Pemerintah Siapkan Bea Keluar Batu Bara Mulai 2026, Skema Disesuaikan Harga Pasar

IKPI, Jakarta: Pemerintah berencana mengenakan bea keluar terhadap ekspor batu bara mulai 1 Januari 2026 sebagai bagian dari penguatan pengelolaan sumber daya alam dan optimalisasi penerimaan negara. Kebijakan ini digodok Kementerian Keuangan dan mendapat dukungan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan pendekatan yang dinilai adil bagi negara maupun pelaku usaha.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan, rencana tersebut sejalan dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menempatkan pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurutnya, seluruh kementerian mengikuti arahan Presiden agar setiap potensi penerimaan negara dioptimalkan tanpa mengabaikan prinsip keadilan.

“Pasal 33 selalu menjadi rujukan. Kita harus mampu memanfaatkan seluruh potensi, termasuk peningkatan pendapatan negara. Di dalamnya ada bea keluar,” ujar Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (19/12/2025).

Meski demikian, Bahlil menekankan bea keluar tidak akan diberlakukan secara menyeluruh. Pemerintah akan mempertimbangkan kondisi harga global dan kemampuan perusahaan sebelum pungutan diterapkan. Artinya, bea keluar baru dikenakan ketika harga pasar mencapai ambang tertentu yang tengah diformulasikan.

“Kalau harga rendah dan profit perusahaan kecil, pengenaan bea keluar justru tidak membantu. Negara harus fair. Tetapi jika harga ekspor tinggi dan nilai jual besar, wajar negara meminta kontribusi melalui bea keluar,” jelasnya.

Dari sisi fiskal, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya memaparkan filosofi kebijakan ini di hadapan Komisi XI DPR RI. Ia menilai, selama ini terdapat ketimpangan perlakuan ketika harga batu bara berfluktuasi. Saat harga turun, eksportir ramai mengajukan restitusi pajak; sebaliknya, ketika harga naik, tidak ada bea keluar yang dipungut sehingga menyerupai subsidi tidak langsung.

“Ini jadi aneh. Saat untung besar, seolah-olah disubsidi. Itu filosofi utama di balik rencana bea keluar batu bara,” kata Purbaya dalam rapat kerja pada Senin (8/12/2025).

Purbaya mengungkapkan, pada periode harga rendah, nilai restitusi yang diajukan eksportir batu bara dapat mencapai Rp25 triliun per tahun. Tren tersebut menekan penerimaan negara dan berkontribusi pada penurunan kinerja pajak.

“Akibatnya, bukan masyarakat yang lebih sejahtera, melainkan pengusaha batu bara yang menikmati keuntungan lebih besar. Tahun ini penerimaan pajak turun karena beban restitusi cukup besar,” ujarnya.

Untuk menyeimbangkan kondisi tersebut, pemerintah kini menargetkan penerimaan dari bea keluar batu bara sekitar Rp20 triliun per tahun. Rancangan tarif masih disusun agar responsif terhadap dinamika harga global sekaligus menjaga iklim usaha tetap kondusif. (alf)

id_ID