IKPI, Jakarta: Target penerimaan pajak sebesar Rp2.183,9 triliun pada 2025 dinilai terlalu tinggi dan sulit tercapai, terutama mengingat target 2024 sebesar Rp1.988,9 triliun diproyeksikan akan mengalami shortfall atau tidak terpenuhi. Hal ini disampaikan oleh ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, dalam sebuah diskusi daring, Rabu (8/1/2025).
“Dengan shortfall itu, target 2025 menjadi sangat berat. Karena dalam outlook 2024 diasumsikan tercapai, artinya butuh kenaikan sebesar 11,56% pada 2025,” ujar Awalil.
Menurutnya, kenaikan sebesar itu tidak realistis tanpa adanya perubahan kebijakan signifikan. Pemerintah diduga akan mengubah aturan perpajakan, baik dengan menaikkan tarif atau menambah jumlah wajib pajak.
Awalil juga mengungkapkan adanya beberapa wacana kebijakan yang berpotensi diambil pemerintah untuk mendongkrak penerimaan pajak:
1. Penurunan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Bank Dunia dan OECD merekomendasikan agar Indonesia menurunkan ambang batas penghasilan tidak kena pajak dari Rp56 juta per tahun menjadi Rp36 juta per tahun. Dengan perubahan ini, jumlah wajib pajak akan meningkat, sehingga penerimaan pajak penghasilan (PPh) bertambah.
“Jika penghasilan di atas Rp3 juta per bulan sudah dikenakan pajak, maka setoran PPh 21 bisa meningkat signifikan,” kata Awalil.
2. Penurunan ambang batas omzet kena pajak untuk UMKM. Saat ini, pelaku usaha dengan omzet hingga Rp4,8 miliar per tahun tidak dikenakan pajak. Namun, wacana penurunan ambang batas ini bertujuan menambah jumlah pembayar pajak dari sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Meskipun demikian, pemerintah sempat membantah adanya rencana ini.
3. Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) Jilid III. Program ini kembali diwacanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Meski dapat menambah penerimaan melalui denda, pelaksanaan tax amnesty yang berulang dianggap tidak mencerminkan keadilan dan menunjukkan kelemahan reformasi perpajakan di Indonesia.
“Tax amnesty dalam waktu singkat, hanya tiga tahun sejak program sebelumnya, adalah bukti kegagalan pemerintah dalam mereformasi pajak,” kata Awalil.
Dengan berbagai wacana kebijakan ini, ia menilai bahwa target pajak 2025 tetap membutuhkan langkah ekstra yang komprehensif. Reformasi yang adil dan berkelanjutan harus menjadi prioritas agar kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan dapat terjaga. (alf)