Menkeu Ungkap Penyebab Anjloknya Penerimaan Pajak

Menteri Keuangan Srimulyani Indarwati. (Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, penerimaan pajak terkontraksi hingga 3,7% per 15 Maret 2024. Penerimaan pajak hanya mencapai Rp 342,9 triliun, sementara periode yang sama tahun lalu senilai Rp 356,2 triliun.

Sri Mulyani mengatakan, tekanan terhadap penerimaan pajak ini disebabkan dampak dari anjloknya harga-harga komoditas. Di antaranya harga gas yang turun 34% dan batubara yang turun hingga 12,8% secara tahun berjalan atau year to date sejak Januari 2024 hingga Maret 2024.

“Penerimaan pajak kita agak mengalami tekanan karena harga-harga komoditas yang turun mulai tahun lalu. Ini berarti perusahaan-perusahaan mereka meminta restitusi,” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (27/3/2024).

Berdasarkan jenis pajaknya, yang anjlok drastis kata Sri Mulyani adalah pajak penghasilan (PPh) Badan yang terkontraksi 10,6% menjadi hanya Rp 55,91 triliun dengan kontribusi ke total penerimaan pajak sebesar 16,31%. Lalu, pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri turun 25,8% menjadi Rp 65,03 triliun dengan kontribusi ke penerimaan pajak terbesar, yakni 18,97%.

Ia menekankan, penurunan PPh Badan, dan PPN Dalam Negeri terutama disebabkan oleh penurunan signifikan harga komoditas pada 2023, yang berakibat pada peningkatan restitusi pada pada 2024.

“Di luar restitusi, pertumbuhan bruto PPh Badan dan PPN Dalam Negeri masing-masing masih tumbuh 7,5% dan 6,9%,” ungkap Sri Mulyani.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, total restitusi pada Januari dan Februari 2024 senilai Rp 57,5 triliun, terdiri dari restitusi pada Januari sebesar Rp 30,9 triliun dan Februari Rp 26,6 triliun. Khusus untuk hingga 15 Maret 2024 senilai Rp 13,1 triliun.

“Jadi inilah perkembangan restitusi dari beberapa bulan terakhir dengan tanggal 15 Maret ini, yang betul karena dampak komoditas PPh-nya mengalami penurunan, akan dilaporkan di SPT tahun 2023 dan juga pada waktu tahun 2022 kemarin dilaporkan di 2023 ada sebagian yang sudah mengajukan restitusi,” tegas Suryo.

Berdasarkan definisi dari Ditjen Pajak, restitusi ialah pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Restitusi dalam dilakukan berdasarkan dua kondisi, pertama saat wajib pajak membayar pajak padahal seharusnya tidak terutang, dan ketika wajib pajak membayar pajak lebih besar dari yang semestinya.

Ketentuan terkait restitusi ini diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 209 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 39 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. (bl)

id_ID