Dukung Regulasi Perpajakan, IKPI Minta Pemerintah Buat Aturan Main untuk Kuasa WP Non-Konsultan Pajak

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

IKPI, Jakarta: Dalam rangka memperkuat peran konsultan pajak dan memastikan praktik perpajakan yang transparan dan kompeten, sejumlah regulasi baru telah diberlakukan di Indonesia. Salah satunya adalah ketentuan mengenai kuasa wajib pajak (WP) non-konsultan pajak yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Berdasarkan pasal 32 ayat (3a), seorang kuasa yang ditunjuk wajib pajak harus memiliki kompetensi tertentu dalam bidang perpajakan, kecuali jika kuasa yang ditunjuk adalah keluarga dekat wajib pajak.

Dengan diterapkannya regulasi tersebut, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) berharap agar regulator juga memberikan perhatian lebih kepada pembinaan dan pengawasan terhadap kuasa wajib pajak non-konsultan pajak. Tujuannya adalah menciptakan “equal playing field” atau perlakuan yang adil dalam sektor perpajakan.

Karena, yang terjadi saat ini seseorang selain konsultan pajak, wajib pajak juga dapat menunjuk pihak lain atau keluarga untuk mewakili kepentingannya dalam memenuhi kewajiban perpajakan, selama memenuhi ketentuan yang ada.

Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld dalam pernyataan resminya menyatakan, bahwa pihaknya mendukung penuh regulasi yang bertujuan meningkatkan kualitas kompetensi dalam sektor perpajakan. Namun, ia juga menekankan pentingnya perhatian yang sama terhadap kuasa wajib pajak non-konsultan pajak, terutama terkait dengan pengawasan yang lebih ketat oleh regulator.

“Sebagai profesi yang memiliki tanggung jawab besar terhadap keuangan negara, kami berharap pemerintah dapat memberikan pembinaan dan pengawasan yang setara terhadap semua pihak yang mewakili wajib pajak, tidak hanya konsultan pajak. Hal ini akan menciptakan persaingan yang sehat dan meningkatkan integritas dalam sistem perpajakan Indonesia,” ujar Vaudy di Jakarta, Selasa (21/1/2025).

Dijelaskannya, salah satu regulasi yang mendukung ketentuan ini adalah Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Dalam pasal 51 dan 52, dinyatakan bahwa baik konsultan pajak, pihak lain, maupun keluarga yang ditunjuk harus memiliki kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan, yang mencakup jenjang pendidikan, sertifikasi, atau pembinaan oleh asosiasi atau Kementerian Keuangan.

“Dengan adanya regulasi ini, diharapkan wajib pajak dapat lebih selektif dalam menunjuk kuasa untuk kepentingan perpajakannya,” kata Vaudy.

Selain itu, Vaudy juga menyampaikan keluhan anggotanya mengenai Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP). Beberapa masalah yang dihadapi oleh peserta ujian antara lain kesulitan pendaftaran, rendahnya kuota pada Tingkat B dan C, serta tingginya angka ketidakhadiran peserta.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, terdapat juga kekhawatiran mengenai perbedaan biaya antara ujian berbayar yang dilakukan beberapa tahun sebelumnya dan gratis seperti saat ini. Kekuatiran tersebut antara lain pembatasan jumlah peserta, lokasi pelaksanaan yang diikuti oleh bukan peserta yang berdomisili di kota tersebut, dan tingkat kelulusannya. Karenanya, IKPI berkomitmen untuk menjadi penyelenggara USKP dan meningkatkan kualitas pelaksanaan ujian sertifikasi ini.

Menurut data anggota IKPI per September 2024, pada tingkat Sertifikasi A, terdapat 2.891 orang dengan kuota yang terbatas yaitu 465 orang untuk Tingkat B dan 536 orang untuk Tingkat C. Hal ini menunjukkan bahwa persaingan untuk mendapatkan sertifikasi konsultan pajak semakin ketat, sementara angka kelulusan dan kuota yang terbatas menjadi kendala bagi para calon konsultan pajak. (bl)

id_ID