Menata Profesi Konsultan Pajak: Urgensi Terbitnya UU Konsultan Pajak untuk Meningkatkan Tax Ratio

Di tengah kompleksitas sistem perpajakan dan regulasi yang terus berubah, peran Konsultan Pajak semakin vital bagi Wajib Pajak. Sudah 59 tahun asosiasi profesi Konsultan Pajak ini ada, dan pengakuan profesinya berada pada Undang-undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) serta UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) semakin menegaskan pentingnya peran dan fungsi profesi ini.

Konsultan Pajak tidak hanya membantu Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan, tetapi juga berkontribusi dalam sosialisasi dan edukasi peraturan perpajakan yang ditetapkan oleh pemerintah sekaligus meluruskan pemahaman maupun pengertian yang tidak/belum/kurang tepat di lapangan. Hal ini, pada gilirannya, berpengaruh positif terhadap penerimaan negara dan diharapkan dapat meningkatkan tax ratio, suatu indikator yang sangat penting dalam keberhasilan sistem perpajakan suatu negara.

Namun, tantangan yang dihadapi adalah banyaknya konsultan yang tidak memiliki kompetensi yang memadai maupun pihak yang masuk jalur non-formal dalam praktik layanan jasa konsultasinya. Jika kita melihat profesi lain di sektor keuangan, seperti akuntan maupun notaris, mereka harus melalui pendidikan profesi yang diakui dan wajib lulus ujian sertifikasi. Hal ini belum sepenuhnya diterapkan pada profesi Konsultan Pajak, di mana banyak individu dengan pelatihan singkat dapat mengklaim sebagai konsultan tanpa standar yang jelas.

Kekhawatiran ini semakin nyata dengan maraknya penggunaan gelar yang membingungkan masyarakat. Gelar yang diperoleh dari pelatihan non-formal tanpa lisensi yang memadai sering kali membuat Wajib Pajak kesulitan menentukan mana konsultan yang benar-benar kompeten. Untuk itu, perlunya standar kompetensi yang jelas menjadi sangat mendesak. Melindungi masyarakat dari praktik profesi yang tidak bertanggung jawab merupakan tanggung jawab bersama yang harus diupayakan melalui regulasi yang ketat, pasti, dan berkeadilan.

Pendidikan profesi yang terstruktur, di mana Konsultan Pajak dilatih secara formal, serta pelaksanaan ujian sertifikasi yang diinisiasi oleh asosiasi profesi, bukan hanya akan meningkatkan kualitas Konsultan Pajak, tetapi juga memberikan rasa aman bagi Wajib Pajak. Kerjasama antara IKPI dan perguruan tinggi dalam menyusun program studi Profesi Konsultan Pajak yang terintegrasi dengan asosiasi profesi perlu didorong sebagai langkah awal.

Oleh karena itu, pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Konsultan Pajak menjadi sangat penting, perlu, dan mendesak baik bagi Pemerintah, Masyarakat atau Pelaku Usaha, dan Pelaku Konsultan Pajak itu sendiri. Sudah lima tahun RUU ini masuk dalam PROGLEGNAS, dan kini saatnya pemerintah, dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, mengambil langkah strategis untuk mempercepat proses ini. UU Konsultan Pajak akan memberikan payung hukum yang jelas, mendefinisikan standar praktik, dan melindungi masyarakat dari konsultan yang tidak kompeten.

Adanya penguatan regulasi yang tepat untuk profesi keuangan yang strategis, bagi kita tidak hanya menata profesi ini secara komprehensif tetapi juga berkontribusi pada penerimaan negara yang optimal. Hasil akhirnya, tentu berimbas pada peningkatan tax ratio bukan hanya menjadi harapan, tetapi juga sebuah kenyataan yang dapat dicapai.

Penulis adalah Ketua Departemen FGD Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)

Suwardi Hasan, S.H., S.E., M.Ak., Ak., CA

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

id_ID