DJP Rombak Aturan PKP Risiko Rendah, Restitusi Pajak Bisa Lebih Cepat

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali melakukan penyempurnaan regulasi perpajakan melalui terbitnya Peraturan Dirjen Pajak (PER) Nomor PER-6/PJ/2025. Regulasi baru ini secara khusus mengatur ulang ketentuan mengenai penetapan Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah yang berhak mengajukan restitusi atau pengembalian kelebihan pajak dengan skema percepatan.

PER-6/PJ/2025 sekaligus merevisi dan menggantikan ketentuan sebelumnya yang tertuang dalam PER-4/PJ/2021. Penyesuaian ini dilakukan untuk menyelaraskan dengan mekanisme restitusi dipercepat sebagaimana diatur dalam PMK 39/2018 dan perubahannya.

Secara umum, PKP berisiko rendah adalah wajib pajak yang dianggap memenuhi kriteria tertentu dan dapat mengajukan pengembalian kelebihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) setiap masa pajak dengan prosedur yang lebih ringkas. Namun, tidak semua wajib pajak dapat menikmati fasilitas ini.

Dalam beleid terbaru ini, DJP menetapkan sembilan kategori wajib pajak yang bisa masuk dalam klasifikasi PKP berisiko rendah. Penambahan kategori ini merupakan penguatan atas ketentuan yang telah diatur dalam PMK 117/2019, yang merupakan revisi dari PMK 39/2018.

Menariknya, PER-6/PJ/2025 juga mempertegas bahwa PKP yang termasuk dalam kelompok wajib pajak dengan “persyaratan tertentu” otomatis dianggap sebagai PKP berisiko rendah, tanpa perlu mengajukan permohonan secara terpisah. Ketentuan ini telah lebih dulu ditegaskan dalam Pasal 14 ayat (8) PMK 39/2018 yang terakhir diubah dengan PMK 119/2024.

Adapun empat jenis wajib pajak dengan persyaratan tertentu yang dimaksud, berdasarkan Pasal 9 ayat (2) PMK 39/2018 s.t.d.d PMK 209/2021, adalah sebagai berikut:

• Orang pribadi non-usahawan yang mengajukan restitusi atas SPT Tahunan PPh lebih bayar.

• Orang pribadi dengan usaha atau pekerjaan bebas, sepanjang pengajuan restitusi tidak melebihi Rp100 juta.

• Badan usaha yang menyampaikan SPT Tahunan PPh lebih bayar hingga Rp1 miliar.

• PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar dengan nominal maksimal Rp5 miliar.

Selain itu, aturan baru ini juga memperbarui tata cara pengembalian pajak lebih bayar bagi individu yang termasuk dalam kategori wajib pajak dengan persyaratan tertentu. Sebelumnya, hal ini diatur dalam PER-5/PJ/2023.

Langkah reformasi ini mencerminkan upaya DJP untuk menyederhanakan birokrasi perpajakan sekaligus mendorong kepatuhan sukarela melalui insentif administratif. Kecepatan dan kepastian dalam proses restitusi diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan wajib pajak terhadap sistem perpajakan nasional.

Di sisi lain, media nasional hari ini juga menyoroti sejumlah isu hangat lainnya, seperti wacana pemajakan bagi influencer, meningkatnya tingkat kemiskinan, hingga penantian pelaku usaha mikro terhadap kepastian teknis tarif final PPh UMKM 0,5 persen. (alf)

 

id_ID