Layanan Probono
Chantika Putri
Raja Terakhir
Pertanyaan:
“Tata cara pembuatan Surat Setoran Pajak PPh Pasal 21 DTP dan cetakan kode billing sebagai berikut:
- pemberi kerja, baik wajib pajak pusat maupun wajib pajak cabang, yang telah menyampaikan pemberitahuan atas PPh Pasal 21 DTP sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2) wajib membuat Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan “PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 44/PMK.03/2020”;
- dalam hal pemberi kerja telah menggunakan aplikasi e-SPT PPh Pasal 21 sebagai sarana penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT), maka proses pembuatan Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing sebagaimana dimaksud pada angka 1) diganti dengan perekaman kode NTPN (9999999999999999) secara elektronik pada aplikasi e-SPT dan jumlah rupiah sebesar nilai PPh Pasal 21 DTP.”
Sebagai aturan pelaksana dari PMK No.44/PMK.03/2020 (PMK 44/2020), SE-29/2020 ini kembali menegaskan kewajiban bagi pemberi kerja yang memanfaatkan PPh Pasal 21 DTP untuk membuat SSP atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan “PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 44/PMK.03/2020.” Namun, PMK 44/2020 maupun SE-29/2020 tidak memberikan penjabaran lebih lanjut tentang cara membubuhkan cap tersebut.
Pada praktiknya, apabila Anda menyampaikan SSP nonmanual, yaitu dengan menggunakan sistem e-Billing, pembubuhan keterangan tersebut dapat Anda tuliskan pada bagian uraian dalam formulir Surat Setoran Elektronik (SSE). Dengan demikian, setelah form SSE disimpan dan kode billing dicetak maka hasil cetakannya akan terlihat sebagaimana gambar berikut.
Selanjutnya, SE-29/2020 juga menyatakan bahwa apabila pemberi kerja telah menggunakan aplikasi e-SPT PPh Pasal 21 sebagai sarana penyampaian SPT maka perekaman kode NTPN diisi dengan kode NTPN (9999999999999999). Terkait dengan jumlah setoran, nominal yang dicantumkan adalah sesuai dengan jumlah rupiah sesuai PPh Pasal 21 DTP.
Hal ini berarti pula bahwa nominal yang harus dicantumkan dalam SSP maupun SSE/cetakan kode billing atas PPh Pasal 21 DTP harus sesuai dengan nominal PPh Pasal 21 terutang yang mendapatkan insentif DTP. Oleh karena itu, Bapak perlu memerhatikan kembali komponen penghasilan yang dapat memperoleh DTP. Pasalnya, PPh Pasal 21 DTP hanya diberikan kepada pegawai dengan kriteria tertentu.
Adapun berdasarkan Pasal 2 ayat (3) PMK 44/2020 salah satu kriteria pegawai yang dapat mempeoleh PPh Pasal 21 adalah pegawai yang menerima penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta.
Merujuk pada Pasal 1 angka 16 Peraturan Dirjen Pajak No PER-16/PJ/2016, penghasilan bersifat tetap dan teratur didefinisikan sebagai penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur.
Sementara itu, Pasal 1 angka 17 PER-16/PJ/2016 menyebutkan bahwa penghasilan yang bersifat tidak teratur didefinisikan sebagai penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, tunjangan hari raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.
Sebagai contoh, Tuan A merupakan pegawai tetap di PT. X menerima penghasilan senilai Rp25 juta pada bulan Mei 2020. Penghasilan tersebut berasal dari gaji dan tunjangan senilai Rp15 juta dan THR senilai Rp10 juta.
Oleh karena itu, Tuan A hanya dapat memperoleh fasilitas PPh Pasal 21 DTP atas gaji dan tunjangannya, sedangkan atas THR yang diterima tidak mendapat insentif PPh Pasal 21 DTP karena bukan merupakan penghasilan yang bersifat teratur (sekali dalam satu tahun).
Berdasarkan ilustrasi ini, PPh Pasal 21 DTP atas gaji dan tunjangan senilai Rp925.833 diserahkan oleh pemberi kerja kepada Tuan A dan dibuatkan SSP dengan nominal jumlah setoran Rp925.833. Lebih lanjut, tulisan “PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 44/PMK.03/2020” juga wajib untuk diletakkan pada bagian uraian SSE.
Sebaliknya, PPh Pasal 21 yang terutang atas THR senilai Rp1.500.000 kemudian dipotong dan disetorkan dengan SSP yang terpisah dengan SSE PPh Pasal 21 DTP sebagaimana contoh di atas. Nominal jumlah setoran dalam SSP ini ditulis Rp1.500.000 tanpa mencantumkan keterangan tulisan “PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 44/PMK.03/2020” di bagian uraian. Simak artikel ‘Bisakah PPh Pasal 21 atas THR Ditanggung Pemerintah?’ untuk versi penghitungan lengkap dari ilustrasi kasus.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nominal yang dituliskan dalam SSP PPh Pasal 21 DTP tidak ditulis ‘0’(nihil) melainkan ditulis sesuai dengan nominal PPh Pasal 21 yang mendapatkan fasilitas DTP.
Sementara itu, apabila terdapat komponen penghasilan yang tidak memperoleh insentif DTP maka pajak terutang atas penghasilan tersebut harus dipotong dan disetorkan dengan SSP tersendiri.
Demikian jawaban yang dapat kami berikan. Semoga dapat membantu.
Sebagai informasi, Kanal Kolaborasi antara Kadin Indonesia dan DDTC Fiscal Research menayangkan artikel konsultasi setiap Selasa dan Kamis guna menjawab pertanyaan terkait Covid-19 yang diajukan ke email pajak.covid19@ddtc.co.id. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.