
IKPI, Jakarta: Pemerintah mulai menutup rapat ruang bagi praktik penggelapan dan penghindaran pajak yang memanfaatkan celah kepemilikan perusahaan berlapis. Salah satu jurus terbarunya adapah penerapan verifikasi kolaboratif terintegrasi terhadap data beneficial owner (pemilik manfaat korporasi).
Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menegaskan, paradigma lama pelaporan berbasis self-declaration tidak lagi efektif. Pasalnya, tingkat kepatuhan korporasi baru mencapai 46,9%.
“Kita akan beralih dari paradigma self-declaration menuju verifikasi kolaboratif yang terintegrasi,” ujar Supratman, dikutip dari laman resmi Ditjen AHU, Rabu (8/10/2025).
Menurut politikus Partai Gerindra itu, keterbukaan identitas pemilik manfaat bukan hanya urusan administratif, tetapi fondasi penting untuk menciptakan investasi yang sehat dan sistem keuangan yang stabil. Ia menyoroti masih kuatnya informasi asimetris, di mana pemilik sebenarnya kerap bersembunyi di balik struktur legal perusahaan yang kompleks dan berlapis.
“Ini adalah ekosistem yang sedang kita bangun, bukan pekerjaan yang muncul tiba-tiba. Langkah ini merupakan penyempurnaan dari fondasi yang sudah dibangun sebelumnya,” ujarnya.
Sebagai wujud nyata, Kemenkumham telah menerbitkan Permenkum Nomor 2 Tahun 2025 yang mengatur mekanisme verifikasi dan pengawasan pemilik manfaat korporasi. Implementasinya dilakukan secara lintas lembaga, termasuk dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
“Kolaborasi ini adalah keniscayaan. Inilah esensi tata kelola kolaboratif setiap lembaga menjadi simpul verifikasi yang saling menguatkan dan menghapus ego sektoral,” tegas Supratman.
Sumbang Hampir Rp900 Miliar ke Kas Negara
Langkah kolaboratif tersebut terbukti berdampak nyata. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengonfirmasi bahwa pemanfaatan data beneficial owner dan legal owner dari Ditjen AHU berhasil mengamankan penerimaan pajak senilai Rp896,6 miliar sejak 2020 hingga September 2025.
“Aliran data dari Ditjen AHU berkontribusi signifikan terhadap pengamanan penerimaan negara,” ujar Dirjen Pajak Bimo Wijayanto, Jumat (19/9/2025).
Data tersebut membantu DJP menelusuri praktik penghindaran pajak dan pencucian uang yang selama ini kerap disamarkan melalui kepemilikan tidak langsung.
Sinergi kedua lembaga itu kini diperkuat lewat perjanjian kerja sama (PKS) baru antara Dirjen Pajak Bimo dan Dirjen AHU Widodo yang diteken Kamis (18/9/2025). PKS tersebut merupakan penyempurnaan dari dua kerja sama sebelumnya yakni penguatan basis data beneficial ownership (2019–2024) dan pemanfaatan Pangkalan Data AHU Online untuk mendukung penerimaan negara (2020–2025).
“Penandatanganan PKS ini merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman Induk antara Kementerian Hukum dan HAM dengan Kementerian Keuangan mengenai sinergi pelaksanaan tugas dan fungsi di bidang hukum dan keuangan negara,” ungkap Widodo.
Transformasi ini menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia sedang memasuki era baru dalam tata kelola perpajakan di mana transparansi dan kolaborasi lintas lembaga menjadi senjata utama untuk menutup setiap celah penghindaran pajak.
Dengan verifikasi kolaboratif beneficial owner, pemerintah bukan hanya menjaga integritas sistem perpajakan, tetapi juga memastikan bahwa setiap rupiah pajak yang seharusnya masuk ke kas negara, benar-benar sampai di sana. (alf)