IKPI, Jakarta: Beberapa hari terakhir media sosial dibanjiri dengan keluhan-keluhan masyarakat terkait kinerja pegawai Bea Cukai.
Institusi di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belakangan ini memang tengah jadi sorotan publik. Keluhan yang ramai dibahas di lini masa paling banyak terkait dengan tingginya bea masuk dan pajak yang harus dibayar masayarakat saat membawa masuk barang yang dibeli dari luar negeri. Salah satu yang menyita perhatian adalah kasus yang menimpa seorang tenaga kerja wanita (TKW) atau pekerja migran Indonesia (PMI).
Kasus yang viral ini sejatinya terjadi pada pertengah April 2024 lalu yakni saat masa libur Lebaran. Namun kemudian kembali ramai dibahas saat institusi Bea Cukai banyak dikeluhkan publik di media sosial beberapa hari terakhir.
Seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (8/5/2024), kronologi kasus Sang PMI mengaku dirinya membeli cokelat dari negara tempatnya bekerja seharga Rp 1 juta, namun begitu sampai di bandara di Indonesia, ia diminta membayar pajak dari Bea Cukai sebesar Rp 9 juta.
Melalui akun media sosial X @beacukaiRI, Bea Cukai Kemenkeu pun kemudian meluruskan kejadian tersebut. Pengenaan pajak dan bea masuk, diklaim sudah sesuai prosedur.
Seorang petugas Bea Cukai bernama Rifaldy menjelaskan besarnya pungutan tersebut diatur sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor barang kiriman. Jumlah yang harus dibayar sang pekerja migran sudah sesuai dengan nilai yang ada di dalam bukti pembayaran (invoice) barang kiriman dengan resi EE844479556TW.
Menurut penjelasan Rifaldy, tingginya pajak dan bea masuk yang perlu dibayar terjadi karena Bea Cukai tak hanya menilai cokelat, melainkan juga menghitung tas yang ikut dibawa sang pekerja migran. “Ada 20 bungkus makanan senilai 40 dollar AS atau setara Rp 616.160 dan sebuah tas senilai 1.108 dollar AS atau setara Rp 17.067.632,” kata Rifaldy menjelaskan.
Disebutkan produk impor berupa cokelat dikenaai tarif bea masuk sebesar 7,5 persen dan PPN 11 persen, sedangkan untuk tas dikenakan tarif bea masuk sebesar 20 persen, PPN 11 persen, dan PPh 15 persen. Sehingga keseluruhan barang kiriman yang dibawa pekerja migran bersangkutan dikenakan pungutan negara sejumlah Rp 8.859.000. Usai keluhannya ditanggapi Bea Cukai, pekerja migran pemilik cokelat merespons video klarifikasi Bea Cukai.
Menurutnya tas dia yang gunakan barang palsu dan mempersilakan petugas Bea Cukai mengambilnya karena dirinya keberatan dengan besarnya denda yang harus dibayar.
“Kepada bapak Bea Cukai yang terhormat, saya ingin klarifikasi tas saya itu tas KW. Hanya kotaknya saja yang bagus dengan invoice palsu di dalamnya. Itu memang kesalahan saya. Kalau bapak minat ambil saja buat bapak itu tasnya sama cokelatnya sekalian buat Lebaran,” kata wanita tersebut.
Klarifikasi Bea Cukai Bandara Soetta Sementara itu Kasubdit Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Hatta Wardhana mengatakan bahwa pihaknya telah menjawab keluhan tersebut melalui video yang diunggah akun Tiktok resmi Bea Cukai dan X. Sama dengan klarifikasi seorang petugas Bea Cukai bernama Rifaldy, Hatta menjelaskan bahwa pajak dan bea masuk dikenakan untuk coklat beserta tas yang dibawa PMI.
“Perlu diluruskan, pemilik akun menyatakan bahwa dirinya mengirim makanan berupa cokelat senilai Rp 1 juta rupiah dari luar negeri. Namun nyatanya, selain cokelat terdapat barang lain berupa tas senilai Rp 17 juta rupiah dalam kiriman tersebut,” ungkap Hatta dikutip dari laman resmi Bea Cukai.