Pemerintah Pertimbangkan Penerapan Pajak Kekayaan

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal. (Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Pemerintah mulai membuka peluang untuk menerapkan pajak kekayaan (wealth tax) sebagai upaya memperkuat penerimaan negara dan menciptakan keadilan sosial. Meski demikian, Kementerian Keuangan menegaskan bahwa wacana tersebut masih membutuhkan proses panjang serta kajian mendalam sebelum dapat diimplementasikan.

Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan, Yon Arsal, menyampaikan bahwa pemerintah tidak menutup mata terhadap pentingnya pajak kekayaan, namun penetapan jenis pajak baru memerlukan tahapan yang hati-hati dan tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa.

“Kita punya arah ke sana, tetapi pengenalan pajak baru bukan perkara sederhana. Butuh waktu, riset, dan tentu saja diskusi publik yang inklusif,” ujar Yon dalam sebuah diskusi bertajuk “Keadilan Pajak dan Reformasi Fiskal’ yang digelar di Hotel Ashley Wahid Hasyim, Jakarta, Selasa (27/5/2025).

Yon menegaskan bahwa regulasi pajak kekayaan nantinya harus melalui proses legislasi karena dikategorikan sebagai jenis pajak baru. Ini berarti pembahasan bersama DPR RI dan penyesuaian dalam Undang-Undang Perpajakan menjadi syarat mutlak.

“Kalau hari ini kita ingin kenakan pajak, lalu besok langsung bikin aturannya, tentu tidak bisa seperti itu. Kita butuh kajian cost-benefit analysis dan melihat beban pajak yang sudah ada,” tambahnya.

Isu pajak kekayaan sendiri terus menjadi sorotan dalam forum-forum internasional sebagai instrumen untuk mengurangi ketimpangan ekonomi. Namun di Indonesia, wacana ini masih berada dalam tahap eksplorasi dan diskursus publik.

Dalam forum yang sama, Yenti Nurhidayat dari Forum Pajak Berkeadilan Indonesia (FPBI) mendorong agar pemerintah tidak hanya mempertimbangkan, tetapi juga segera menindaklanjuti penerapan pajak kekayaan sebagai salah satu alternatif penyumbang penerimaan negara.

“Mereka yang berada di puncak piramida ekonomi menikmati berbagai fasilitas dan akses istimewa dari negara. Sudah saatnya kontribusi mereka juga diatur melalui skema pajak yang lebih adil,” kata Yenti.

Mengutip laporan yang dirilis oleh PRAKARSA dan FPBI, pajak kekayaan diusulkan dikenakan pada individu dengan aset bersih di atas US$ 10 juta atau sekitar Rp 155 miliar. Tarif yang diusulkan bersifat progresif, antara 1% hingga 2%, dengan cakupan aset yang luas, termasuk tabungan, saham, logam mulia, hingga warisan dan hibah.

Diperkirakan terdapat sekitar 4.600 orang Indonesia yang masuk dalam kategori wajib pajak kekayaan ini. Dengan estimasi tersebut, potensi penerimaan negara dari pajak kekayaan bisa mencapai Rp 54 triliun hingga Rp 155 triliun untuk satu kali pengenaan.

Langkah menuju penerapan pajak kekayaan ini menandai titik awal diskusi serius tentang keadilan fiskal di Indonesia. Pemerintah pun ditantang untuk menyeimbangkan kebutuhan penerimaan dengan prinsip inklusivitas dan keberlanjutan ekonomi nasional. (alf)

 

 

 

 

id_ID