Pengusaha Khawatirkan Penerapan PMK 47/2024

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Kalangan pengusaha buka suara soal kekhawatirannya mengenai penerapan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47 Tahun 2024 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Sebagaimana diketahui aturan ini salah satunya memberikan akses kepada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengintip isi rekening bernilai Rp 1 miliar.

Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Siddhi Widyaprathama menilai peraturan ini terlalu berorientasi memberikan tanggung jawab transparansi rekening, kepada pihak perbankan atau lembaga keuangan lainnya. Menurut dia, tanggung jawab transparansi seharusnya lebih dibebankan kepada Wajib Pajak.

“Peraturan ini lebih menyasar ke lembaga jasa keuangan dan pendukungnya,” kata Siddhi sepwrti dikutip dari  CNBC Indonesia, Jumat (16/8/2024).

Siddhi khawatir dengan pemberian beban tanggung jawab ini, pihak perbankan justru akan menjadi pihak yang disalahkan ketika terjadi pelanggaran. Padahal, kata dia, pihak perbankan hanya berupaya melayani nasabahnya secara baik.

“Secara umum pelaku perbankan mencoba memuaskan customernya, dia tidak bermaksud apa-apa. Tapi dia tidak tahu kondisi deposan itu sebenarnya tidak jujur terkait pajaknya, tentu bank secara tidak langsung akan terbawa,” kata dia.

Siddhi menilai apabila peraturan ini bertujuan untuk penegakan hukum, beban transparansi seharusnya diberikan kepada Wajib Pajak, bukan lembaga keuangan. “Intinya di sini target utamanya adalah penegakan hukum kepada wajib pajaknya,” kata dia.

Siddhi mengatakan selain masalah beban tanggung jawab itu, dirinya juga menyoroti soal jaminan keamanan data para wajib pajak. Menurutnya, teknologi informasi di Indonesia memang sudah maju. Namun, publik tidak bisa menutup mata soal banyaknya kasus-kasus kebocoran data yang dikelola pemerintah.

“Informasi keuangan sangat sensitif, ini menyangkut hak asasi dan menyangkut harga diri seseorang, ini harus betul-betul dijaga,” kata Siddhi.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani resmi menerbitkan PMK 47/2024. Aturan ini merupakan revisi dari PMK 70 Tahun 2017 yang mengatur hal serupa.

Dalam aturan ini, Direktorat Jenderal Pajak dapat mengintip rekening yang berisi uang Rp 1 miliar. Pada aturan sebelumnya, rekening yang bisa diintip sebesar Rp 200 juta.

Selain itu, dalam pasal 7 PMK tersebut disebutkan pihak lembaga jasa keuangan juga wajib menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan untuk setiap Rekening Keuangan yang agregat saldo atau nilai rekening keuangannya melebihi US$ 250.000.

Pihak-pihak yang melakukan persekongkolan untuk menghalang-halangi Ditjen Pajak mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan tersebut, akan kehilangan layanan pembukaan rekening baru hingga transaksi di perbank.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Bidang Asosiasi Hukum dan Himpunan, Wisnu W. Pettalolo menilai pemerintah perlu melakukan sosialisasi masif terkait kebijakan ini. Sebab, kata dia, tidak semua pengusaha mampu mengakses layanan konsultan pajak.

“Yang perusahaannya sudah punya level dia tidak sulit, tinggal komunikasi dengan konsultan pajaknya,” kata dia.

“Namun kalau pengusaha yang menengah ke bawah ini kan hanya menimbulkan ketakutan, jujur saja kalau sudah masalah pajak kita ‘kedinginan’ karena tidak paham regulasi,” kata dia melanjutkan.

id_ID