IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Indonesia dan Kantor Pajak Australia (ATO) menandatangani Nota Kesepahaman untuk pengaturan pertukaran informasi cryptocurrency pada 22 April 2024 di Kedutaan Besar Australia di Jakarta.
Pengaturan ini dirancang untuk meningkatkan deteksi aset yang mungkin memiliki kewajiban pajak di salah satu negara. Artinya, otoritas pajak dapat berbagi data dan informasi terkait aset kripto dengan lebih baik, serta bertukar pengetahuan untuk memastikan kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan.
Direktur Perpajakan Internasional DJP, Mekar Satria Utama mengatakan MoU ini mencerminkan perlunya otoritas pajak untuk inovatif dan kolaboratif untuk mengimbangi perubahan global yang cepat dalam teknologi keuangan.
“Meskipun aset kripto relatif baru, kebutuhan untuk memastikan perpajakan yang adil tetap penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memberikan pendapatan bagi investasi publik yang penting di berbagai bidang seperti infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan,” kata Mekar, seperti dikutip dari Liputan6.com, Jumat (26/4/2024).
Asisten Komisaris ATO, Belinda Darling menegaskan pengaturan tersebut didasarkan pada hubungan yang kuat antara DJP dan ATO.
“Kemitraan antara DJP dan ATO sudah berjalan hampir dua dekade dan kini fokus pada penguatan sistem perpajakan di kedua negara dan meningkatkan kolaborasi kita dalam menghadapi tantangan global yang kompleks,” ujar Belinda.
ATO dan DJP telah berkolaborasi dalam berbagai prioritas DJP, termasuk modernisasi dan digitalisasi layanan wajib pajak melalui pembentukan asisten pajak virtual, dan penerapan pajak pertambahan nilai atas barang dan jasa digital. ATO dan DJP terus bermitra dengan DJP terkait perpajakan internasional dan reformasi yang lebih luas.
Perjanjian terbaru ini menggarisbawahi komitmen bersama antara Indonesia dan Australia untuk beradaptasi dan berinovasi dalam menghadapi lanskap keuangan yang terus berkembang, memastikan kerangka perpajakan yang adil dan berkelanjutan di era digital. (bl)