IKPI, Jakarta: Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, menilai upaya pemerintah untuk meningkatkan rasio pajak perlu dilakukan, namun kondisi perekonomian saat ini kurang mendukung kebijakan perpajakan yang terlalu agresif.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Jakarta pada Rabu (12/2/2025) Awalil menyoroti rasio perpajakan Indonesia yang masih rendah, yakni 10,12 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2024. Ia mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menentukan kebijakan pajak agar tidak membebani masyarakat dan dunia usaha di tengah ketidakpastian ekonomi.
“Perlu dipertimbangkan bahwa di satu sisi pemerintah membutuhkan penerimaan pajak, tetapi di sisi lain berbagai indikator menunjukkan sulit untuk mencapai penerimaan pajak yang besar di 2025,” ujarnya.
Awalil menekankan agar target penerimaan pajak tahun depan tidak dipaksakan tanpa memperhitungkan kondisi ekonomi yang belum stabil. Ia juga merespons rekomendasi Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang menyarankan penurunan batas bawah Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk memperluas basis pajak.
Saat ini, PTKP di Indonesia berada di angka Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan untuk orang pribadi, yang menurut OECD setara dengan 65 persen PDB per kapita. Meski demikian, Awalil meminta pemerintah mempertimbangkan dengan matang usulan OECD tersebut. Ia menilai, kebijakan tersebut bisa berdampak signifikan terhadap masyarakat kelas menengah yang baru berkembang.
“Jangan diterapkan di 2025 kalau bisa. Jika ingin mengoptimalkan penerimaan pajak, fokus saja pada wajib pajak yang tidak patuh, bukan dengan kebijakan baru,” kata Awalil.
Selain itu, ia menyarankan pemerintah untuk mengurangi belanja pajak yang tidak efektif guna menekan beban fiskal negara. Program insentif pajak seperti tax amnesty sebaiknya tidak banyak diimplementasikan tahun ini, karena dikhawatirkan justru melemahkan kepercayaan publik terhadap reformasi perpajakan.
“Kalau boleh usul, mungkin jangan tax amnesty lagi. Kalau terus dilakukan, kepercayaan terhadap reformasi perpajakan bisa makin lemah. Masih ada cara lain untuk meningkatkan kepatuhan pajak,” tuturnya.
Dengan berbagai tantangan ekonomi yang ada, Awalil menegaskan bahwa strategi perpajakan yang diterapkan harus realistis dan tidak memberatkan masyarakat serta dunia usaha. (alf)