IKPI, Jakarta: Wajib pajak kini memiliki peluang untuk mengurangi beban administrasi pajak melalui mekanisme Surat Keterangan Bebas (SKB). Melalui fasilitas ini, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan maupun pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) oleh pihak lain kepada Direktorat Jenderal Pajak.
SKB diberikan untuk sejumlah jenis pajak, mulai dari PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 dan Pasal 22 Impor, hingga PPh Pasal 23. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor 8/PJ/2025 yang menjadi acuan terbaru dalam pengajuan pembebasan pemotongan dan/atau pemungutan PPh.
Berdasarkan Pasal 70 dan Pasal 71 regulasi tersebut, terdapat beberapa kategori wajib pajak yang berhak mengajukan SKB. Pertama, wajib pajak yang dapat membuktikan tidak akan terutang PPh karena mengalami kerugian fiskal. Kondisi ini mencakup wajib pajak yang baru berdiri dan masih dalam tahap investasi, belum memasuki tahap produksi komersial, atau mengalami peristiwa di luar kemampuan atau force majeure.
Kategori kedua adalah wajib pajak yang tidak akan terutang PPh karena berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal. Dalam hal ini, kerugian yang dimaksud harus tercantum dalam SPT Tahunan PPh atau dokumen resmi lain seperti surat ketetapan pajak, keputusan keberatan, putusan banding, hingga putusan peninjauan kembali yang masih memiliki kekuatan hukum.
Sementara itu, kategori ketiga mencakup wajib pajak yang dapat membuktikan bahwa PPh yang telah dibayarkan lebih besar dibandingkan PPh yang akan terutang. Selain itu, wajib pajak yang penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final juga termasuk dalam kelompok yang dapat mengajukan SKB.
Proses pengajuan SKB kini sepenuhnya dapat dilakukan secara elektronik melalui sistem Coretax DJP. Wajib pajak cukup masuk ke akun Coretax, memilih menu layanan administrasi, lalu mengajukan permohonan SKB sesuai dengan jenis PPh yang dimohonkan pembebasannya.
Dalam proses tersebut, wajib pajak diminta mengisi formulir permohonan, menentukan jenis pemotongan atau pemungutan PPh, alasan permohonan, serta tahun pajak yang diajukan. Sistem akan mengisi sebagian data secara otomatis, sementara wajib pajak melengkapi informasi yang diperlukan dan mengunggah dokumen pendukung, termasuk perhitungan PPh yang diperkirakan terutang.
Setelah seluruh data dilengkapi, wajib pajak wajib menyetujui pernyataan, melakukan tanda tangan elektronik dengan passphrase atau kode otorisasi DJP, lalu mengirimkan permohonan. Status permohonan SKB dapat dipantau melalui menu notifikasi atau fitur “Dokumen Saya” di Coretax.
SKB yang diterbitkan berlaku sejak tanggal penerbitan hingga akhir tahun pajak yang bersangkutan. DJP akan memberikan keputusan berupa penerbitan SKB atau surat penolakan paling lama lima hari kerja setelah bukti penerimaan diterbitkan. Apabila permohonan tidak memenuhi ketentuan, wajib pajak akan menerima surat penolakan sebagai dasar perbaikan atau penyesuaian di masa mendatang. (alf)
