DJP Kembali Libatkan IKPI Dalam FGD RPMK dan Sosialisasi Probis Core Tax

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menggelar Focus Group Discussion (FGD) mengenai RPMK dan Sosialisasi Probis Core Tax di kantor pusat DJP, Jakarta, Senin (19/2/2024). Dalam kesempatan itu, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia menjadi satu-satunya asosiasi konsultan pajak yang dilibatkan dalam kegiatan tersebut.

“Kami merasa terhormat dan terima kasih kepada DJP, karena IKPI kembali dilibatkan dalam kegiatan penting ini dan menjadi satu-satunya asosiasi konsultan pajak yang diundang,” kata Ketua Departemen Litbang dan FGD Lani Dharmasetya, Selasa (20/2/2024).

(Foto: Departemen Litbang dan FGD PP-IKPI/Lani Dharmasetya)

Menurut Lani, dengan beranggotakan lebih dari 6.000 konsultan pajak di seluruh Indonesia, IKPI bukan hanya berperan membantu pemerintah dalam menyosialisasikan peraturan perpajakan serta mengedukasi wajib pajak. Tetapi, apa yang dilakukan IKPI juga secara langsung berkontribusi terhadap meningkatnya penerimaan pajak serta peningkatan kesadaran wajib pajak.

“Jadi, apa yang dilakukan DJP dalam melibatkan IKPI dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan peraturan perpajakan adalah langkah yang tepat,” kata Lani.

(Foto: Departemen Litbang dan FGD PP-IKPI/Lani Dharmasetya)

Selain membantu menyosialisasikan peraturan dan memberikan edukasi, Lani juga mengungkapkan bahwa IKPI juga sering dilibatkan untuk diminta tanggapannya/masukannya dalam pembuatan peraturan-peraturan perpajakan yang akan diterbitkan. “Ini sekaligus juga membuktikan bahwa IKPI sebagai asosiasi konsultan pajak yang kredibel,” ujarnya.

Kembali ke pembahas FGD. Menurut Lani, ada hal menarik dalam RPMK yang akan diterbitkan DJP. Salah satunya adalah mempunyai semangat untuk memudahkan wajib pajak dalam menghitung besarnya cadangan piutang.

“Kebijakan itu sekaligus memberikan kepastian hukum, keadilan dan kemudahan dalam menyelaraskan ketentuan pajak dengan ketentuan akuntansi,” kata Lani.

Namun demikian kata dia, ada beberapa hal yang dikritisi IKPI seperti:

1. Kriteria dari persentase kolektibilitas berdasarkan PMK 219/2012 cadangan dihitung dari tingkat persentase tertentu atau nilai pinjaman yang telah diatur di dalam PMK, seperti:

Berapa persentase tertentu penghitungan penghitungan CKPN

Besarnya nilai pinjaman adalah setelah dikurangi nilai agunan

CKPN dihitung pada setiap kualitas kredit berdasarkan kolektibilitas

Artinya, ada lima tahap penentuan kolektibilitas:

 

Kolektibilitas.                                PB/POJK

Kol 1 (lancar)                                    1%

Kol 2 (diperhatikan khusus)          5%

Kol 3 (kurang lancar)                      10%

Kol 4 (diragukan)                             50%

Kol 5 (macet)                                    100%

 

Sementara dalam RPMK permasalahan itu dibagi menjadi 3 tahapan/stage yakni:

 

Tahapan/Stage.                                RPMK

Tahapan/Stage 1 (baik)                    1,4%

Tahapan/Stage 2 (kurang baik)      23%

Tahapan/Stage 3 (buruk)                 71%

Berdasarkan hal itu, Lani menilai ada ketidakjelasan penilaian dalam RPMK terhadap status piutang seseorang/badan usaha.

Artinya lanjut Lani, jika di dalam PMK 219/2012 penilaian dengan predikat macet pada kolektibilitas 5 (100%) dan pada RPMK penilaian dilakukan dengan hanya 3 tahapan dan tahapan terakhir adalah dengan kualitas buruk (71%).

Jika aturan itu disahkan, maka predikat buruk untuk nasabah/badan usaha yang memiliki utang dengan predikat buruk menjadi dispute. “Kalau kredit macet, sudah jelas siapa penilaiannya dan kriteria nya (yakni 100%). Nah, kalau berganti sebutan dengan stage 3 (71%), bagaimana cara penilaiannya dan seperti apa penjabaran kategori buruk itu,” ujarnya.

2. Jika setiap perbankan diberi keluasan dalam membuat modelling kriteria pada masing masing wajib pajak akan berpotensi adanya dispute di kemudian hari pada saat dilakukan pemeriksaan.

“Jadi, kami berharap ada rewording beberapa definisi tentang metode cadangan sebaiknya diperjelas sehingga tidak menimbulkan dispute dikemudian hari,” ujarnya.

Terakhir, Lani juga menyampaikan pesan DJP dalam kegiatan tersebut mengenai pemahaman perihal core tax agar IKPI secepatnya mengadakan Training for Trainer agar semua anggotanya dapat memahami proses core tax yang akan berlaku pada Mei 2024.

Namun lanjut Lani, untuk RPMK DJP mengungkapkan masih akan ada proses smoothing beberapa pasal sehingga diharapkan peran serta IKPI untuk memberikan masukan atas kebijakan tersebut nantinya.

Sekadar informasi, dari IKPI hadir dalam pertemuan tersebut adalah: Sekretaris Umum Jetty, Ketua Departemen Litbang dan FGD Lani Dharmasetya dan Ketua Bidang FGD Dani Karim. (bl)

 

 

id_ID