Pajak Fintech dan Kripto Sumbang Rp 5,81 Triliun Hingga September 2025

IKPI, Jakarta: Penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital terus menunjukkan tren positif. Hingga akhir September 2025, pajak dari bisnis financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending dan aset kripto tercatat menembus Rp 5,81 triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Rosmauli, menyebut kontribusi terbesar datang dari fintech P2P lending dengan nilai Rp 4,1 triliun.

“Pertumbuhan sektor digital kini tidak hanya menggerakkan ekonomi, tapi juga menjadi sumber penerimaan pajak yang semakin signifikan,” ujar Rosmauli dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/10/2025).

Dari total penerimaan fintech, tercatat Rp 446,39 miliar pada 2022, meningkat menjadi Rp 1,1 triliun pada 2023, lalu Rp 1,48 triliun pada 2024, dan Rp 1,06 triliun hingga September 2025.

Pajak tersebut bersumber dari PPh 23 atas bunga pinjaman wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) sebesar Rp 1,14 triliun, PPh 26 atas bunga pinjaman wajib pajak luar negeri senilai Rp 724,4 miliar, serta PPN dalam negeri mencapai Rp 2,24 triliun.

Sebagai catatan, pajak fintech mulai berlaku sejak 1 Mei 2022 melalui PMK Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Penyelenggara Teknologi Finansial.

Sementara itu, penerimaan pajak dari aset kripto juga meningkat pesat, dengan total Rp 1,71 triliun hingga September 2025. Angka tersebut terdiri atas Rp 836,36 miliar dari PPh 22 dan Rp 876,62 miliar dari PPN dalam negeri.

Adapun perolehan tahunannya mencapai Rp 246,45 miliar pada 2022, Rp 220,83 miliar pada 2023, Rp 620,4 miliar pada 2024, dan Rp 621,3 miliar hingga September 2025.

Rosmauli menegaskan, peningkatan penerimaan pajak digital menjadi sinyal kuat bahwa ekosistem ekonomi baru ini makin matang.

“Ke depan, seluruh potensi ekonomi digital—mulai dari PMSE, fintech, hingga kripto—akan kami integrasikan dalam sistem perpajakan yang adil dan efisien,” tegasnya.

Capaian tersebut menandai bahwa transformasi digital tidak hanya mengubah cara masyarakat bertransaksi, tetapi juga semakin memperkuat pondasi fiskal Indonesia di era ekonomi digital. (alf)

id_ID