Menyambut 2026: Peradilan Semu Jadi Bekal Penting Beracara di Pengadilan Pajak

Ruang itu disusun menyerupai ruang sidang yang sesungguhnya. Mikrofon terpasang, berkas-berkas tertata, dan para peserta duduk sesuai perannya: ada yang menjadi majelis, ada yang berperan sebagai kuasa hukum, ada pula yang bertindak sebagai pihak lawan.

Meski hanya simulasi, suasananya terasa nyata. Setiap kata diperhitungkan, setiap argumen dicoba disusun dengan hati-hati.

Inilah Peradilan Semu (moot court) Pengadilan Pajak metode belajar praktik beracara yang dalam beberapa tahun terakhir semakin berkembang di berbagai cabang Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI).

Menghidupkan Teori Lewat Pengalaman Langsung

Banyak praktisi pajak memahami aturan, pasal, dan prosedur tertulis. Namun begitu memasuki ruang sidang, suasana berubah: ada ritme, tata krama, struktur argumen, serta alur persidangan yang harus dipahami.

Peradilan semu membantu menjembatani jarak antara teori dan praktik. Di sini peserta dapat:

• berlatih menyusun permohonan banding atau gugatan,

• menyampaikan argumen secara sistematis,

• belajar kapan harus berbicara dan kapan mendengar,

• sekaligus membiasakan diri dengan dinamika persidangan.

Latihan ini membuat teori yang biasanya kaku, menjadi lebih hidup dan membekas.

Tumbuh dari Kebutuhan Nyata

Simulasi ini hadir dari kesadaran sederhana: pendampingan wajib pajak tidak berhenti di meja konsultasi.

Ketika perkara naik ke Pengadilan Pajak, kualitas pendampingan sangat bergantung pada pemahaman prosedur dan kepekaan membaca jalannya sidang.

Daripada belajar di tengah persidangan sungguhan di mana kesalahan akan berdampak peradilan semu menawarkan ruang aman untuk mencoba, salah, memperbaiki, dan bertanya.

Menyebar Melalui Jaringan Cabang IKPI

Sejak 2020 hingga 2025, kegiatan ini sudah dilaksanakan di setidaknya 14 cabang IKPI:

Depok, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Bandung, Sidoarjo, Malang, Samarinda, Pekanbaru, Surakarta, Batam, dan Bekasi.

Di setiap daerah, responnya hampir sama: antusias, penasaran, sekaligus merasa mendapatkan pengalaman baru yang tidak didapatkan hanya dari seminar atau membaca buku.

Di Balik Layar: Mempersiapkan Sidang yang “Serius tapi Santai”

Sebelum sidang simulasi dimulai, materi kasus dipersiapkan, peran dibagi, dan alur persidangan dijelaskan.

Tujuannya bukan membuat semua berjalan kaku, melainkan memberi bekal agar ketika sidang dimulai, peserta tahu alurnya — tetapi tetap bebas belajar secara alami.

Biasanya, setelah sidang selesai, sesi dilanjutkan dengan diskusi. Di sini, peserta bebas bertanya, mengkritisi, bahkan membedah satu per satu langkah yang diambil selama simulasi.

Situasi “Klasik” yang Sering Terjadi

Dalam berbagai sesi, sering muncul situasi menarik:

• argumen terlalu panjang tapi menjauh dari pokok masalah,

• penyebutan dasar hukum yang kurang tepat,

• kebingungan kapan menanggapi atau menahan diri.

Semua itu tidak dianggap kesalahan fatal, melainkan bahan belajar. Dengan diskusi bersama, peserta belajar menyederhanakan argumen, menajamkan logika, dan memahami posisi masing-masing pihak di persidangan.

Manfaat yang Dirasakan Peserta

Dari waktu ke waktu, ada perubahan yang terlihat jelas: peserta menjadi lebih percaya diri bukan karena merasa hebat, tetapi karena mulai memahami alur.

Beberapa manfaat yang sering muncul:

• lebih memahami prosedur, bukan sekadar hafal pasal,

• lebih siap mendampingi klien saat banding atau gugatan,

• lebih tertib administrasi karena melihat langsung konsekuensi kesalahan kecil,

• serta lebih peka pada etika persidangan.

Dengan begitu, profesionalisme tidak hanya diukur dari pengetahuan, tetapi juga dari kemampuan menjalankan proses secara benar.

Langkah ke Depan: Membuka Lebih Banyak Kesempatan

Harapan ke depan sederhana namun penting: semakin banyak anggota IKPI dapat mengikuti kegiatan ini.

Rencana ke depan mencakup perluasan kegiatan ke cabang-cabang yang belum pernah mengadakan, termasuk wilayah yang sedang dipersiapkan.

Semakin luas penyelenggaraan, semakin banyak praktisi memperoleh bekal praktik sebelum benar-benar memasuki ruang sidang yang sesungguhnya.

Menguatkan Ekosistem Kepatuhan

Pada akhirnya, peradilan semu bukan hanya soal simulasi teknis.

Ia berkontribusi pada hal yang lebih besar:

• meningkatkan kualitas pendampingan,

• menumbuhkan rasa percaya wajib pajak terhadap proses hukum,

• dan memperkuat budaya kepatuhan dalam sistem perpajakan.

Dengan pemahaman prosedur yang lebih baik, proses penyelesaian sengketa dapat berjalan lebih tertib, jelas, dan berkeadilan.

Penutup

Peradilan semu memberi ruang belajar yang aman: tempat mencoba, berdiskusi, memperbaiki, dan menyiapkan diri sebelum menghadapi persidangan nyata.

Tulisan ini menyajikan pengalaman dan pandangan yang bersifat pribadi, dengan harapan semakin banyak pihak yang ikut belajar demi pendampingan yang lebih profesional dan proses peradilan pajak yang semakin baik.

Penulis adalah Anggota Dewan Kehormatan IKPI

Dr Hariyasin, Drs.,Ak.CA.,SH.,MH 

Email: hariyasin29@yahoo.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 

id_ID