IKPI, Bogor: Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan Terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Aturan ini ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada tanggal 2 Desember 2022 dan diundangkan pada tanggal yang sama.
Diketahui, PP nomor 44/2022 ini merupakan aturan pelaksanaan PPN dari UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Terkait peraturan itu, khususnya PPN, rupanya banyak wajib pajak (WP) yang masih bingung dengan aturan tersebut. Pasalnya, banyak peraturan dari pasal-pasal yang ada dinilai “abu-abu” yang akhirnya merugikan mereka.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang timbul, rupanya hal ini menjadi pembahasan yang menarik di kalangan konsultan pajak (KP) untuk di kupas. Untuk itu, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Bogor, pada 3 Desember 2022 menggelar bincang pajak dengan tema” Serba Serbi Pajak Pertambahan Nilai”.
Ketua IKPI Bogor Pino Siddarta mengungkapkan, di lapangan banyak WP yang masih dipermasalahkan oleh kantor pelayanan pajak (KPP) terkait adanya diskon penjualan dalam faktur pajak, karena diskon yang diberikan dianggap tidak wajar, sehingga diasumsikan sebagai pemberian cuma-cuma.
Konsekuensinya lanjut Pino, tentu ada PPN yg harus dibayar atas pemberian cuma-cuma tersebut, sehingga membuat galau wajib pajak. Belum lagi penerbitan faktur pajak (FP) kepada pihak konsumen akhir dan pedagang akhir.
Dia mencontohkan, misalkan pabrik es batu yang menjual produknya kepada warung-warung, apakah atas transaksi seperti itu pelaporannya bisa digunggung atau tidak.
Berdasarkan permasalahan ini lanjut Pino, maka sebagai konsultan pajak, dirinya bersama rekan se-profesi lainnya harus memikirkan solusi atas kasus tersebut agar dapat memberikan advise terbaik kepada klien. “Jadi jangan sampai ada aturan yang bersifat “abu-abu” dan merugikan WP, sehingga KP harus membuat terang aturan tentang syarat yang harus dipenuhi oleh WP,” kata Pino, Senin (12/12/2022).
Contoh lainnya diberikan Pino, jika seseorang membeli 1 unit computer, atas pembelian computer tersebut diberikan hadiah 1 buah digital mouse seharga Rp500.000. Kemudian pihak penjual melaporkan transaksi penjualan 1 unit computer tersebut dan mencantumkan adanya diskon 100% atas 1 buah digital mouse.
” Apa atas transaksi tersebut pihak KPP mempertanyakan terkait pemberian diskon 100% atas digital mouse itu,?” ujar Pino.
Artinya kata dia, WP menerbitkan FP dengan diskon 100% namun menurut pihak account representative (AR) pemberian diskon 100% merupakan pemberian cuma-cuma yang terutang PPN, sehingga AR meminta kepada WP untuk melakukan pembetulan FP dan SPT Masa PPN, dan tentunya wajib membayar PPN atas transaksi tersebut.
Menurut Pino, padahal definisi pemberian cuma-cuma itu adalah: pemberian yang diberikan tanpa imbalan pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, termasuk pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
Sedangkan seorang pengusaha saat memberikan hadiah kepada konsumennya pasti tidak cuma-cuma, namun pengusaha tersebut mempunyai hitungan bisnisnya sendiri. Hal ini kadang menimbulkan interprestasi yang berbeda atas pemberian cuma-cuma tersebut, tergantung sudut pandang yang melihatnya.
Kemudian berdasarkan surat edaran (SE-24/PJ/2018) terkait imbalan tertentu dijelaskan kondisi tertentu yang terjadi dalam transaksi jual beli merupakan keadaan atau peristiwa yang dapat mengakibatkan adanya pemberian imbalan dari Penjual kepada Pembeli sehubungan dengan transaksi jual beli berdasarkan perikatan tertulis dan/atau tidak tertulis. Kondisi tertentu dimaksud antara lain:
a. Pencapaian syarat tertentu.
b. Penyediaan ruang dan/atau peralatan tertentu.
c. Penerimaan kompensasi yang diterima sehubungan dengan transaksi jual beli.
Jika pemberian imbalan tertentu berbentuk barang kena pajak/jasa kena pajak, maka pemberian imbalan tersebut akan terutang PPN, kecuali imbalan tertentu tersebut berbentuk uang, maka imbalan tersebut tidak terutang PPN.
Sekadar informasi, bincang pajak IKPI Bogor yang diadakan tanggal 3 Desember 2022 bertempat di Awal Mula Coffee. Ini merupakan kegiatan yang ketiga kali dan dilakukan secara beruntun (chapter#3).
Acara ini dihadiri sebanyak 25 praktisi perpajakan. Mereka adalah anggota IKPI dari Cabang Bogor, dan juga beberapa dari IKPI cabang lain.
Lebih jauh Pino menyatakan, peserta pada bincang pajak ini bisa mendapatkan manfaat atas materi yang diberikan.
“Sebagai KP memang perlu sering mengadakan diskusi yg bersifat teknis, karena akan meningkatkan kapabilitas dan juga sekaligus mempererat tali silaturahmi di antara keluar besar IKPI. Mereka juga mengharapkan acara seperti ini terus diadakan,” katanya. (bl)