NPWP Wanita Kawin Tak Lagi Dihapus, Kini Hanya Dinonaktifkan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi mengubah ketentuan terkait Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi wanita kawin melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2025. Aturan ini menggantikan beleid sebelumnya, PER-04/PJ/2020, dengan membawa perubahan signifikan: NPWP wanita kawin yang memilih menggabungkan kewajiban perpajakannya dengan suami tidak lagi dihapus, melainkan cukup dinonaktifkan.

Sebelumnya, sistem administrasi pajak menghapus NPWP wanita kawin ketika kewajiban perpajakannya melebur dengan suami. Namun, kebijakan baru menjaga identitas perpajakan tetap ada dalam sistem, hanya berstatus nonaktif. Dengan begitu, data NPWP tidak hilang dan bisa diaktifkan kembali sewaktu-waktu bila dibutuhkan.

“Status nonaktif memberi fleksibilitas administratif. Wajib pajak tidak perlu mendaftar ulang dari awal jika suatu saat ingin kembali menjalankan kewajiban perpajakan secara mandiri,” tulis DJP dalam penjelasan beleid tersebut.

Langkah ini selaras dengan kebijakan strategis lain, yaitu integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP 16 digit. Menghapus NPWP berarti juga menghapus keterkaitannya dengan NIK dalam sistem perpajakan, yang berpotensi mengganggu konsistensi integrasi data nasional.

Selain efisiensi administratif, aturan baru ini juga mengandung makna penting dalam penghormatan terhadap otonomi perempuan. Dengan mempertahankan NPWP dalam status nonaktif, negara menegaskan bahwa identitas perpajakan tidak hilang hanya karena status perkawinan berubah.

Kebijakan ini juga memperkuat fondasi menuju sistem perpajakan modern yang terhubung dengan berbagai layanan publik, mulai dari BPJS, sistem perbankan, hingga OSS (Online Single Submission). Jika data perpajakan dihapus, dampaknya bisa meluas ke berbagai sektor pelayanan publik lain.

Secara prinsip, PER-7/PJ/2025 mengatur bahwa setiap NPWP kini hanya mengenal tiga status: aktif, nonaktif, atau digabung dengan suami. Dengan skema ini, manajemen data wajib pajak menjadi lebih tertata, sekaligus mempermudah otoritas pajak dalam menjaga integritas informasi.

Perubahan sederhana dari “hapus” menjadi “nonaktif” ini mencerminkan pergeseran besar dalam paradigma perpajakan nasional. Negara kini menempatkan data wajib pajak sebagai aset berharga yang harus dijaga, sekaligus menegaskan kesetaraan peran perempuan dalam sistem perpajakan modern. (alf)

 

 

 

 

 

id_ID