Seruan Boikot Pajak, Suryo Minta Masyarakat Pisahkan Kasus dan Kewajiban

IKPI, Jakarta: Beberapa waktu terakhir ramai seruan untuk tidak membayar pajak maupun laporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dari berbagai pihak. Hal ini efek dari kasus yang menimpa Rafael Alun Trisambodo (RAT).

Apa tanggapan Dirjen Pajak Suryo Utomo?

“Pertama terkait seruan atau bahasa tidak bayar pajak barang kali kami melihatnya kita harus pisahkan antara kasus dan kewajiban,” ungkap Suryo dalam seperti dikutip dari CNBC Indonesia dalam konferensi pers, Rabu (1/3/2023)

Kasus Rafael kini tengah dalam proses pemeriksaan dan diharapkan hasilnya keluar dalam waktu dekat. Sementara kewajiban warga negara sebagai wajib pajak juga harus tetap berjalan.

“Sistemnya kalau bayar pajak kan ke negara tidak ke petugas pajak. Masuk ke negara baru redistribusi kembali ke masyarakat,” paparnya.

Suryo menambahkan, tugas yang dijalankan oleh Ditjen Pajak diatur dalam undang-undang. Maka dari itu, hal tersebut tidak akan bisa dihentikan.

“Kami menjalankan tugas berdasarkan UU untuk mengumpulkan dan sepenuhnya untuk kemaslahatan masyarakat untuk pembangunan APBN dan pajak pilar besar sumber penerimaan negara,” ujarnya.(bl)

Sri Mulyani: Jika Penerimaan Pajak Tak Maksimal Ekonomi RI Pasti Terganggu

IKPI, Jakarta: Stop bayar pajak belakangan ini diserukan oleh sebagian pihak, imbas kasus anak Rafael Alun Trisambodo yang merupakan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Ditambah lagi, pejabat yang dimaksud memiliki kekayaan mencapai Rp56 miliar tidak sesuai dengan profil pekerjaan dari yang bersangkutan.

Lalu apa manfaat dari pajak yang telah dibayarkan oleh masyarakat? Dan apa dampaknya jika masyarakat enggan membayar pajak kepada Negara?

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tercatat ada tiga sumber pendapatan negara, salah satu yang utama yaitu penerimaan dari sektor perpajakan.

Sementara itu, lanjut Sri Mulyani, APBN merupakan instrumen penting sebagai shock absorber dalam menjaga dan melindungi perekonomian dan rakyat dari dampak kenaikan harga pangan dan energi global.

Terbukti, APBN mampu memulihkan kinerja ekonomi Indonesia pasca pandemi Covid-19, dan mampu menahan gempuran dari dampak melambatnya perekonomian global.

“Kita lihat dalam mengelola ekonomi 3 tahun terakhir saat pandemi. Penerimaan Negara kita jatuh mendekati 20 persen kontraksinya, dan dalam situasi yang shock sangat dalam, APBN mencoba menyangga,” ungkap Sri Mulyani seperti dikutip dari Tribunnews.com dalam acara diskusi Economic Outlook 2023 di Jakarta, (28/2/2023).

Ia juga mengatakan, uang pajak yang dibayarkan oleh masyarakat juga kembali berdampak kepada masyarakat.

Mulai dari pembangunan infrastruktur hingga diperuntukkan penyaluran bantuan sosial kepada warga negara RI yang membutuhkan.

“Infrastruktur yang kita bangun dengan APBN dengan uang pajak, jadi pajak untuk pandemi, pajak untuk bantuan sosial, pajak untuk infrastruktur. Itu semuanya dapat membantu dan namanya shock absorber dalam pemulihan ekonomi,” paparnya.

Sri Mulyani mengungkapkan dampak apabila penerimaan pajak Negara tidak maksimal, dalam arti lain masyarakat malas membayar pajak. Hal tersebut tentunya akan memberikan efek terhadap kinerja ekonomi Indonesia yang bakal mengalami penurunan drastis.

Terlebih, 2023 merupakan tahun yang dinilai cukup sulit, karena diprediksi sejumlah negara di dunia bakal mengalami resesi. Hal ini nantinya juga akan memberikan dampak terhadap Indonesia.

Apakah 2023 global Economic akan resesi atau tidak. Kalau resesi, sektor dan program apa yang akan kena. Siapa yang kita lindungi duluan.

“Nah APBN meredam shock, karena kalau kita tidak memiliki APBN yang kuat, shock yang tadi jatuh penerimaan dan kita jatuh dari sisi belanja, ekonominya bakal nyungsepnya dalem banget,” pungkas Sri Mulyani. (bl)

 

 

 

NU Minta Masyarakat Tak Lampiaskan Kemarahan Dengan Tolak Pajak

IKPI, Jakarta: Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrurrozi meminta masyarakat tidak melampiaskan kemarahan atas kasus dugaan penyelewengan oknum pegawai pajak dengan cara menolak membayar pajak ke negara.

Dia bicara demikian merespons kepemilikan harta jumbo pegawai eselon III Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo yang terkuak imbas kasus penganiayaan oleh anaknya, Mario Dandy Satriyo.

“Kekecewaan dan kemarahan atas kasus kekerasan dan penyelewengan oknum pegawai pajak tidak boleh dilampiaskan dengan cara-cara yang salah, misal dengan tidak mau membayar pajak,” kata pria yang akrab disapa Gus Fahrur, seperti dikutp dari CNNIndonesia.com, Rabu (1/3/2023).

Nahdlatul Ulama, kata Gus Fahrur, memiliki ideologi tidak boleh membangkang pemerintahan yang sah.

Gus Fahrur menegaskan prinsip warga negara yang baik wajib tunduk dan patuh terhadap aturan yang berlaku. Baginya, pajak erat kaitannya dengan kelangsungan hidup bangsa.

“Kita berkewajiban tunduk patuh kepada pemerintah. Negara ini lebih mahal dari sekadar urusan kemarahan terhadap orang per orang,” kata dia.

Gus Fahrur mengimbau masyarakat tidak mengambil langkah sepihak. Kata dia, kasus Mario dan ayahnya telah diproses penegak hukum sehingga diharapkan ada langkah tegas untuk bisa menimbulkan efek jera.

“Kita apresiasi langkah pemerintah yang telah bertindak tegas kepada oknum pejabat dan pegawai yang dituduh bersalah. Kita tetap wajib patuh hukum dan tidak boleh bertindak sepihak,” kata dia.

Harta fantastis yang dimiliki Rafael menyeruak ke publik usai anaknya, Mario Dandy Satriyo melakukan penganiayaan terhadap David yang merupakan putra dari pengurus GP Ansor.

Berdasarkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang dilaporkan Rafael per 2021, ia memiliki total kekayaan Rp56.104.350.289, dan tidak memiliki utang sama sekali. Harta Rafael ini hampir setara dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Angka ini hanya lebih rendah Rp1,9 miliar dari harta Sri Mulyani yang mencapai Rp58.048.779.283. Belakangan, mantan Ketua Umum PBNU Said Aqil Sirojmengingatkan lagi kasus di masa lalu ketika NU menyatakan bakal mengambil langkah tegas mengajak warga tidak membayar pajak bila ada penyelewengan.

Sikap tersebut menurut Said diutarakan NU ketika menyeruak kasus yang melibatkan mantan pegawai pajak GayusTambunan. Dia mengulangi sikap NU ini saat ditanya kasus Mario dan ayahnya, kemarin.

“Tahun 2012 bulan September, Munas ulama di pesantren Cirebon, waktu itu baru ada kejadian Gayus Tambunan, keputusan para kiai bahwa kalau uang pajak selalu diselewengkan NU akan mengambil sikap tegas warga NU tidak usah bayar pajak,” kata Said saat hendak menjenguk korban penganiayaan Mario, David, di RS Mayapada, Jakarta Selatan, Selasa (28/2/2023).(bl)

 

 

id_ID