Wamenperin Soroti Ketimpangan Pajak Digital Asing dan Lokal

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menegaskan adanya ketimpangan fiskal antara pelaku usaha digital asing dengan pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) domestik. Menurutnya, kondisi ini menjadi tantangan mendasar yang perlu segera dijawab agar industri digital nasional mampu bersaing secara adil.

“Di tengah pesatnya pertumbuhan ekonomi digital ini, kita dihadapkan pada tantangan yang mendasar, yakni ketimpangan fiskal yang nyata antara pelaku usaha digital asing dan pelaku PMSE domestik,” ujar Faisol dalam Seminar Nasional Taxplore UI 2025, Kamis (2/10/2025).

Faisol menjelaskan, pelaku usaha lokal, termasuk UMKM yang beroperasi melalui platform digital, dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari omzet tahunan serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen. Aturan ini berlaku bagi pedagang dengan omzet Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar per tahun.

Sementara itu, perusahaan digital asing hanya diwajibkan membayar PPN digital sebesar 11 persen tanpa ada kewajiban membayar PPh. Perbedaan ini, lanjut Faisol, menimbulkan ketidaksetaraan dalam persaingan usaha.

Fenomena Serupa di Manufaktur

Menurut Faisol, ketimpangan beban fiskal juga dapat dilihat pada sektor manufaktur. Produk impor sering kali justru dikenakan beban fiskal lebih ringan dibandingkan produk lokal, padahal industri dalam negeri menyerap tenaga kerja, menggunakan bahan baku lokal, hingga melibatkan desainer Indonesia.

“Produk lokal sudah menciptakan lapangan pekerjaan dan menghidupkan rantai pasok nasional, tetapi beban fiskalnya lebih besar dibandingkan produk impor yang hanya masuk sebagai barang jadi,” jelasnya.

Faisol mengingatkan bahwa ketimpangan fiskal ini tidak hanya merugikan pelaku usaha dalam negeri, tetapi juga berpotensi mengurangi penerimaan negara.

“Bukan hanya soal persaingan usaha yang timpang, tetapi juga pendapatan negara ikut berkurang karena adanya perbedaan perlakuan fiskal antara pelaku usaha asing dan industri digital dalam negeri,” tegasnya.

Ia mendorong pemerintah melakukan evaluasi agar regulasi perpajakan lebih berkeadilan serta mendukung keberlanjutan industri nasional, baik di sektor digital maupun manufaktur. (alf)

id_ID