Tolak Diperiksa Pajak? Ini Konsekuensi yang Harus Dihadapi Wajib Pajak

IKPI, Jakarta: Penolakan terhadap pemeriksaan pajak bukanlah perkara sepele. Meskipun wajib pajak memiliki hak untuk menyatakan keberatan terhadap pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), namun penolakan tersebut tetap memiliki konsekuensi hukum sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025 tentang Pemeriksaan Pajak.

Dalam ketentuan Pasal 15 PMK 15/2025, dijelaskan bahwa apabila wajib pajak, wakil, atau kuasanya tidak bersedia untuk diperiksa, maka mereka diwajibkan menyampaikan surat pernyataan penolakan pemeriksaan paling lambat tujuh hari sejak diterbitkannya surat pemberitahuan pemeriksaan. Surat ini harus ditandatangani oleh pihak yang menolak pemeriksaan.

Namun penolakan tidak hanya terbatas pada penyampaian surat saja. Wajib pajak juga dianggap menolak pemeriksaan apabila setelah tujuh hari sejak dilakukan penyegelan, mereka tetap tidak memberikan akses kepada petugas pajak untuk memasuki tempat yang disegel atau tidak memberikan bantuan yang diperlukan selama proses pemeriksaan.

Jika wajib pajak enggan menandatangani surat pernyataan penolakan, maka pemeriksa pajak akan membuat berita acara penolakan pemeriksaan, yang ditandatangani oleh pemeriksa sebagai dokumentasi resmi.

Bisa Berujung Pemeriksaan Bukti Permulaan

Konsekuensi hukum dari penolakan ini cukup serius. Bila penolakan terjadi dalam rangka pemeriksaan untuk menguji kepatuhan perpajakan, maka berdasarkan Pasal 15 ayat (4), petugas pajak dapat menetapkan besarnya pajak secara jabatan atau bahkan mengusulkan dilakukannya pemeriksaan bukti permulaan apabila terdapat indikasi pelanggaran pidana perpajakan.

Sementara itu, jika pemeriksaan dilakukan untuk tujuan lain (misalnya restitusi atau penerbitan NPWP), dokumen penolakan yang telah dibuat tetap dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam pengambilan keputusan.

Penolakan untuk diperiksa bukan berarti menghentikan langkah DJP. Justru sebaliknya, penolakan ini bisa memperkuat posisi fiskus untuk menetapkan kewajiban pajak secara sepihak. Jika ditemukan bukti awal yang mengarah pada tindak pidana pajak, maka pemeriksaan akan ditingkatkan menjadi proses penegakan hukum yang lebih serius.

Dari sudut pandang regulasi, PMK 15/2025 memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban wajib pajak. Namun ketika hak itu digunakan untuk menolak tanpa dasar yang kuat, maka negara tetap berwenang untuk menjalankan fungsi pengawasannya. (alf)

id_ID