Kejelasan BKP dan JKP yang Mendapat Fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Dibebaskan
Tak terasa dua hari lagi kita memasuki tanggal 1 April 2022. Tanggal 1 April 2022 menjadi spesial, karena beberapa perubahan UU PPN sebagaimana yang diubah dengan UU HPP akan berlaku efektif mulai 1 April 2022, seperti tarif PPN yang semula 10% berubah menjadi 11%, juga beberapa barang dan jasa yang semula masuk kategori “bukan Barang Kena Pajak (Non BKP)” dan “bukan Jasa Kena Pajak (Non-JKP)” berubah menjadi “Barang Kena Pajak (BKP)” dan “Jasa Kena Pajak (JKP)”, namun mendapat fasilitas “PPN Tidak Dipungut” atau “PPN Dibebaskan” yang diatur dalam Pasal 16B UU PPN sebagaimana yang telah beberapakali diubah terakhir dengan UU HPP, yang selanjutnya disebut Pasal 16B UU HPP.
Dalam Web News.DDTC.co.id tanggal 29 Maret 2022 menyampaikan informasi kebijakan pajak tentang PPN Tidak Dipunggut dengan judul “DJP Sebut Empat Barang/Jasa Ini Dapat Fasilitas PPN Tidak Dipunggut”. Dalam artikel tersebut disampaikan bahwa: “Otoritas pajak menyatakan empat barang/jasa yang mendapatkan fasilitas tersebut antara lain pertama, alat angkut laut, udara, dan kereta api. Kedua, jasa terkait dengan alat angkut. Ketiga, emas granula dan anode slime. Keempat, barang yang atas impornya dibebaskan dari bea masuk, seperti barang untuk keperluan penyandang disbilitas, peti yang berisi jenazah, barang pindahan, barang pribadi penumpang, dan barang impor sementara.” Hal ini perlu pengaturan yang jelas agar tidak menimbulkan disharmonis dengan UU HPP, khususnya untuk bagian kedua di atas yaitu jasa terkait dengan alat angkut. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam memori penjelasan Pasal 16B ayat (1a) huruf j UU HPP, beberapa BKP dan JKP telah disebutkan dengan jelas mendapat fasilitas “PPN Dibebaskan” diantaranya adalah “Jasa angkutan umum di darat dan di air serta di udara”.
Dalam batang tubuh Pasal 16B UU HPP tidak dipisahkan kelompok BKP/JKP yang mendapat fasilitas “PPN Tidak Dipungut” dengan yang mendapat fasilitas “PPN Dibebaskan”. Dalam Pasal 16B ayat (1a) huruf a sampai dengan huruf i UU HPP tidak diatur dengan tegas apakah diberikan fasilitas “PPN Tidak Dipungut” atau diberikan fasilitas “PPN Dibebaskan”, namun di Pasal 16B ayat (1a) huruf j diatur dengan tegas BKP dan JKP tertentu yang bersifat strategis.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, berdasarkan kelaziman selama ini, untuk BKP yang bersifat strategis mendapatkan fasilitas “PPN Dibebaskan”. Hal ini juga terkonfirmasi melalui memori penjelasan dalam Pasal 16B ayat (1a) huruf j UU HPP yang menjelaskan “antara lain” BKP kebutuhan pokok dan JKP yang diberikan fasilitas ‘PPN Dibebaskan”.
Ketentuan Pasal 16B UU HPP memberi ruang kepada Pemerintah untuk menetapkan BKP dan JKP apa saja yang diberikan fasilitas “PPN Tidak Dipunggut” atau “PPN Dibebaskan” selain yang telah diatur dalam Pasal 16B ayat (1a) huruf j. Dapat saja suatu BKP yang menunjang suatu JKP mendapat fasilitas “PPN Tidak Dipungut”, seperti BKP untuk alat angkutan umum, BKP untuk kesehatan, BKP untuk pendidikan. Di sisi yang lain, atas JKP tersebut juga mendapat fasilitas “PPN Dibebaskan”.
Pemerintah masih dapat menambah BKP dan JKP yang diberikan fasilitas “PPN Dibebaskan” sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 16B ayat (1a) huruf j, karena prase yang digunakan UU HPP adalah “antara lain”, sehingga pemerintah diberi ruang yang fleksibel oleh UU HPP untuk mengatur lebih lanjut sesuai dengan kebijakan dari pemerintah. Untuk mendapatkan kejelasan ini semua, tentu kita harus menunggu peraturan pelaksananya dari pemerintah.
Oleh karena itu, peraturan pelaksana yang dibuat oleh pemerintah kelak seyogyanya akan memperjelas BKP mana saja yang mendapatkan fasilitas “PPN tidak Dipungut” dan BKP mana saja yang mendapat fasilitas “PPN Dibebaskan”, serta harmonis dengan UU HPP. Juga JKP mana saja yang mendapat fasilitas “PPN Dibebaskan” selain yang telah dijelaskan dalam memori penjelasan Pasal 16B ayat (1a) huruf j UU HPP.
PPN Dibebaskan atas Jasa Pendidikan
Untuk fasilitas “PPN Dibebaskan”, tidak kalah penting untuk membahas tentang jasa pendidikan yang selanjutnya disebut JKP Pendidikan. Sesuai dengan Pasal 16B ayat (1a) huruf j angka 6, JKP pendidikan mendapat fasilitas “PPN Dibebaskan”. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan PPN yang baru ini, hal ini akan berimplikasi kepada bertambahnya kewajiban administrasi pajak bagi penyelenggaran pendidikan yang telah memenuhi kewajiban menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk menerbitkan Faktur Pajak atas jasa pendidikan yang diberikan. Dengan ketentuan perpajajakan yang berlaku saat ini, berimplikasi penyelenggara pendidikan perlu mendaftarkan diri terlebih dahulu menjadi PKP, kemudian penyelenggaran pendidikan berkewajiban untuk menerbitkan faktur pajak.
Di satu sisi penerima JKP Pendidikan adalah konsumen akhir (siswa/mahasiswa), yang sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku secara umum saat ini, dapat diterbitkan Faktur Pajak gunggungan bila terdapat PPN yang dipungut. Namun karena “jasa pendidikan” mendapat fasilitas “PPN Dibebaskan” ruang untuk menerbitkan Faktur Pajak gunggungan belum ada.
Kewajiban menerbitkan Faktur Pajak bagi penyelenggara pendidikan tentu merupakan hal yang baru baginya. Hal ini tentu perlu sosialisasi lebih lanjut dari Direktorat Jenderal Pajak kepada penyelenggara pendidikan agar terhindar dari pengenaan sanksi administrasi 1% yang diakibatkan penyelenggara pendidikan belum atau terlambat menerbitkan Faktur Pajak. Bila sampai terjadi pengenaan sanksi administrasi denda ini dikemudian hari, tentu akan sangat memberatkan penyelenggara pendidikan dan dapat berimplikasi kepada penurunan kualitas pendidikan di negara kita.
Kita ketahui bersama, betapa pentingnya pendidikan bagi kemajuan suatu bangsa. Jangan sampai kelak timbulnya beban sanksi denda administrasi 1% bagi penyelenggara pendidikan mengakibatkan kontraproduktif bagi kemajuan bangsa khususnya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Suatu bangsa akan kuat bila masyarakatnya mendapat pendidikan yang berkualitas dan memiliki kesehatan jasmani yang baik. Hal ini akan meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana yang diamanahkan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Oleh karena itu diperlukan regulasi perpajakan khusus untuk pendidikan.
Penutup
Kita segera menyambut sebagian perubahan UU PPN yang akan berlaku efektif 1 April 2022. Diperlukan peraturan pelaksana untuk memperjelas dan memperlancar pelaksanaannya serta yang harmonis dengan UU HPP.
Perlu pengaturan khusus administrasi pajak untuk JKP Pendidikan atau diberikan fasilitas khusus guna menghindari penyelenggara pendidikan dikenai sanksi administrasi 1% karena terlambat atau belum menerbitkan Faktur Pajak. Pengenaan sanksi denda administrasi ini dapat berimplikasi pada menurunnya kualitas pendidikan di negara kita. Pendidikan memegang peran sangat penting untuk kemajuan bangsa kita di masa depan.
Menjadi harapan kita semua, impian Indonesia menjadi negara 5 terbaik di dunia di tahun 2045 menjadi kenyataan yang kita wujudkan bersama. Mari kita bersama-sama mewujudkan Indonesia yang maju, sejahtera, adil dan makmur.
Penulis : Dr. Arifin Halim, S.E., S.H., M.H.
Penulis lulus Program Doktor Ilmu Hukum Angkatan 2018 Universitas Brawijaya.
Anggota Litbang IKPI Pusat Kepengurusan Periode 2019 – 2024.
Konsultan Pajak, Kuasa Hukum Pengadilan Pajak, dan Advokat.