IKPI, Jakarta: Pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1,1% untuk pembelian barang agunan per hari ini (1/5/2023). Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 41 Tahun 2023 tentang PPN atas Penyerahan Agunan yang Diambil Alih (AYDA) oleh Kreditur kepada Pembeli Agunan.
Agunan adalah jaminan tambahan berupa barang yang diserahkan debitur kepada kreditur. Jika jaminan itu ditarik oleh kreditur dan kemudian dijual melalui lelang atau di luar lelang, maka agunan ini menjadi barang kena pajak.
“Jumlah PPN yang dipungut dihitung dengan menggunakan besaran tertentu 10% dari tarif PPN saat ini (11%), yakni 1,1% dikalikan harga jual agunan,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti, seperti dikutip dari Katadata.co.id, Rabu (26/4/2023).
Disebut terutang ketika pembayaran diterima oleh lembaga keuangan, sehingga ketentuan ini tidak akan membebani arus kas kreditur. Lembaga keuangan dapat menggunakan dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak dalam memungut PPN.
Dwi menjelaskan, penyerahan agunan yang diambil alih oleh kreditur kepada pembeli agunan, termasuk Barang Kena Pajak (BKP). Oleh karena itu, dikenakan PPN. Hal tersebut telah diatur dengan jelas dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan terhadap PPN dan PPnBM.
Pemerintah kemudian mengundangkan PMK Nomor 41 Tahun 2023 pada 13 April 2023 guna memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Pokok pengaturan PMK itu di antaranya terkait besaran tertentu PPN, saat terutang, tata cara pemungutan, penyetoran, pelaporan, serta terkait pengkreditan pajak masukannya.
Kreditur atau lembaga keuangan dengan objek berupa penjualan barang agunan atau penyerahan agunan yang diambil alih (AYDA) menjadi subjek atau yang memungut pajaknya. Kreditur wajib menyetor PPN barang agunan yang dipungut tersebut menggunakan surat setoran pajak dan/atau sarana administrasi lain yang disamakan. (bl)