REI Sarankan Perbaikan Hunian Vertikal Bukan Naikkan Pajak Rumah Tapak

Ilustrasi (Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Usulan pemerintah terkait pengenaan pajak yang lebih tinggi untuk rumah tapak guna mendorong masyarakat beralih ke rumah susun menuai kritik dari kalangan pelaku industri properti. Ketua Dewan Pembina DPP Real Estate Indonesia (REI), Totok Lusida, menilai langkah tersebut bukan solusi yang tepat untuk meningkatkan minat terhadap hunian vertikal.

Menurut Totok, strategi menaikkan pajak rumah tapak justru bisa menambah beban masyarakat tanpa menyelesaikan akar persoalan. Ia menegaskan bahwa pemerintah dan pengembang perlu fokus pada upaya membuat rumah susun lebih menarik dan terjangkau bagi kalangan muda, terutama generasi milenial.

“Bukan pajaknya dinaikkan supaya rusunnya laku. Tapi rusunnya yang dipermudah agar orang bisa nyaman tinggal di sana,” ujarnya, dikutip Minggu (15/6/2025).

Totok mencontohkan perbedaan harga air dan listrik antara rumah susun dan rumah tapak yang kerap membuat biaya hidup di rusun lebih mahal. Ia juga menyoroti besarnya Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) di rumah susun yang dinilai perlu diringankan.

Menurutnya, insentif semacam itu lebih efektif dibanding beban fiskal tambahan. “Kalau pengeluaran saya besar, saya tidak menurunkan biaya hidup, tapi saya harus termotivasi untuk meningkatkan penghasilan. Generasi milenial harus diarahkan seperti itu,” tambahnya.

Di sisi lain, Menteri Perumahan Maruarar Sirait memilih untuk tidak berkomentar soal wacana pajak tersebut. Sebelumnya, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Fahri Hamzah, sempat melontarkan gagasan kontroversial untuk menaikkan pajak rumah tapak secara signifikan.

“Misalnya nanti yang bikin rumah landed, pajaknya dinaikin saja sampai dia tidak bisa tinggal di landed. Pasti dia akan tinggal di rumah susun,” kata Fahri.

Fahri berdalih bahwa tren global di kota-kota besar menunjukkan penurunan pembangunan rumah tapak karena keterbatasan lahan. Oleh karena itu, menurutnya, Indonesia juga harus mulai meninggalkan model permukiman horizontal di perkotaan.

Namun usulan ini menuai kekhawatiran, terutama dari pelaku usaha properti dan konsumen, yang menilai bahwa kebijakan fiskal tidak seharusnya menjadi alat pemaksaan gaya hidup.

Sebaliknya, insentif dan perbaikan fasilitas rumah susun dianggap sebagai kunci agar masyarakat mau beralih secara sukarela. (alf)

 

 

id_ID