IKPI, Jakarta: Pemerintah bersiap mengetatkan kebijakan fiskal pada sektor kendaraan listrik mulai 2026. Sejumlah produsen mobil listrik global dikabarkan akan memindahkan basis produksi ke Indonesia demi menghindari kenaikan bea masuk impor yang akan diberlakukan tahun depan.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Muhammad Rachmat Kaimuddin, menegaskan produsen yang tidak membangun fasilitas produksi di dalam negeri bakal dikenai tarif pajak impor lebih tinggi mulai 2026.
“Kalau mereka enggak berproduksi di Indonesia pada 2026, pajak impor-nya akan naik. Pilihannya beragam, bisa membangun pabrik sendiri atau bekerja sama dengan pabrikan assembler dalam negeri,” ujar Rachmat, Jumat (19/12/2025).
Rachmat mengungkapkan, terdapat sembilan merek otomotif yang telah menyatakan komitmen memproduksi kendaraan listrik di Tanah Air. Kesembilan brand tersebut adalah Geely, BYD, Citroen, VinFast, GWM, Volkswagen, Xpeng, Maxus, dan AION.
Pernyataan tersebut sejalan dengan penjelasan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani. Ia menyebutkan, tujuh produsen kendaraan listrik telah membangun fasilitas produksi di Indonesia, yakni VinFast, Volkswagen, BYD, Citroen, AION, Maxus, dan Geely.
Total investasi dari ketujuh produsen tersebut telah mencapai sekitar Rp15,4 triliun dengan kapasitas produksi gabungan sekitar 281.000 unit per tahun. Capaian ini dinilai memperkuat fondasi industri kendaraan listrik nasional sekaligus memperluas basis penerimaan pajak dari sektor manufaktur.
Sementara itu, GWM diketahui telah memiliki fasilitas perakitan di Wanaherang, Bogor. Adapun Xpeng juga telah mengoperasikan pabrik perakitan di Purwakarta, Jawa Barat. Rachmat menambahkan, BYD saat ini tengah membangun fasilitas perakitannya di Indonesia untuk memenuhi ketentuan produksi lokal.
Dengan semakin masifnya fasilitas perakitan dalam negeri, kesembilan brand tersebut dipastikan tidak terdampak kenaikan bea masuk, sepanjang kendaraan listrik yang dipasarkan tidak lagi diimpor secara utuh (completely built up/CBU), melainkan dirakit di dalam negeri (completely knocked down/CKD).
“Jadi, tidak ada alasan bagi mereka untuk menaikkan harga,” kata Rachmat.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan tidak akan memperpanjang insentif bagi kendaraan listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) yang masuk melalui skema impor CBU pada 2026. Hingga akhir Desember 2025, pemerintah masih memberikan pembebasan bea masuk serta keringanan PPnBM dan PPN, dengan syarat produsen merealisasikan produksi dalam negeri dengan rasio 1:1 dari jumlah kendaraan yang diimpor.
Mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027, produsen kendaraan listrik diwajibkan memproduksi mobil listrik di Indonesia dengan jumlah setara kuota impor CBU, sesuai ketentuan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Kebijakan ini diharapkan mendorong substitusi impor, memperkuat rantai pasok domestik, dan meningkatkan kontribusi pajak sektor otomotif listrik secara berkelanjutan. (alf)
