Pemerintah Patok Target APBN 2023 Rp 2.463 Triliun

IKPI, Jakarta: Pemerintah mematok target pendapatan negara sebesar Rp2.463 triliun pada tahun depan. Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menghadiri Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2023, di Istana Negara, Jakarta, Kamis (1/12/2022).

Sri Mulyani mengatakan target APBN 2023 mencerminkan kehati-hatian dalam mengantisipasi ketidakpastian harga-harga komoditas, dan kecenderungan pelemahan ekonomi global dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia.

“Target pendapatan negara adalah Rp2.463 triliun, ini adalah sebuah target yang mencerminkan kehati-hatian,” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Bisnis.com, Kamis (1/12/2022).

Adapun, target Rp2.463,0 triliun tersebut akan dicapai melalui berbagai reformasi perpajakan dan pelaksanaan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Ini dilakukan untuk memperkuat fondasi perpajakan yang lebih adil dan efektif serta mendukung pendanaan secara sehat dan berkelanjutan.

Sementara itu, belanja negara ditetapkan sebesar Rp3.061,2 triliun pada 2023 mendatang. Ini terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.246,5 triliun dan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp814,7 triliun.

Sri Mulyani menuturkan APBN 2023 sendiri dirancang untuk tetap menjaga optimisme sekaligus pemulihan ekonomi dan pada saat yang sama, meningkatkan kewaspadaan dalam merespon gejolak global yang diperkirakan terus berlangsung pada 2023 mendatang.

Untuk itu, dia menilai perlu adanya sinergi antara pemerintah pusat dan pemda, terutama terkait belanja.

“Ini akan terus kami dukung dengan sistem penganggaran yang terintegrasi untuk mempercepat dan menyamakan langkah seluruh pemangku kepentingan dalam rangka mencapai sasaran pembangunan nasional serta menghindarkan terjadinya tumpang tindih dan duplikasi program,” katanya. (bl)

Penerimaan Pajak Tahun 2023, Kemenkeu Optimalkan UU HPP

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan menghadapi target penerimaan pajak yang cukup tinggi pada tahun depan, yakni Rp 1.718 triliun atau naik Rp 2,9 triliun dari usulan awal Rp 1.715 triliun.
Sri Mulyani percaya diri bahwa kenaikan target ini akan disokong oleh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang naik menjadi Rp 743 triliun dari usulan awal Rp 740,1 triliun.

Seperti dikutip dari CNBC Indonesia, kenaikan target PPN, kata Sri Mulyani juga tidak terlepas dari berubahnya asumsi makro yang ditetapkan pemerintah di tahun depan.

Sementara target pajak sektor lainnya tidak berubah di tahun depan. Yakni PPh Migas Rp 61,4 triliun, PPh Nonmigas Rp 873,6 triliun, Pajak Bumi dan Bangunan Rp 31,3 triliun, dan pajak lainnya Rp 8,7 triliun.

Namun hal ini tidak mudah, karena tidak ada lagi program Program Pengungkapan Sukarela (PPS) tahun depan. Kemudian, perekonomian telah kembali normal.

Harga komoditas dipastikan akan melandai dari rekor tahun ini. Harga gas dan minyak mentah yang sebelumnya tinggi, mulai turun. Hal ini sejalan dengan perlambatan ekonomi dunia.

“Bicara target pajak, dari awal sudah sampaikan kita bersihkan dari unsur komoditas dan PPS (Program Pengungkapan Sukarela) kemarin. Sehingga itu meng-capture unsur dari perekonomian yang lebih relatif stabil,” jelas Sri Mulyani.

“Kenaikan (penerimaan pajak) tadi lebih karena dilihat PPN karena size ekonomi dan pelaksanaan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP),” kata Sri Mulyani lagi.

Untuk mengejar target pajak di tahun depan, Kemenkeu memastikan akan mengoptimalkan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), disertai dengan peningkatan intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan perpajakan.

Saat ini, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan masih percaya diri bahwa target penerimaan pajak 2022 senilai Rp 1.485 triliun dapat tercapai.

Demikian disampaikan Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmadrin Noor dalam media gathering di Batam, Kepulauan Riau, Selasa (29/11/2022).

“Kita lihat 31 Oktober kita sudah menuju 97,5%, sudah disampaikan di konferensi pers APBN kemarin. Ibu menteri (Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati) menyampaikan bahwa masih optimis walaupun tetap harus waspada,” tegas Neil.

“Atas dasar itu, kalau kita lihat ini masih ada satu bulan, dikatakan 97,5%, kita bisa berharap kita bisa punya optimisme bahwa nanti angka Rp 1.485 triliun ini bisa tercapai,” lanjutnya.

Sebagai catatan, kinerja positif penerimaan pajak ini didorong oleh tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif, basis rendah di tahun 2021, serta hasil implementasi Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP). Sayangnya, efek ‘durian runtuh’ ini sulit terulang tahun depan. (bl)

Sri Mulyani: Penerimaan Pajak 2022 Dekati Target

IKPI, Jakarta: Penerimaan pajak Indonesia hingga akhir Oktober 2022, sudah hampir memenuhi target. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, penerimaan pajak selama 10 bulan berjalan mencapai Rp 1.446,2 triliun, atau 97,5% dari target yang sebesar Rp 1.485 triliun.

Bila melihat dari sektor lapangan usaha, sektor manufaktur menjadi sektor dengan sumbangan penerimaan pajak terbanyak.

“Sektor manufaktur dengan kontribusi terbesar. Kontribusinya mencapai 29,4% dari total penerimaan pajak,” terang Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa yang dikutip dari Kontan.co.id, Jumat (25/11) secara daring.

Dengan kontribusi tersebut, kinerja industri pengolahan dari Januari 2022 hingga Oktober 2022 terpantau tumbuh 43,7% secara tahunan alias year on year (YoY) atau lebih tinggi dari pertumbuhan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar 14,9% YoY.

Baca Juga: Penerimaan Pajak Penghasilan Meningkat, Faktor PHK Jadi Salah Satu Pemicunya

Namun, bila menilik pertumbuhan pada bulan Oktober 2022 yang sebesar 13,4% YoY, pertumbuhan ini nampak melambat dari bulan sebelumnya. Sri Mulyani bilang, perlambatan pertumbuhan ini karena peningkatan restitusi pajak.

Sektor penyumbang penerimaan pajak kedua terbesar adalah sektor perdagangan. Dengan kontribusi sebesar 24,8%, sektor ini berhasil tumbuh 64,4% YoY atau lebih tinggi dari pertumbuhan periode sama tahun 2021 yang sebesar 25,3%.

Sri Mulyani mengatakan, pertumbuhan perdagangan yang kuat karena mobilitas masyarakat yang makin meningkat.

“Apalagi menjelang akhir tahun, masyarakat mulai berbelanja. Ini menunjukkan sesuatu yang positif,” tambahnya.

Kontributor terbesar ketiga adalah sektor jasa keuangan dan asuransi. Dengan pertumbuhan mencapai 64,4% YoY, sektor ini memberi sumbangan pada penerimaan pajak periode Januari 2022 hingga Oktober 2022 sebesar 10,6%.

Baca Juga: Sri Mulyani: Pajak Penghasilan Tumbuh Positif di Tengah Badai PHK

Sedangkan kontributor selanjutnya ada sektor pertambangan dengan kontribusi 8,5%. Pertumbuhannya mencapai 188,9% YoY atau jauh lebih tinggi dari pertumbuhan tahun sebelumnya yang sebesar 42,6%. Pertumbuhan ini didorong oleh harga komoditas yang masih tinggi.

Lebih lanjut, kontributor selanjutnya adalah penerimaan pajak dari sektor konstruksi dan real estat sebesar 4,0%, sektor transportasi dan pergudangan dengan sumbangan 3,7%, sektor informasi dan komunikasi sebesar 3,6%, serta jasa perusahaan dengan sumbangan 2,9%.(bl)

Pemerintah Akan Kenakan Pajak Tinggi untuk Kendaraan Hasilkan Emisi

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bersikeras mengubah arah kebijakan menarik pajak kendaraan bermotor dengan mengenakan pajak tinggi pada kendaraan yang menghasilkan emisi. Pasalnya, ini dilakukan karena Indonesia akan berkomitmen membangun ekosistem kendaraan listrik.

Menurut Sri Mulyani, aturan pengenaan pajak kendaraan bermotor yang ada saat ini, dalam hal ini tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) masih mengacu pada aturan kendaraan konvensional, yang ditentukan berdasarkan kapasitas mesin atau cubicle centimeter (CC).

Diketahui, Cubicle centimeter atau centimeter kubik adalah volume ruang silinder pada suatu mesin. Semakin besar kapasitas mesin yang ditandakan dengan CC ini, maka semakin besar juga jumlah gas yang masuk ke silinder saat kendaraan digunakan.

“Semakin besar (kapasitas mesin) dianggap sebagai mobil mewah, maka Anda (masyarakat) harus membayar pajak yang lebih tinggi,” kata Sri Mulyani seperti dikutip CNBC Indonesia di Bloomberg CEO Forum, Jumat (11/11/2022).

Menurutnya, ke depan pemerintah akan mengenakan pajak kendaraan bermotor yang menghasilkan karbondioksida atau CO2 lebih sedikit, akan lebih rendah tarif PPnBM-nya.

“Jadi, semakin sedikit Anda memiliki kendaraan dengan emisi rendah, maka semakin sedikit pajak yang anda harus bayarkan untuk kendaraan Anda,” katanya.

Kebijakan pemajakan kendaraan bermotor ini, kata Sri Mulyani diharapkan dapat mengubah perilaku masyarakat di Indonesia.

Dalam mendorong ekosistem kendaraan listrik di Indonesia diimplementasikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui pemberian insentif yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 tahun 2021.

Dalam PP Nomor 74/2021, mengatur kendaraan bermotor dengan teknologi battery electric vehicles dan fuel cell electric vehicles akan dikenakan PPnBM 15% dengan dasar pengenaan pajak (DPP) 0% dari harga jual.

Sementara itu, tarif PPnBM sebesar 15% atas DPP PPnBM sebesar 40% dikenakan atas kendaraan bermotor full hybrid dengan kapasitas sampai dengan 3.000 cc dengan konsumsi bahan bakar minyak lebih dari 23 kilometer per liter atau tingkat emisi CO2 kurang dari 100 gram per kilometer.

Adapun tarif 15% atas DPP PPnBM kendaraan bermotor full hybrid 46,66% dari harga jual berlaku atas kendaraan bermotor full hybrid dengan kapasitas silinder sampai 3.000 cc dengan konsumsi bahan bakar minyak lebih dari 18,4 kilometer per liter hingga 23 kilometer per liter, atau memiliki tingkat emisi CO2 mulai dari 100 gram per kilometer hingga 125 gram per kilometer.

Untuk kendaraan berteknologi plug-in hybrid electric vehicles, PPnBM yang dikenakan sebesar 15% dengan DPP sebesar 33,33%.

Tarif kendaraan tersebut berlaku atas kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi plug-in hybrid electric vehicles dengan konsumsi bahan bakar lebih dari 28 kilometer per liter atau tingkat emisi CO2 sampai dengan 100 gram per kilometer.(bl)

 

Utang RI Tembus  Rp 7.420,47 Triliun, Pemerintah Sebut Masih Dalam Batas Aman

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, posisi utang Pemerintah Republik Indonesia (RI) sudah menembus angka Rp 7.420,47 triliun hingga 30 September 2022. Dalam sebulan utang pemerintah bertambah Rp 183,86 triliun.

Diketahui, realisasi utang Indonesia sebesar Rp 7.420,47 triliun setara dengan 39,3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau naik dibandingkan dengan rasio Agustus 2022 yang mencapai 37,9%.

Pemerintah meyakini peningkatan utang hingga 30 September 2022 dibandingkan bulan sebelumnya masih dalam batas aman dan wajar.

“Peningkatan tersebut masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal,” tulis pemerintah dalam buku APBN Kita edisi September 2022.

Alasan rasio utang masih berada pada batas aman karena masih jauh di bawah batas maksimal yang ditentukan dalam Undang-Undang yang mencapai 60% dari PDB.

Utang pemerintah di September didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 6.607,48 triliun atau sekira 89,04%. Sementara untuk pinjaman tercatat senilai Rp 812,99 triliun atau 10,96%.

Porsi penarikan utang dari SBN terdiri dari domestik senilai Rp 5.242,33 triliun. Utang tersebut berasal dari Surat Utang Negara (SUN) Rp 4.254,15 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 998,17 triliun.

Kemudian untuk valas mencapai Rp 1.365,15 triliun, terdiri dari SUN Rp 1.027,39 triliun dan SBSN Rp 337,77 triliun.

Selanjutnya, utang berasal dari pinjaman dalam negeri Rp 16,02 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 796,97 triliun. Pinjaman luar negeri itu terbagi untuk bilateral Rp260,05 triliun, multilateral Rp492,30 triliun, dan commercial banks Rp 44,63 triliun. (bl)

Menkeu: Penerimaan Pajak Melonjak 54,2%

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, penerimaan pajak dalam sembilan bulan pertama di tahun 2022 melonjak signifikan dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu yakni mencapai 54,2%.

“Penerimaan pajak per September 2022 tercatat mencapai Rp1.310,5 triliun. Angka ini sangat baik jika dibandingkan tahun sebelumnya,” katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Jumat (21/10/2022).

Menurutnya, penerimaan negara masih cukup kuat dan angka tersebut hanya didapat dari penerimaan pajak saja.

Sri Mulyani menjelaskan, realisasi PPh nonmigas tercatat sebesar Rp723,3 triliun atau mencapai 96,6% dari target APBN.

“Ini artinya untuk PPh nonmigas sudah pasti akan mencapai target atau melebihi targetnya,” jelasnya. Di samping itu, realisasi PPN dan PPnBM tercatat telah terkumpul sebesar Rp504,5 triliun atau mencapai 78,9% dari target APBN. Realisasi penerimaan untuk PBB dan pajak lainnya tercatat sebesar Rp20,4 triliun atau mencapai 63,2% dari target APBN.

Lebih lanjut, realisasi penerimaan dari PPh migas telah mencapai Rp62,3 triliun atau mencapai 96,4% dari target APBN. Sri Mulyani mengatakan, kinerja penerimaan pajak yang sangat baik hingga akhir kuartal III/2022 ini masih dipengaruhi oleh tren peningkatan harga komoditas.

Selain itu, kinerja penerimaan pajak juga didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang ekspansif dan implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), serta didorong oleh low base effect pada tahun lalu. Sementara secara bulanan, kinerja penerimaan pajak ini menunjukkan pertumbuhan yang mengalami normalisasi sepanjang kuartal III/2022.

Sri Mulyani memperkirakan, tren pada penerimaan pajak tersebut akan berlanjut hingga akhir 2022, sejalan dengan meningkatnya basis penerimaan pada akhir 2021. (bl)

id_ID