Gelar ‘Konsultan Pajak’: Antara Legalitas dan Pengakuan Profesi

Gelar Konsultan Pajak untuk Siapa?

Pertanyaan ini mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) secara daring pada Selasa, 20 Juni 2025. Bertajuk “Gelar Konsultan Pajak Apakah Perlu?”, diskusi ini menghadirkan tiga pemantik utama: Dr. Nur Hidayat, Dr. Feber Sormin, dan Asih Ariyanto, seluruhnya adalah sosok yang dikenal dalam dunia perpajakan Indonesia.

Isu gelar profesi “Konsultan Pajak” bukan sekadar soal status atau simbol pengakuan. Di lapangan, ini menyangkut kredibilitas profesi, perlindungan terhadap Wajib Pajak, serta masa depan etika praktik perpajakan di Indonesia.

Mengapa Gelar Itu Perlu?

Ketiga narasumber sepakat: gelar “Konsultan Pajak” atau yang selama ini mulai dipakai secara informal sebagai BKP (Bersertifikat Konsultan Pajak) sudah waktunya dilembagakan dan diresmikan. Tujuannya jelas: memudahkan Wajib Pajak dalam mengenali konsultan pajak yang sah dan berizin, sekaligus sebagai bentuk penghargaan atas mereka yang telah menempuh proses panjang ujian sertifikasi.

Masalahnya, banyak Wajib Pajak yang masih sulit membedakan antara konsultan pajak resmi dan “konsultan” abal-abal. Tak jarang, kita melihat berita tentang Wajib Pajak yang tertipu oleh pihak yang mengaku sebagai konsultan pajak. Ujung-ujungnya, profesi konsultan pajak resmi yang tercoreng, bukan pelakunya.

Padahal, dalam praktiknya, peraturan pajak Indonesia sangat kompleks. Peran konsultan pajak tak bisa disepelekan ia bukan hanya sekadar penyedia jasa, tapi juga penasihat strategis bagi Wajib Pajak. Maka wajar jika ada dorongan agar profesi ini diberikan pengakuan yang setara dengan profesi lain seperti akuntan publik, penilai publik, atau ahli kepabeanan, yang telah memiliki gelar profesi resmi.

Gelar BKP

Namun, istilah Bersertifikat Konsultan Pajak (BKP) juga tidak bebas dari perdebatan. Ada yang menggunakannya di belakang nama sebagai bentuk kebanggaan dan identitas, namun tak sedikit pula yang menolak dengan alasan belum ada dasar hukum yang sah. Apalagi, sertifikat kelulusan USKP (Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak) belum selalu diikuti dengan kepemilikan izin praktik. Maka ada usulan, istilah BKP seyogyanya dimaknai sebagai Berizin Konsultan Pajak, bukan sekadar bersertifikat.

Pentingnya “cantolan hukum” untuk gelar ini juga disorot. Dr. Nur Hidayat dan Dr. Feber Sormin mengutip Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No. 6 Tahun 2022 tentang ijazah dan gelar profesi. Bahkan, mereka membandingkan dengan profesi akuntan publik yang pemberian gelarnya diatur oleh organisasi profesi, meski ada Undang-Undang yang melandasinya. Maka tak mustahil jika organisasi seperti IKPI mengambil langkah serupa.

Asih Ariyanto menambahkan, profesi konsultan pajak juga mirip dengan penilai publik yang pengakuan gelarnya dilakukan oleh asosiasi melalui sertifikasi dan pengawasan internal.

IKPI Bisa Jadi Pelopor

Namun di tengah absennya Undang-Undang Konsultan Pajak, pertanyaan krusial pun muncul: siapa yang berhak memberikan gelar itu? Suwardi Hasan dari Departemen FGD IKPI menggarisbawahi pentingnya dasar hukum agar gelar BKP tidak dianggap ilegal atau tidak sah. Sebab saat ini, pengaturan profesi konsultan pajak masih sebatas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 111/PMK.03/2014 jo. PMK No. 175/PMK.01/2022 dan keduanya tidak mengatur soal gelar profesi.

Penulis menilai bahwa diskursus soal gelar ini sudah berlangsung lama tanpa ujung. Idealnya memang harus ada cantolan hukum yang kuat entah dari UU, PMK, atau bahkan melalui peran P2PK sebagai penyelenggara USKP. Namun jika semua jalan itu belum terbuka, mengapa IKPI sebagai organisasi profesi terbesar dan tertua di bidang perpajakan tidak membuat peraturan internal sendiri?

Pertanyaannya: apakah peraturan itu bisa melanggar hukum? Jika ya, tentu tak bisa dilakukan. Tapi jika tidak, kenapa tidak mulai digodok?

Gelar “Konsultan Pajak” bukan semata-mata untuk pemiliknya. Ia adalah alat bantu masyarakat, terutama Wajib Pajak, untuk bisa memilah antara jasa resmi dan ilegal. Di tengah maraknya penyalahgunaan label konsultan pajak, gelar resmi adalah bentuk perlindungan. Perlindungan bagi masyarakat, dan kehormatan bagi profesi.

Penulis berpendapat, gelar Konsultan Pajak bukan sekadar simbol. Ia bisa menjadi benteng terakhir antara kredibilitas dan kekacauan. Maka, jika bukan sekarang, kapan lagi?

Penulis adalah Ketua Departemen PPKF IKPI

Pino Siddharta

Email: pinosiddharta@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 

 

 

id_ID