Empat Senior IKPI Cerita Pengalaman Membentuk Partnership Ideal

IKPI, Jakarta: Kebiasaan melakukan kegiatan dalam suatu kerja bersama (kerja tim) di lapangan ternyata juga memberikan banyak pelajaran sebagai bahan pertimbangan untuk pengembangannya.

Walaupun hal ini jarang atau tidak pernah dibahas dalam penilaian atau evaluasi, jarang disentuh dalam indikator kinerja setiap aktivitas organisasi maupun perusahaan, namun aspek yang disebut chemistry kiranya layak untuk dibincangkan.

Secara umum, chemistry seringkali atau hanya didiskusikan untuk membangun hubungan yang harmonis baik itu dalam rumah tangga maupun dengan rekan kerja. Tentunya hal itu dilakukan untuk mencapai satu tujuan, yakni kesuksesan.

Untuk membahas bagaimana bisa membangun chemistry dengan rekan kerja, sehingga bisa membangun partnership ideal dalam bisnis konsultan pajak, empat senior dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) yakni Ketua IKPI Cabang Medan Barry Kusuma, Ketua Departemen Litbang dan FGD PP IKPI Lani Dharmasetya, Ketua Bidang Kerja sama Dengan Pihak Ketiga, Departemen Pendidikan, PP IKPI Hung Hung Natalya, dan Ketua IKPI Pengda Bali Ketut Alit Adi Krisna, menceritakan semuanya dalam acara Bincang Profesi dengan tema ” Mencari Bentuk Partnership Ideal Pada Bisnis Konsultan Pajak”.

Acara yang dilakukan secara online pada 3 Maret 2023 ini, diikuti sebanyak 820 peserta yang merupakan anggota IKPI dari seluruh Indonesia. Kegiatan rutin yang diselenggarakan Departemen PPL PP IKPI kali ini, dimoderatori oleh Jemmi Sutiono yang juga merupakan Pengurus Pusat IKPI.

Dalam kesempatan ini, Adi Krisna menceritakan bagaimana dirinya mulai membangun kantor konsultan pajak. Awal membangun kantor konsultan pajak, Adi mengaku bekerja sendirian dari mulai membuat laporan pajak secara manual, hingga mengurus administrasi kantor semuanya dilakukan secara mandiri.

Namun, dengan terus berkembangnya teknologi yang disertai dengan kebijakan pemerintah dalam aturan perpajakan. Maka semuanya sekarang bisa menjadi lebih mudah dan efisien, karena pelaporan pajak saat ini bisa dilakukan secara online, tanpa harus berkunjung ke kantor pelayanan pajak (KPP).

Adi menjalani profesi konsultan pajak sejak tahun 2002, dan sampai saat ini bisnis konsultan pajak yang dijalaninya semakin berkembang.

Dia menceritakan, memang tidak mudah mencari rekan kerja atau pegawai yang loyal terhadap perusahaan. Karena, beberapa rekan kerja yang pernah bersama-sama Adi, memutuskan untuk membuka kantor konsultan sendiri atau-pun bekerja sebagai konsultan pajak diperusahaan besar.

“Jadi memang untuk membangun chemistry itu tidak bisa dipaksakan atau pura-pura cocok, karena seleksi alam akan membuktikan apakah mereka cocok menjadi partner atau sebaliknya,” kata Adi.

Hal berbeda dikatakan Lani Dharmasetya. Dia mengaku dari awal berkarir sudah sebagai konsultan pajak. Awalnya dia bekerja sebagai konsultan pajak di Arthur Andersen dan kemudian berpindah kerja di PB Taxand.

“Jadi kalau saya, memang mulai berkarir sebagai konsultan. Jadi begitu lulus langsung masuk di konsultan tidak pernah ke perusahaan lain,” kata Lani.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, ada filosofi yang mengatakan bahwa jika kita mengerjakan sendiri sebuah pekerjaan, bagaikan sapu lidi berdiri sendiri. Artinya tidak ada yang bisa dilakukan jika lidi hanya berdiri sendiri, tetapi ketika sebatang lidi itu menjadi sapu, maka banyak hal positif yang bisa dikerjakan.

Jadi yang saya mau katakan kata Lani, sebagai konsultan pajak dirinya tidak bisa berdiri sendirian melainkan harus membuat persekutuan, sehingga pekerjaan akan terasa lebih mudah untuk dilakukan. Namun, memang harus mencari partner kerja yang mempunyai chesmistry yang sama, sehingga langkah atau kebijakan yang diambil dalam sebuah persekutuan bisa seirama.

Sementara itu, Barry Kusuma dalam kesempatan tersebut juga menceritakan bagaimana dia membangun dan membesarkan kantor konsultan pajak dengan para senior yang juga merupakan para senior IKPI.

Namun demikian, karir konsultan Barry dimulai dari membuka kantor konsultan pajak sendiri. Selama beberapa waktu dia berjibaku membesarkan kantornya secara mandiri.

Namun perjalanan hidup berkata lain. Dia dipertemukan dengan Kim pada saat mengikuti ujian Brevet C di Jakarta. Kebetulan saat itu mereka mengambil kelas intensif yang sama.

“Disitulah ibu Kim mengajak saya untuk membuat partnership, dan kemudian mengajak pak Soebakir untuk bergabung bersama setelah beliau pensiun dari Ditjen Pajak. Nah inilah asal muasal berdirinya persekutuan SBK,” kata Barry.

Bergabunganya Soebakir kata Barry, menambah kekuatan persekutuan yang mereka bentuk. Dengan pengalamannya sebagai pejabat Ditjen Pajak, Soebachir diyakini memiliki jaringan yang luas sehingga bisa lebih menambah posisi tawar mereka di mata klien.

Barry mengatakan, kebetulan kedua partner kerjannya itu sangat cocok sekali dengan dirinya. Chemistry kerja sudah terbangun, karena memang sebelumnya mereka adalah teman dan sering melakukan komunikasi sebelum terbentuknya SBK.

Awal persekutuan ini terbentuk kata Barry, pada tahun 2023 mereka menyewa kantor di Gedung Adi Graha, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.

Namun, rupanya setelah pensiunpun Soebakir belum bisa aktif di SBK karena dia masih diminta penjadi penasehat oleh Dirjen Pajak saat itu dijabat Hadi Purnomo. Namun, karena Soebakir yang sudah pensiun sebagai pejabat di Ditjen Pajak, dia diperbolehkan mendirikan persekutuan oleh dirjen pajak.

Dari situlah ketiganya terus mengembangkan SBK, hingga akhirnya mampu membeli kantor di Menara Kuningan lantai 12. Saat itu, luas kantor yang mereka beli luasannya mencapai 137 m2.

Kekompakan mereka, berimbas pada semakin berkembangan SBK dan akhirnya merekapun memutuskan untuk membeli kantor di Kota Casablanca, Jakarta Timur.

Barry juga menjelaskan, bahwa persekutuan yang mereka buat adalah semacam perseroan terbatas (PT). “Jadi, konsepnya kami bertiga melakukan setor modal. Jadi semua yang dikeluarkan bisa terukur,” katanya.

Tidak kalah menarik, Hung Hung Natalya juga menceritakan bagaimana dirinya membangun persekutuan.

Menurutnya, sebagai orang lapangan dia tidak pernah membuat perencanaan yang rumit dalam membentuk persektuan. Artinya kata, semua itu harus bisa dilaksanakan dengan mudah, baik dari sisi perizinin ataupun permasalahan lainnya.

Berdasarkan hal itu, Hung Hung memilih untuk mendirikan CV sebagai badan usaha. “Saya berpikiran pendirian CV prosesnya sangat cepat, dan kami bisa langsung beroperasi,” katanya.

Namun demikian kata dia, hal itu akan disesuaikan dengan kebutuhan di mana nantinya bisa saja CV itu berubah menjadi PT jika memang hal itu dibutuhkan.

Dia menjelaskan, persekutuan mempunyai gerak yang lebih terbatas dibadingkan dengan perusahaan berbadan hukum (PT atau CV). Karena, jika bentuknya hanya persekutuan maka mereka tidak akan bisa melakukan pembelian kantor.

“Jadi kalau ada CV atau PT, semua aset yang dimiliki akan tercatat dengan jelas. Jadi itu alasannya kenapa persekutuan juga harus memiliki PT atau CV,” katanya.

Hung Hung juga menjelaskan bagaimana dia memilih partner kerja di kantor persekutuan mereka. “Saya orangnya gak banyak mikir. Karena saya dan partner kerja, kebetulan pernah kerja di perusahaan yang sama. Karena saya merasakan chemistry sudah terjalin, maka hingga sekarang kita tetap menjadi partner kerja,” katanya. (bl)

id_ID