Surat Ikatan Tugas (SIT) menjadi dokumen esensial bagi para konsultan pajak dalam menjalankan tugas profesional mereka. Tidak sekadar menjadi kontrak kerja,
SIT berfungsi sebagai landasan hukum yang mengatur hubungan antara konsultan pajak dan klien, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
SIT memberikan kejelasan mengenai cakupan layanan yang diberikan oleh konsultan pajak, termasuk hak dan kewajiban kedua belah pihak. SIT harus mencakup jenis pekerjaan jasa yang diberikan, cakupan layanan, serta hak dan kewajiban antara konsultan pajak dan klien. Hal ini penting untuk memastikan konsultan memiliki panduan kerja yang jelas dalam pelaporan administrasi perpajakan klien.
SIT sebagai Benteng Perlindungan Hukum
Dalam konteks era Coretax yang memperkuat konsekuensi hukum atas pelaporan pajak, SIT menjadi dokumen yang tidak dapat diabaikan. Salah satu poin penting yang harus dimuat dalam SIT adalah pernyataan manajemen (manajemen letter) yang menegaskan bahwa tanggung jawab atas isi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) sepenuhnya berada di pihak manajemen atau klien, bukan konsultan pajak.
Hal ini bertujuan untuk memberikan batasan yang jelas terhadap tanggung jawab konsultan, sekaligus melindungi mereka dari risiko hukum akibat pelanggaran perpajakan oleh klien.
Konsultan pajak juga harus mempersiapkan berbagai langkah pendukung untuk meminimalkan risiko hukum. Bukti pendukung seperti tanda terima berkas dari klien, kertas kerja perhitungan pajak, lembar konsultasi yang ditandatangani manajemen, dan dokumentasi lengkap terkait pelaporan SPT menjadi elemen penting yang harus dikelola dengan baik.
Pandanga ini menggarisbawahi pentingnya profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas dalam profesi konsultan pajak. SIT tidak hanya menjadi alat hukum, tetapi juga mencerminkan etika kerja yang menjunjung tinggi kepercayaan antara konsultan pajak dan klien.
Dengan adanya SIT yang jelas dan langkah-langkah pendukung yang memadai, hubungan kerja antara konsultan pajak dan klien dapat berjalan lebih baik. Potensi sengketa hukum yang sering kali merugikan kedua belah pihak pun dapat diminimalkan.
Pada akhirnya, penerapan SIT yang sesuai standar merupakan investasi jangka panjang bagi konsultan pajak untuk menjaga reputasi dan keberlanjutan profesinya.
Pesan ini menjadi pengingat bahwa di tengah kompleksitas dunia perpajakan, konsultan tidak hanya bertugas membantu klien, tetapi juga menjaga integritas hukum dan kepercayaan publik.
Penulis: Ketua Departemen Bantuan Hukum dan Advokasi, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
Andreas Budiman
Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.