
IKPI, Jakarta: Setelah bolak-balik tertunda sejak 2020, Thailand akhirnya bersiap memungut pajak wisata sebesar 300 baht (sekitar Rp153 ribu) bagi wisatawan mancanegara—termasuk turis asal Indonesia. Menteri Pariwisata dan Olahraga Thailand yang baru, Atthakorn Sirilatthayakorn, memastikan kebijakan ini akan dijalankan selama masa jabatannya, berapapun risikonya terhadap arus kunjungan turis.
Pajak yang dikenal secara lokal sebagai “Kha Yeap Pan Din” atau “pajak injak tanah” itu sebenarnya sudah sempat dijadwalkan berlaku tahun ini. Namun, mantan menteri sebelumnya, Sorawong Thienthong, menunda penerapannya tanpa kepastian waktu. Kini, Sirilatthayakorn menghidupkan kembali rencana itu dengan pendekatan baru: transparansi penggunaan dana.
“Kita harus mengomunikasikan secara jelas bagaimana wisatawan akan benar-benar diuntungkan,” tegas Sirilatthayakorn, dikutip dari The Bangkok Post, Kamis (9/10/2025).
Menurutnya, dana yang terkumpul dari pajak wisata akan dialokasikan untuk asuransi pengunjung, pemeliharaan destinasi, dan pengembangan infrastruktur pariwisata di seluruh negeri. Pemerintah Thailand menargetkan empat bulan ke depan untuk menyelesaikan kerangka hukum dan teknis, sebelum mengumumkan tanggal resmi penerapan. Meski begitu, media lokal memperkirakan pajak baru ini baru efektif akhir 2026.
Langkah ini dilakukan di tengah ambisi pemerintahan baru Thailand untuk mengembalikan jumlah turis internasional ke angka pra-pandemi, yakni hampir 40 juta kunjungan per tahun.
Namun, keputusan tersebut juga berpotensi membuat biaya liburan ke Thailand melonjak. Selain pajak wisata, para pejabat juga tengah menyiapkan kenaikan Biaya Layanan Penumpang (PSC) alias airport tax internasional.
Otoritas Penerbangan Sipil Thailand (CAAT) mengusulkan kenaikan hingga 100 baht (sekitar Rp50 ribu) per penumpang, dengan potensi tambahan pendapatan 3 miliar baht per tahun bagi operator bandara Thailand (AoT). Direktur CAAT, Manat Chawanaprayoon, menilai tarif saat ini 730 baht atau sekitar Rp367 ribu sudah terlalu rendah.
“Jika dibandingkan dengan Bandara Changi Singapura yang mengenakan biaya sekitar 1.400–1.500 baht, tarif kita masih jauh di bawah standar,” ujarnya.
CAAT juga tengah meninjau kemungkinan pengenaan biaya tambahan untuk penumpang transit dan transfer yang selama ini dikecualikan. Semua usulan tersebut akan diajukan ke Dewan Penerbangan Sipil Thailand (CAB) bulan ini.
Dengan dua kebijakan baru itu, Thailand tampak serius memonetisasi industri wisatanya demi menopang keuangan sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung ekonomi negeri Gajah Putih tersebut. Namun bagi turis asing, terutama dari kawasan ASEAN, liburan ke Bangkok, Phuket, atau Chiang Mai sebentar lagi bisa terasa sedikit lebih mahal dari biasanya. (alf)