IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan melaporkan penerimaan pajak fintech dan pajak kripto sampai akhir Desember 2022 telah mencapai Rp 456,49 miliar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerimaan pajak ini guna mewujudkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang memang perlu dipungut pajaknya, namun tetap menjaga azas keadilan.
“Sekali lagi, mereka yang lemah itu ditolong, mereka yang kuat mereka dipungut pajak untuk kembali membantu kekuatan ekonomi,” ujar Sri Mulyani seperti dikutip dari Kontan.co.id, dalam Konferensi Pers APBN Kita, Selasa (3/10/2023).
Untuk diketahui, pajak Fintech mulai berlaku sejak 1 Mei 2022 dan mulai dibayarkan dan dilaporkan di bulan Juni. Hingga Desember 2022, pemerintah telah mengantongi Rp 210,04 miliar dari pajak fintech.
Adapun rinciannya adalah Pajak Penghasil (PPh) 23 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Subjek Dalam Negeri (WPDN) dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) dengan nilai Rp 121,84 miliar dan PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Subjek Luar Negeri (WPLN) mencapai Rp 88,20 miliar.
Sementara itu, pemerintah juga mengantongi pajak kripto dengan nilai Rp 246,45 miliar. Sama halnya dengan pajak fintech, pajak kripto juga mulai berlaku pada 1 Mei 2022 dan mulai dibayarkan dan dilaporkan bulan Juni.
Adapun rinciannya adalah Pajak Penghasil (PPh) 23 atas transaksi aset kripto melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Dalam Negeri (PPMSE DN) dan penyetoran sendiri dengan nilai Rp 117,44 miliar dan PPN DN atas pemungutan oleh non bendaharawan mencapai Rp 129,01 miliar. (bl)