggi.

Dengan kebijakan ini, dampak terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia, diperkirakan akan signifikan. Pemerintah dan pelaku bisnis di Indonesia kini harus bersiap menghadapi konsekuensi dari kebijakan perdagangan proteksionis yang diterapkan AS. (alf)

 

DJP Targetkan Kepatuhan SPT Tahunan 2025 Capai 81,92 Persen

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menargetkan tingkat kepatuhan dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pada tahun 2025 mencapai 81,92 persen. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, dalam keterangan tertulis pada Rabu (2/4/2025).

“DJP menetapkan target kepatuhan SPT Tahunan untuk penyampaian di tahun 2025 sebanyak 16,21 juta SPT Tahunan atau sekitar 81,92 persen dari total wajib pajak yang wajib melaporkan SPT,” ujar Dwi. Diketahui, total wajib pajak yang seharusnya melapor SPT mencapai 19,78 juta.

Hingga Selasa (1/4/2025) pukul 00.01 WIB, DJP mencatat total SPT Tahunan yang telah disampaikan mencapai 12,34 juta. Dari jumlah tersebut, sebanyak 12 juta merupakan SPT Tahunan orang pribadi, sementara 338,2 ribu adalah SPT Tahunan badan.

Sebagian besar penyampaian SPT dilakukan secara elektronik. Rinciannya, 10,56 juta SPT melalui e-filing, 1,33 juta melalui e-form, dan 629 melalui e-SPT. Sementara itu, sebanyak 446,23 ribu SPT masih disampaikan secara manual ke Kantor Pelayanan Pajak.

Adapun batas akhir pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 29 dan penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi untuk tahun pajak 2024 jatuh pada 31 Maret 2025. Namun, bertepatan dengan libur nasional dan cuti bersama dalam rangka Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1947 serta Idul Fitri 1446 Hijriah, DJP menyadari potensi keterlambatan pelaporan akibat terbatasnya jumlah hari kerja di bulan Maret.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak (Kepdirjen Pajak) Nomor 79/PJ/2025 yang memberikan keringanan bagi wajib pajak pribadi dalam menyampaikan SPT Tahunan. Kepdirjen Pajak ini mengatur penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran PPh Pasal 29 dan pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2024. Dengan demikian, pembayaran dan pelaporan SPT masih dapat dilakukan setelah tanggal jatuh tempo, yakni mulai 31 Maret hingga paling lambat 11 April 2025, tanpa dikenakan Surat Tagihan Pajak (STP).

Dwi mengimbau kepada wajib pajak yang belum menyampaikan SPT Tahunan tahun pajak 2024 agar segera melaporkannya sebagai bentuk kepatuhan pajak. “Kami mengajak seluruh wajib pajak untuk segera melaporkan SPT-nya guna mendukung kepatuhan pajak yang lebih baik,” ujarnya. (alf)

 

 

Kanwil DJP Papabrama Beri Edukasi Pajak Mahasiswa di Papua

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Papua, Papua Barat, dan Maluku (Kanwil DJP Papabrama) menggelar edukasi perpajakan bagi mahasiswa di Papua. Kegiatan ini bertujuan menanamkan rasa tanggung jawab sebagai wajib P

Pajak dan calon wajib pajak agar mereka dapat menjadi kontributor yang baik bagi masyarakat.

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Papabrama, Theresia Naniek Widyaningsih, dalam keterangannya, Rabu (6/3/2025), menegaskan pentingnya kesadaran pajak sejak dini bagi mahasiswa.

“Sebagai warga negara Indonesia, sangat penting untuk memiliki kesadaran sebagai wajib pajak dan calon wajib pajak. Oleh sebab itu, kini kami memberikan edukasi dan sosialisasi terkait manfaat pajak kepada mahasiswa di Papua,” ujar Theresia.

Menurutnya, pemahaman pajak sejak dini dapat membantu generasi muda memahami kewajiban mereka secara mandiri di masa depan. Ia juga menyampaikan bahwa pada Selasa (5/3/2025) lalu, edukasi perpajakan telah dilakukan di Universitas Ottow Geissler Papua dan dalam waktu dekat akan menyasar perguruan tinggi lainnya di Tanah Papua.

“Kesadara pajak harus ditanamkan sejak dini karena mahasiswa sebagai calon profesional dan pelaku usaha nantinya akan berperan penting dalam perekonomian dan kepatuhan pajak di Tanah Papua,” jelasnya.

Theresia menambahkan bahwa setidaknya mahasiswa di Universitas Ottow Geissler Papua kini telah memahami dasar-dasar perpajakan, manfaat pajak bagi negara, serta kewajiban perpajakan yang harus diketahui sejak dini.

Sementara itu, Kepala Seksi Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Papabrama, Ricky F. Argamaya, menjelaskan bahwa dalam sosialisasi ini pihaknya menyampaikan materi mengenai regulasi pajak yang berlaku serta dampaknya terhadap perekonomian nasional.

“Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan semakin banyak mahasiswa yang memahami dan mendukung sistem perpajakan sebagai bagian dari kontribusi dalam pembangunan negara,” kata Ricky.

Kanwil DJP Papabrama berharap edukasi ini dapat meningkatkan kesadaran pajak di kalangan mahasiswa, sehingga di masa mendatang mereka dapat menjadi wajib pajak yang patuh dan berkontribusi positif bagi perekonomian Indonesia. (alf)

 

Fitur “Posting SPT” Diklaim Permudah Pelaporan PPN di Coretax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus berinovasi meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, khususnya Pengusaha Kena Pajak (PKP), melalui penyempurnaan fitur pada aplikasi Coretax. Kini, DJP resmi meluncurkan fitur “Posting SPT” dalam konsep SPT Masa PPN untuk memudahkan proses finalisasi dan pelaporan pajak.

Fitur “Posting SPT”: Efisiensi dan Akurasi Data 

Fitur terbaru ini dirancang untuk membantu PKP dalam:

1. Memperbarui data faktur pajak secara otomatis sebelum submit SPT, memastikan data pada induk SPT Masa PPN selalu terkini.

2. Mencegah duplikasi data yang kerap menjadi kendala dalam pelaporan.

3. Mengatasi masalah teknis seperti data faktur yang tidak muncul, sebagian terprepopulasi, atau kesalahan penghitungan.

Dengan menekan tombol “Posting SPT”, Wajib Pajak dapat memfinalkan draft SPT Masa PPN sekaligus memverifikasi kelengkapan data sebelum dikirim ke DJP. Fitur ini tersedia pada versi Coretax 1.1.2-build-1943 dan dapat diakses melalui menu Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN.

Manfaat bagi PKP

– Akurasi lebih tinggi dalam pelaporan berkat sinkronisasi data faktur.

– Efisiensi waktu dengan mengurangi risiko revisi akibat kesalahan data.

– Kemudahan identifikasi masalah seperti faktur terhitung ganda atau belum masuk.

Langkah Penggunaan

1. Buka menu SPT Masa PPN di Coretax.

2. Pilih Posting SPT untuk memperbarui data faktur.

3. Verifikasi data pada induk SPT (lampiran A-1, A-2, B-1, dll.).

4. Submit SPT setelah data dipastikan akurat.

Respons Positif dari Wajib Pajak

Fitur ini diharapkan mampu mengurangi kendala teknis yang selama ini kerap dialami PKP, terutama dalam masa tunggu data faktur atau ketidaksesuaian penghitungan PPN. DJP juga menyediakan panduan penggunaan melalui portal “Layanan Wajib Pajak” untuk memandu pengguna baru.

“Ini solusi tepat untuk menghindari pembetulan SPT akibat human error atau duplikasi data,” ujar DJP.

DJP mengimbau PKP memanfaatkan fitur ini demi pelaporan yang lebih efisien. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi www.pajak.go.id atau hubungi Contact Center DJP di 1500200. (alf)

 

 

 

 

 

Pemeliharaan Sistem, Aplikasi Coretax DJP Tidak Dapat Diakses Sementara 

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengumumkan bahwa layanan aplikasi Coretax tidak dapat diakses sejak Selasa (1/4/2025) pukul 18.00 WIB hingga Rabu (2/4/2025) pukul 12.00 WIB. Hal ini disebabkan oleh adanya pemeliharaan sistem yang mengakibatkan downtime (waktu henti) pada platform tersebut.

Dalam surat pengumuman Nomor PENG-24/PJ.09/2025 yang ditandatangani oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, disebutkan bahwa seluruh layanan Coretax DJP di laman [https://coretaxdjp.pajak.go.id](https://coretaxdjp.pajak.go.id) tidak dapat digunakan selama periode tersebut.

“Berkaitan dengan hal tersebut, kami sampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan,” tulis DJP dalam pernyataannya.

Pemeliharaan ini dilakukan sebagai upaya DJP untuk meningkatkan kualitas layanan, mengoptimalkan kinerja sistem, serta menangani berbagai kendala yang pernah dilaporkan oleh wajib pajak. DJP juga menyampaikan apresiasi atas masukan dari masyarakat.

“Terima kasih atas masukan berharga dan kepercayaan yang telah diberikan,” tambah pernyataan tersebut.

Diharapkan setelah pemeliharaan selesai, aplikasi Coretax dapat beroperasi dengan lebih stabil dan lancar, mendukung kelancaran pelaporan dan pembayaran pajak bagi wajib pajak di seluruh Indonesia.  (alf)

 

 

en_US