Pemprov DKI Minta Insentif Pajak Kendaraan Listrik 0% Dicabut, Potensi Pendapatan Hilang Rp2 Triliun

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mendorong Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar meninjau ulang kebijakan insentif pajak kendaraan listrik 0 persen. Usulan tersebut diajukan karena program pembebasan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) untuk mobil dan motor listrik dinilai menyebabkan potensi pendapatan daerah hilang hingga Rp2 triliun.

Pemprov menilai, pendapatan dari sektor pajak kendaraan bermotor selama ini menjadi salah satu penopang utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hilangnya pemasukan dari dua sektor pajak itu dianggap mempersempit ruang fiskal Pemprov DKI dalam menangani persoalan kota seperti kemacetan dan polusi.

Namun, meski usulan sudah disampaikan, Kemenkeu belum dapat menghapus insentif tersebut. Bukan karena penolakan, melainkan karena kebijakan tersebut merupakan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, yang berarti perubahan hanya dapat dilakukan melalui revisi undang-undang.

“Kami sudah bertemu Dirjen Perimbangan Keuangan untuk membahas ini. Karena insentif kendaraan listrik mandat undang-undang, maka perubahan harus lewat revisi undang-undang. Sejauh ini masih cukup berat,” ujar Wakil Koordinator Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Yustinus Prastowo, Minggu (23/11/2025).

Dengan kecilnya peluang untuk menghapus insentif dalam waktu dekat, Pemprov DKI kini menyiapkan alternatif solusi. Opsi yang paling memungkinkan yaitu meminta pemerintah pusat meningkatkan dana transfer ke daerah pada tahun anggaran berikutnya untuk mengompensasi hilangnya pendapatan dari pajak kendaraan listrik.

“Kalau pendapatan dari pajak kendaraan berkurang sementara kita harus mengatasi dampak macet, polusi, dan lainnya, dukungan dari pusat melalui dana transfer bisa menjadi kompensasi,” ujar Prastowo.

Meski begitu, Pemprov DKI tidak mengajukan besaran kebutuhan dana tambahan. Alasannya, beban fiskal akibat insentif kendaraan listrik bukan hanya dialami DKI Jakarta, tetapi juga kota-kota besar lain di Indonesia.

“Kami tidak menyebut angka. Kami hanya menyampaikan situasinya dan menyerahkan perhitungan kepada pemerintah pusat. Cepat atau lambat, daerah lain juga pasti terdampak, terutama daerah dengan kapasitas fiskal yang kecil,” tambahnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Lusiana Herawati mengungkapkan bahwa kebijakan insentif pajak kendaraan listrik memang cukup signifikan terhadap penurunan pendapatan daerah. Hingga kini, tarif BBNKB dan PKB untuk kendaraan listrik masih ditetapkan 0 persen hingga akhir 2025.

Menurutnya, tanpa insentif tersebut, sektor kendaraan listrik berpotensi memberikan pemasukan besar bagi APBD. Namun, dengan berlakunya pembebasan pajak, penerimaan mengalami penurunan tajam.

Kebijakan insentif kendaraan listrik sejatinya diharapkan mendorong transisi menuju transportasi ramah lingkungan. Namun di sisi lain, pemerintah daerah menghadapi dilema karena berkurangnya sumber pendapatan yang selama ini menjadi tulang punggung keuangan daerah. (alf)

id_ID