IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali melontarkan pernyataan keras terkait sidang Mahkamah Agung yang tengah menguji legalitas kebijakan tarif impornya. Dari Gedung Putih, Senin (10/11/2025), Trump menegaskan bahwa putusan yang tidak memihak pemerintah akan memukul ekonomi nasional sekaligus melemahkan keamanan Amerika Serikat.
“Jika kami kalah di Mahkamah Agung, itu akan menjadi bencana ekonomi dan bencana keamanan nasional,” kata Trump dalam acara pelantikan Duta Besar AS untuk India, Sergio Gor.
MA sedang meninjau apakah International Emergency Economic Powers Act (IEEPA) tahun 1977 dapat digunakan sebagai dasar penetapan tarif impor ke hampir seluruh negara. Undang-undang tersebut sebenarnya mengatur kewenangan presiden dalam situasi darurat ekonomi internasional, namun tidak secara eksplisit menyebut pemberlakuan tarif.
Hakim-hakim MA terlihat skeptis. Dalam sidang pekan lalu, sebagian dari mereka menilai IEEPA tidak memuat kewenangan untuk memungut tarif. Hakim Amy Coney Barrett bahkan memperingatkan jika tarif dinyatakan ilegal, pemerintah harus mengembalikan bea impor dalam jumlah masif—yang ia sebut berpotensi menjadi “kekacauan administratif.”
Sejumlah ekonom memperkirakan nilai pengembalian bisa melebihi US$100 miliar. Namun Trump menolak angka itu dan mengklaim jumlahnya jauh lebih besar. “Bukan ratusan miliar, tapi lebih dari US$2 triliun. Mereka tidak memberikan angka yang benar,” ucapnya.
Janji ‘dividen tarif’ US$2.000 untuk warga
Di sisi lain, Trump mencoba menegaskan bahwa tarif justru memberi manfaat langsung bagi masyarakat. Ia mengungkap rencana pemerintah menyalurkan pembayaran tunai sekitar US$2.000 kepada warga berpenghasilan menengah dan rendah, dengan sumber dana dari yang ia sebut “dividen tarif.”
“Sisa pendapatannya akan kami gunakan untuk menurunkan utang nasional,” tegas Trump.
Kepala penasihat ekonomi Gedung Putih, Kevin Hassett, menyatakan pemerintah awalnya ingin mengarahkan seluruh pendapatan tarif untuk menekan defisit anggaran. Namun meningkatnya penerimaan pajak dianggap membuka ruang untuk pembagian manfaat tersebut.
Elektabilitas melemah, publik mencemaskan biaya hidup
Pernyataan Trump datang di saat elektabilitasnya mengalami penurunan dalam beberapa bulan terakhir. Tekanan inflasi dan mahalnya biaya hidup membuat banyak pemilih di negara bagian seperti New Jersey, Virginia, dan New York lebih condong ke kandidat Partai Demokrat yang menawarkan agenda ekonomi “lebih terjangkau.”
Trump bersikeras inflasi sudah membaik di bawah pemerintahannya. Ia menyebut harga pangan dan energi mulai stabil dan memprediksi inflasi bisa turun ke 1,5% dalam waktu dekat. Namun data resmi menunjukkan sebaliknya: indeks harga konsumen AS masih naik 3,0% dalam setahun hingga September, dengan tarif impor ikut mendorong kenaikan harga barang seperti pakaian, perabot, hingga perlengkapan olahraga.
Jika Mahkamah Agung memutuskan bahwa tarif yang diambil dengan dasar darurat ekonomi itu melanggar hukum, pemerintah AS bisa dipaksa mengembalikan bea impor dalam jumlah fantastis. Para importir telah mengajukan tuntutan sejak tahun lalu, dan kemenangan di pengadilan akan menggoyang anggaran federal.
Trump menegaskan kasus itu bukan sekadar persoalan legal formal. “Kerugiannya akan sangat besar untuk ekonomi dan keamanan nasional,” ujarnya.
Kini, mata pelaku usaha, politisi, dan pasar global tertuju pada Mahkamah Agung. Putusan mereka bukan hanya akan menentukan nasib puluhan ribu bisnis yang membayar tarif, tapi juga menjadi penentu arah kebijakan perdagangan AS di masa mendatang. (alf)
