Eks Komisioner KPK Sebut Pentingnya Konsultan Pajak Miliki “Moral Kompas”

IKPI, Jakarta: Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Laode Muhammad Syarif, mengungkapkan pentingnya seseorang memiliki “moral kompas” sebagai pegangan dalam menjalankan profesi yang berhubungan dengan publik. Hal ini dianggap penting sebagai rambu-rambu, agar profesi yang dijalankan tidak menjerumuskan mereka kedalam masalah hukum yang akhirnya merugikan diri sendiri dan orang lain.

Demikian dikatakan Laode, dalam Bincang Profesi yang diselenggarakan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dengan tema “Good Governance dan Profesionalitas Konsultan Pajak” yang menghadirkan narasumber Ketua Pengawas IKPI Sistomo serta moderator Anggota Departemen PPL IKPI Jemmi Sutiono, Jumat (26/5/2023).

Menurut Laode, dalam acara yang dihadiri secara online dan offline oleh lebih dari 500 anggota IKPI ini juga ditegaskan bahwa seharusnya konsultan pajak harus konsisten dengan tuntutan profesi yang tentunya sesuai dengan kode etik organisasi dan aturan perundang-undangan yang berlaku.

“Jika profesi ini dijalankan dengan berpegangan pada rambu-rambu itu, maka sangat kecil kemungkinan konsultan pajak terlibat/terseret kasus hukum yang selama ini terjadi di Indonesia,” kata Laode.

Namun demikian lanjut dia, moral kompas seseorang terkadang tidak stabil alias turun naik. Jika itu terjadi, sebaiknya ikutilah panggilan hati saat ingin mengambil keputusan yang tentunya itu harus dipertimbangkan dampaknya secara luas.

Dia menceritakan, dahulu ada seorang hakim yang ditanya oleh seseorang. Jika anda mendengarkan dua argumentasi yang sama kuat dari jaksa dan pengacara dalam satu kasus yang sedang ditangani, apa yang anda lakukan dalam mengambil keputusan agar itu menjadi adil?.

Hakim itu-pun menjawab bahwa dirinya akan memejamkan mata, dan kemudian bertanya kepada hatinya yang terdalam. Dan jawaban yang keluar dari hati terdalam itulah yang akan menjadi keputusan final yang dia keluarkan.

“Jadi jawaban hati nurani itulah yang sesungguhnya sangat penting. Karena hati nurani hampir tidak pernah membohongi seseorang,” katanya.

Lebih lanjut Laode juga menyinggung, di dalam kode etik konsultan pajak juga seharusnya tercantum mengenai konflik off interest. Ini untuk menghindari banyak kasus-kasus yang terjadi, dan seperti yang dialami oleh Rafael Alun Trisambodo, di mana pegawai pajak itu juga mendirikan jasa konsultan pajak.

“Kenapa konflik off interest itu penting kita bahas, karena di sektor pajak ini semuanya saling bersinggungan seperti ada petugas pajak, konsultan pajak, lawyers pajak, dan pengadilan pajak. Saya termasuk salah satu orang yang dari dulu ingin mengeluarkan pengadilan pajak dari Kementerian Keuangan, dan sekarang hal itu sudah dilakukan.

Menurut Laode, sebagian yang terlibat di Pengadilan Pajak merupakan mantan konsultan pajak, dan lawyersnya juga rangkap jabatan. Artinya mereka bisa sebagai lawyers dan bisa juga sebagai konsultan pajak.

“Jadi saya juga tidak tahu, pada kasus ini terdapat simbiosis mutualisme atau parasitisme. Ini penting untuk diketahui, apalagi kebanyakan dari mereka adalah berasal dari sekolah yang sama (satu almamater) dan berasal dari kampung yang sama,” ujarnya.

Pernyataan serupa juga dikatakan Ketua Pengawas IKPI Sistomo, konsultan pajak harus menjalankan tatakelola yang baik dalam menjalankan profesinya. Artinya, mereka harus menjalankan itu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta tidak melanggar kode etik yang telah ditetapkan organisasi dalam hal ini IKPI.

Karena lanjut Sistomo, dalam memberikan pelayanan terhadap klien, konsultan pajak bukan hanya sekadar memberikan nasihat tetapi juga memberikan perencanaan dan pengelolaan perpajakan yang disertai misi agar wajib pajak menyelesaikan kewajiban pajaknya saecara lebih efisien tetapi tidak menabrak aturan perpajakan.

Dengan demikian lanjut Sistomo, ada lima hal yang harus dilakukan konsultan pajak dalam melakukan tata kelola usaha yang baik seperti:

1. Transparasi
2. Akuntabilitas
3. Partisipasi
4. keadilan
5. Efektifitas dan Efisienasi

Sistomo juga menyinggung, bagimana pentingnya sikap profesionalitas konsultan pajak dalam menjalankan pekerjaannya. Artinya mereka harus bisa menjaga sikap, perilaku, dan etika yang sesuai dengan standar dan tuntutan profesi pekerjaan.

Lebih lanjut dia mengatakan, sikap profesional itu melibatkan serangkaian prinsip dan norma di mana hal tersebut isa menunjukan komitmen terhadap kualitas kerja, integritas, tanggung jawab, kerja sama, dan penghormatan terhadap orang lain.

Dia juga menyinggung peran konsultan pajak dalam membantu klien, bagaimana mereka memberikan pemahaman mengenai peraturan perpajakan di Indonesia serta bisa membayarkan pajaknya secara legal dan efisien.

“Memang konsultan pajak itu dituntut agar bisa memperjuangkan hak-hak wajib pajak secara adil dan efisien, tetapi semua itu tetap harus dijalankan sesuai hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Artinya bukan mengakali pembayaran pajak agar bisa efisien, tetapi memang pembayaran itu bisa efisien sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujarnya.

Konsultan pajak kata dia, juga sering dimintai kliennya untuk melakukan pendampingan pada pengadilan pajak. di mana tidak sedikit wajib pajak yang hak-haknya merasa dirugikan, dan kemudian mereka mengajukan keberatan, banding ke pengadilan bahkan hingga peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. (bl)

id_ID